Beliau bersabda:
«أَمَا إِنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا يَعْبُدُونَهُمْ وَلَكِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا أَحَلُّوا لَهُمْ شَيْئًا اسْتَحَلُّوهُ وَإِذَا حَرَّمُوا عَلَيْهِمْ شَيْئًا حَرَّمُوهُ»
”Mereka memang tidak menyembah mereka (orang-orang alim dan rahib-rahib), tetapi jika mereka (orang-orang alim dan rahib-rahib) menghalalkan sesuatu untuk mereka, mereka pun menghalalkannya; jika mereka (orang-orang alim dan rahib-rahib) mengharamkan sesuatu untuk mereka, maka mereka pun mengharamkannya.”
Kedaulatan dalam Islam
Dalam Islam, kedaulatan adalah milik syara’. Imam asy-Syaukani di dalam Irsyâd al-Fuhûl menyatakan bahwa sejak dahulu tidak ada perbedaan di tengah kaum muslim bahwa kedaulatan hanya milik syara’. Allah SWT berfirman:
﴿… فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ …﴾
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya)…” (TQS. an-Nisâ [4]; 59)
Mengembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah mengembalikan kepada ketentuan al-Quran dan as-Sunnah, yakni kepada hukum-hukum syara’. Artinya syara’lah yang mengelola dan mengendalikan kehendak individu maupun umat. Jadi kedaulatan itu milik syara’.
Bahkan Allah SWT menegaskan:
﴿إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ﴾
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.” (TQS al-AN’am [6]: 57)
Al-Quran dan as-Sunnah yang menjadi rujukan hukum itu bersifat tetap. Itu memberikan kepastian hukum jangka pendek maupun panjang. Juga membuat hukum bisa dijauhkan dari pengaruh kepentingan, situasi dan kondisi.
Ekstraksi hukum dari al-Quran dan as-Sunnah dilakukan melalui ijtihad. Apa yang sudah dinyatakan di dalam nash atau yang qath’i maka tidak boleh ada ijtihad dan tidak perlu ditetapkan oleh khalifah. Kaedah ushul: lâ ijtihâda ‘inda wurûdi an-nash –tidak ada ijtihad ketika sudah dinyatakan oleh nash- atau lâ ijtihâda fi al-qath’iy –tidak ada ijtihad pada masalah qat’iy-.
Untuk masalah zhanniyah, syara’ memberikan hak kepada khalifah untuk mengadopsi suatu pendapat yang dinilai paling kuat, baik itu hasil ijtihadnya sendiri atau ijtihad mujtahid lain. Dengan begitu, proses legislasi dalam Islam itu sangat murah bahkan tanpa biaya. Prosesnya pun cepat. Setiap problem bisa dengan cepat ada solusi hukumnya.