Menurut laporan The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC), pada tahun 2022 Indonesia kembali menjadi negara dengan mayoritas penduduk muslim terbanyak. Diperkirakan dari Sabang sampai Merauke ada sekitar 237,56 juta jiwa muslim di Indonesia. Itu merupakan angka yang relative tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara mayoritas muslim lainnya.
Akan tetapi, ternyata masih banyak umat muslim di Indonesia yang buta aksara Al-Qur'an. Hampir sekitar 65% dari jumlah penduduk yang beragama Islam belum mampu membaca Al-Qur'an. Padahal Al-Qur'an merupakan kitab suci umat Islam yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat jibril sebagai petunjuk dan pedoman hidup manusia. Dimana, ketika Al-Qur'an dibacakan maka akan bernilai ibadah. Bukan bagi yang membacanya saja, akan tetapi yang mendengarnya pun akan mendapat pahala.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
- -
Aisyah radhiyallahu 'anha meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang yang lancar membaca Al Quran akan bersama para malaikat yang mulia dan senantiasa selalu taat kepada Allah, adapun yang membaca Al Quran dan terbata-bata di dalamnya dan sulit atasnya bacaan tersebut maka baginya dua pahala" (HR. Muslim).
Seharusnya kita sebagai umat muslim mampu membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar. Yaitu membaca Al-Qur'an dengan memperhatikan setiap makharijul huruf, sifatul huruf, bertajwid serta fashahahnya. Membaca Al-Qur'an tidak boleh dengan cepat dan buru-buru, akan tetapi harus dibaca dengan tartil. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur'an surah Al-Muzammil ayat 4:
"Atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan." (QS. Al-Muzammil: 4)
Maksud dari tartil ialah membaca Al-Qur'an dengan pelan-pelan, bacaan yang fasih, dan merasakan arti dan maksud dari ayat-ayat yang dibaca itu, sehingga berkesan di hati.
Ada berbagai macam metode belajar membaca Al-Qur'an yang banyak digunakan di Indonesia. Diantaranya metode Iqro', metode Qiro'ati, metode Ummi, metode Al-Baghdadi, metode Tilawati, metode Yanbua, metodi Jazary dan metode-metode lainnya. Dari semua metode tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu agar orang yang belajar Al-Qur'an mampu membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar sesuai makharijul huruf, tajwid serta fashahah-nya. Pemilihan metode yang efektif merupakan factor tercapainya tujuan pembelajaran yang optimal. Salah satu metode yang efektif dan telah banyak digunakan adalah metode Qiro'ati.
Metode Qiro'ati merupakan metode belajar membaca Al-Qur'an yang langsung mempraktekkan bacaan Al-Qur'an dengan tartil, bertajwid dan tanpa dijeda. Metode Qiro'ati ini dipandang sebagai metode yang efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur'an. Menggunakan sistem LCTB (Lancar, Tepat, Cepat dan Benar), bukan dituntut mampu membaca dengan cepat, akan tetapi juga harus lancar, serta tepat dan benar sesuai dalam pengucapan makharijul huruf beserta ilmu tajwidnya.
Sistem pendidikan dan pengajaran metode Qiro'ati ini adalah berpusat pada murid, serta kenaikan kelas/jilid tidak ditentukan oleh bulan/tahun dan tidak secara klasikal, tapi secara individual (perseorangan). Murid harus aktif dalam belajar membaca, karena guru hanya menjelaskan pokok pembelajaran dan memberi contoh bacaan.Â
Kemudian, ketika murid melakukan kesalahan bacaan, maka guru langsung membenarkannya. Dengan metode Qiro'ati, murid tidak merasa terbebani, sebab materi diberikan secara bertahap, dari kata-kata yang mudah dan sederhana. Meskipun masih dijilid Qiro'ati yang rendah, murid tetap harus membaca secara tartil, sesuai makhraj serta bacaan tajwidnya. Tujuannya adalah sebagai pembiasaan agar ketika dihadapkan dengan bacaan Al-Qur'an secara langsung, murid akan terbiasa dan mampu membaca Al-Qur'an dengan fasih, tartil, menguasai bacaan-bacaan ghorib dan ilmu tajwid dengan baik.
Di dalam metode Qiro'ati juga, guru atau pendidiknya harus seseorang yang professional dalam mengajar. Tidak semua orang bisa mengajarkan metode Qiro'ati, meskipun orang tersebut sudah fashih membaca Al-Qur'an. Sebab syarat untuk menjadi guru Qiro'ati adalah telah lulus tashih guru Qiro'ati. Yaitu melakukan tes secara langsung kepada seorang amanah tashih. Â
Kemudian setelah lulus wajib mengikuti metodologi mengajar metode Qiro'ati. Barulah setelah itu dapat menerima syahadah dan bisa mengajarkan Al-Qur'an dengan metode Qiro'ati. Sebab KH. Dahlan Salim Zarkasyi, yang merupakan penyusun dari metode Qiro'ati ini pernah berkata, "Jangan wariskan bacaan Al-Qur'an yang salah, karena yang benar itu mudah".
Akan tetapi dalam metode ini, ketika murid dituntut untuk langsung mempraktekan bacaan, menjadikannya tidak bisa membaca dengan cara mengeja. Murid menjadi kurang menguasai masing-masing dari huruf hijaiyah secara urut dan lengkap. Sehingga ketika seorang murid yang kurang aktif dan sedikit lambat dalam pemahamannya, dia akan tertinggal oleh teman-teman lainnya yang lebih aktif.
Saat ini anak-anak harus dituntut untuk belajar membaca Al-Qur'an agar dapat memberantas buta aksara Al-Qur'an yang semakin tinggi di Indonesia. Jadikan generasi muslim Indonesia ini menjadi generasi pecinta Al-Qur'an yang mampu membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar.Â
Masyarakat Muslim Indonesia harus lebih giat dalam menggemakan bacaan Al-Qur'an, baik dirumah, dimesjid-mesjid, disurai ataupun di tempat-tempat pengajian. Kita giatkan dan laksanakan program pemerintah untuk melaksanakan magrib mengaji.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H