Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Giliran HMI yang Minta Maaf

11 Mei 2016   08:20 Diperbarui: 11 Mei 2016   08:35 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seseorang bisa melakukan kejahatan karena ada niat dan kesempatan atau sebaliknya. Kalau tak ada niat ya tak ada kejahatan. Atau, kalau tak ada kesempatan, kejahatan tak terjadi. Korupsi juga kejahatan. Ia terjadi karena ada niat dan kesempatan atau sebaliknya. Seseorang melakukan korupsi karena niat dan kesempatan yang diperolehnya. Niat dan kesempatan tidak berhubungan dengan HMI, GMNI, PMII, GMKI, PMKRI, atau yang lain.

Siapa pun manusianya, jika memang punya niat dan kesempatan bisa melakukan kejahatan. Demikian juga kejahatan korupsi. Godaan kekuasaan yang dipegang seseorang (baik pejabat negara atau swasta) bisa mengakibatkan terjadinya tindak pidana korupsi. Artinya, semua orang punya potensi sama untuk melakukan korupsi jika punya niat dan kesempatan.

Pendidikan memang diharapkan bisa membentengi seseorang untuk tidak berbuat seperti itu. Nilai etika dan intelektual yang dimiliki seseorang, diharapkan bisa mencegah hal itu. Tapi, itu bukan jaminan. HMI, PMII, GMNI, GMKI, PMKRI, pasti juga membekali anggotanya agar tidak berlaku korup saat menduduki jabatan di pemerintahan atau swasta (saya yakin pendidikan ini pasti ada, entah kalau terlupakan). 

Penanaman nilai etika dan intelektual terkait kejahatan korupsi akan membentengi seseorang pada tahapan ‘niat’. Inilah yang jadi garapan. Dengan bekal nilai etika dan intelektual, tumbuhnya ‘niat’ itu bisa dicegah pada seseorang. Namun,  itu juga bukan jaminan karena tak semua orang itu tergolong ‘baik-baik’ saja. Pasti ada satu dua, yang memang bawaannya melenceng ya terus melenceng.

Sementara ‘kesempatan’ merupakan produk sistem yang akan dimasuki seseorang. Jadi kalau ingin mencegah timbulnya ‘kesempatan’ korupsi, maka sistem itu yang harus diperbaiki. Harus ada sistem pencegahan dini yang sistematis atas kejahatan korupsi. Kalau sistemnya ada namun tidak berjalan, pasti ada yang salah pada sistem dan manusianya. Jelas yang salah tak hanya manusianya karena tak semua manusia itu punya niat korupsi.

Sistem pencegahan dini tindak korupsi adalah ranah Komisi Pemberantasan Korupsi. Penanaman nilai etika dan intelektual pencegahan ‘niat’ berkorupsi adalah ranah pendidikan termasuk HMI, PMII, GMNI, GMKI, PMKTRI, dll. Jadi koruptor lahir karena niat dan kesempatan yang ada, dan masing-masing institusi punya tanggung jawab mencegahnya.

Seharusnya Saut Sitomurang memahami persoalan korupsi dengan kerangka berpikir semacam itu. Kesalahan fatal yang dia lakukan adalah menyebut nama  HMI. Sementara HMI, yang warganya begitu banyak di setiap lapisan di negeri ini, terlalu cepat marah dan tidak bertindak intelektual dalam menyalurkan ketersinggungannya itu.

Saya tak mencampuri urusan HMI yang melaporkan masalah ini ke Polri dan katanya meminta Saut Situmorang ‘meminta maaf lima hari berturut-turut di media nasional’. Itu urusan HMI, mau mengumbar amarah atau introspeksi, atau memaafkan. Demikian pula soal Saut Situmorang yang telah meminta maaf ke PB HMI dan KAHMI, dan tampak belum dimaafkan itu. Biar mereka selesaikan dulu.

Namun, ada yang mengganjal rasa intelektual saya terkait sikap HMI dalam menilai demo di depan KPK yang merusak dan anarkis itu. Ini gara-gara sikap Ketua Umum PB HMI  Mulyadi P Tamsir, yang meminta masyarakat memahami aksi peserta demo di depan Gedung KPK yang anarkis dan merusak itu. Semua itu, kata Mulyadi P Tamsir akibat pernyataan Saut Situmorang yang mendiskreditkan HMI dan alumninya.

Sementara Mulyadi P Tamsir meminta masyarakat memahami aksi demo HMI yang anarkis itu, belum ada sepatah kata pun yang menyatakan rasa penyesalan akibat aksi itu. Juga hingga saat ini belum terlontar satu kata atau kalimat pun yang menyatakan meminta maaf atas kejadian perusakan itu, juga lemparan batu yang membuat polisi terluka.

Pertanyaannya, mengapa di satu pihak HMI menilai Saut Situmorang salah mengeluarkan pernyataan yang mendiskreditkan HMI dan alumninya dan menuntut meminta maaf, namun di pihak lain HMI tidak menilai salah perusakan yang dilakukan anggotanya saat demo lalu. Kalau menilai orang salah, berarti HMI sudah tahu ukuran benar dan salah. Dan, hingga saat ini belum pernah ada yang menyatakan demo merusak dan anarkis itu benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun