Mohon tunggu...
Dailymonthly
Dailymonthly Mohon Tunggu... Freelancer - Just Another Blog

Budayakan Membaca Dailymonthly | Prima H. I have been writing for over 10 years. I have written on various topics such as politics, technology, and entertainment. However, my true passion lies in writing about comprehensive analysis and from various points of view. I believe that writing from multiple perspectives allows me to explore my subjects, settings, and moral gray areas from a wider variety of perspectives, which sustains complexity and keeps the reader interested. I have written several articles on this topic and am considered an expert in the field.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Diskriminasi Usia di Indonesia: Masalah Hukum dan Sosial

2 Juni 2023   20:14 Diperbarui: 14 Juli 2023   03:17 2800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Diskriminasi Usia (Bing Image Creator)

Diskriminasi Usia di Indonesia: Masalah Hukum dan Sosial

Sebuah studi multidisipliner mengenai dimensi hukum, sosial, dan budaya dari diskriminasi usia di Indonesia, yang mengeksplorasi penyebab, konsekuensi, dan solusi. Studi ini juga membandingkan situasi di Indonesia dengan kerangka hukum dan praktik-praktik terbaik di Amerika Serikat.

Diskriminasi usia adalah tindakan memperlakukan seseorang secara tidak adil atau berbeda karena usia mereka. Hal ini dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, seperti pekerjaan, tempat tinggal, layanan kesehatan, dan layanan publik. Diskriminasi usia sering dikaitkan dengan ageism, yang merupakan istilah yang lebih luas yang mengacu pada sikap dan stereotip negatif tentang orang-orang dengan usia tertentu. Namun, diskriminasi usia lebih spesifik dan berfokus pada praktik dan kebijakan aktual yang dihasilkan dari keyakinan ageist.

Diskriminasi usia dapat mempengaruhi orang-orang dari segala usia, tetapi lebih sering terjadi pada orang dewasa yang lebih tua dan orang muda. Di sektor pekerjaan, diskriminasi usia terutama menyasar orang-orang yang berusia di atas 40 tahun, seperti yang diakui oleh Age Discrimination in Employment Act (ADEA) tahun 1967 di Amerika Serikat. Namun, di Indonesia, belum ada hukum yang jelas yang melarang diskriminasi usia dalam pekerjaan. Banyak iklan lowongan kerja yang mencantumkan batasan usia untuk pelamar, dan pekerja yang lebih tua menghadapi kesulitan untuk mendapatkan atau mempertahankan pekerjaan.

Diskriminasi usia bukan hanya masalah hukum, tetapi juga masalah sosial di Indonesia. Hal ini mencerminkan nilai dan norma budaya yang mengistimewakan kelompok usia tertentu dibandingkan kelompok usia lainnya. Sebagai contoh, beberapa orang mungkin memandang orang yang lebih tua kurang produktif, kurang mampu beradaptasi, atau kurang mampu dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Di sisi lain, beberapa orang mungkin memandang orang muda kurang berpengalaman, kurang dewasa, atau kurang bertanggung jawab dibandingkan dengan orang yang lebih tua. Pandangan-pandangan ini dapat menimbulkan prasangka, pengucilan, atau pelecehan berdasarkan usia.

Diskriminasi usia dapat berdampak negatif pada individu dan masyarakat. Hal ini dapat melanggar hak asasi manusia, mengurangi kesempatan, menurunkan harga diri, meningkatkan stres, dan mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan. Hal ini juga dapat merusak kohesi sosial, pembangunan ekonomi, dan hubungan antargenerasi. Oleh karena itu, penting untuk mengatasi diskriminasi usia di Indonesia dengan meningkatkan kesadaran, mempromosikan rasa hormat dan inklusi, dan menegakkan perlindungan hukum untuk semua usia.

Aspek Hukum Diskriminasi Usia di Indonesia dan Amerika Serikat

Diskriminasi usia adalah perlakuan yang tidak adil atau tidak setara terhadap seseorang berdasarkan usia mereka. Hal ini dapat memengaruhi berbagai bidang kehidupan, seperti pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan layanan publik. Diskriminasi usia sering dikaitkan dengan ageism, yang merupakan istilah yang lebih luas yang mengacu pada keyakinan dan stereotip negatif tentang orang-orang dengan usia tertentu. Namun, diskriminasi usia lebih spesifik dan berfokus pada tindakan dan kebijakan aktual yang dihasilkan dari pandangan usia.

Diskriminasi usia bukan hanya masalah sosial, tapi juga masalah hukum di Indonesia dan Amerika Serikat. Hal ini mencerminkan aturan dan norma hukum yang mengistimewakan kelompok usia tertentu dibandingkan kelompok usia lainnya. Sebagai contoh, undang-undang negara bagian memberlakukan batas usia yang membatasi orang yang terlalu muda untuk mengajukan permohonan SIM, memberikan suara, mengikuti wajib militer, dan membeli alkohol, tembakau, dan senjata api di AS. Konstitusi AS juga mengharuskan presiden berusia minimal tiga puluh lima tahun, Senator AS berusia minimal tiga puluh tahun, dan anggota DPR AS berusia minimal dua puluh lima tahun. Beberapa anggota parlemen juga menyerukan batas usia maksimum untuk pejabat terpilih, dengan jajak pendapat YouGov tahun 2022 yang mengindikasikan bahwa sebagian besar publik AS akan mendukung pembatasan tersebut. Beberapa pejabat dinas luar negeri harus pensiun pada usia enam puluh lima tahun, dan beberapa negara bagian mewajibkan hakim untuk pensiun, biasanya antara usia tujuh puluh dan tujuh puluh lima tahun.

Di Indonesia, usia minimum untuk persetujuan seksual di bawah undang-undang yang melindungi anak-anak adalah 18 tahun untuk anak laki-laki dan perempuan. Namun, menurut KUHP, usia minimum bagi perempuan untuk menyetujui aktivitas seksual adalah 12 tahun, sedangkan tidak ada usia minimum untuk anak laki-laki. Hal ini menciptakan kesenjangan hukum dan potensi risiko pelecehan dan eksploitasi anak. Usia minimum untuk menikah di Indonesia adalah 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki hingga tahun 2019, ketika usia tersebut dinaikkan menjadi 19 tahun untuk kedua jenis kelamin. Secara historis, pernikahan anak merupakan hal yang umum terjadi pada anak perempuan di Indonesia. Usia minimum untuk pertanggungjawaban pidana di Indonesia adalah delapan tahun, yang merupakan salah satu yang terendah di dunia dan melanggar standar internasional.

Diskriminasi usia dapat berdampak negatif pada individu dan masyarakat. Hal ini dapat melanggar hak asasi manusia, mengurangi kesempatan, menurunkan harga diri, meningkatkan stres, dan mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan. Hal ini juga dapat merusak kohesi sosial, pembangunan ekonomi, dan hubungan antargenerasi. Oleh karena itu, penting untuk mengatasi diskriminasi usia di Indonesia dan Amerika Serikat dengan meningkatkan kesadaran, mempromosikan rasa hormat dan inklusi, dan menegakkan perlindungan hukum untuk semua usia.

Diskriminasi Usia bagi Pencari Kerja di Indonesia: Tinjauan Hukum dan Situasi Terkini

Diskriminasi usia adalah salah satu bentuk diskriminasi yang umum terjadi di tempat kerja. Hal ini mengacu pada perlakuan yang tidak adil terhadap pekerja atau pelamar kerja berdasarkan usia mereka, terutama yang berusia lebih dari 40 tahun. Diskriminasi usia dapat mempengaruhi berbagai aspek ketenagakerjaan, seperti perekrutan, promosi, pelatihan, upah, tunjangan, dan pemutusan hubungan kerja. Di Indonesia, diskriminasi usia dilarang oleh konstitusi dan beberapa peraturan perundang-undangan. Namun, pada kenyataannya, diskriminasi usia masih ada dan berdampak pada banyak pencari kerja yang menghadapi kesempatan dan tantangan yang terbatas karena usia mereka.

Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, setiap orang berhak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun yang didasarkan pada usia, jenis kelamin, suku, ras, agama, atau keyakinan politik. Selain itu, Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak. Hak-hak konstitusional ini dijabarkan lebih lanjut oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2003), yang merupakan sumber utama hukum ketenagakerjaan di Indonesia. UU Ketenagakerjaan melarang diskriminasi dalam pekerjaan berdasarkan usia atau alasan lain, kecuali untuk profesi tertentu yang memerlukan batas usia tertentu untuk alasan keselamatan publik, seperti pengatur lalu lintas udara, petugas penegak hukum, petugas pemadam kebakaran, dan pilot maskapai penerbangan.

Selain UU Ketenagakerjaan, ada beberapa peraturan perundang-undangan lain yang melindungi pekerja dan pencari kerja dari diskriminasi usia di Indonesia. Peraturan-peraturan tersebut antara lain:

- Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU No. 2 Tahun 2004), yang mengatur penyelesaian perselisihan yang timbul dari hubungan kerja, termasuk yang terkait dengan diskriminasi.
- Undang-Undang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (UU No. 21 tahun 2000), yang menjamin hak pekerja untuk membentuk dan bergabung dengan serikat pekerja/serikat buruh serta berpartisipasi dalam perundingan bersama dan aksi-aksi industrial.
- Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, yang bertujuan untuk menghapuskan diskriminasi gender dan mendorong kesetaraan gender di semua sektor pembangunan.
- Undang-Undang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (UU No. 40 tahun 2008), yang melarang tindakan atau kebijakan yang mendiskriminasikan orang berdasarkan ras atau etnis mereka.
- Undang-Undang Penyandang Cacat (UU No. 4 Tahun 1997), yang melindungi hak dan kepentingan penyandang cacat di berbagai bidang, termasuk ketenagakerjaan.
- UU Transmigrasi (UU No. 5 tahun 1999), yang mengatur perpindahan dan pemukiman penduduk dari daerah padat ke daerah yang lebih jarang penduduknya, serta memberikan insentif dan bantuan bagi para transmigran.

Terlepas dari perlindungan hukum ini, diskriminasi usia bagi para pencari kerja di Indonesia masih menjadi masalah umum yang perlu diatasi. Menurut sebuah studi oleh Siti Awaliyah et al. yang diterbitkan dalam IISTE Journal of Law Policy and Globalization pada tahun 2022, hampir semua lowongan pekerjaan di Indonesia menetapkan batas usia maksimum untuk pelamar, mulai dari 30 hingga 50 tahun. Artinya, banyak pencari kerja yang berusia di atas batas usia yang ditentukan secara otomatis tidak dapat melamar pekerjaan tersebut, terlepas dari kualifikasi dan pengalaman mereka. Studi ini juga menemukan bahwa diskriminasi usia dapat bersinggungan dengan bentuk-bentuk diskriminasi lain berdasarkan gender dan ras, yang berdampak pada perempuan dan orang kulit berwarna lebih parah daripada rekan-rekan mereka.

Studi ini menyarankan beberapa rekomendasi untuk mengatasi diskriminasi usia bagi para pencari kerja di Indonesia, seperti:

- Meningkatkan kesadaran di kalangan pengusaha dan masyarakat tentang dampak negatif dari diskriminasi usia terhadap individu dan pembangunan nasional.
- Memperkuat penegakan hukum dan peraturan yang ada yang melarang diskriminasi usia dalam pekerjaan.
- Memberikan bantuan hukum dan dukungan bagi korban diskriminasi usia yang ingin mengajukan keluhan atau tuntutan hukum terhadap pemberi kerja atau calon pemberi kerja.
- Mempromosikan pembelajaran seumur hidup dan pengembangan keterampilan bagi pekerja dan pencari kerja dari segala usia untuk meningkatkan kemampuan kerja dan daya saing mereka di pasar tenaga kerja.
- Menciptakan lebih banyak peluang dan insentif bagi pekerja dan pencari kerja yang lebih tua untuk berpartisipasi dalam kegiatan produktif, seperti kewirausahaan, pekerjaan sosial, atau menjadi sukarelawan.

Diskriminasi usia bagi pencari kerja di Indonesia merupakan masalah serius yang melanggar hak asasi manusia dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, penting untuk mengambil tindakan nyata untuk menghapuskan bentuk diskriminasi ini dan memastikan akses yang sama dan perlakuan yang adil bagi semua pekerja dan pencari kerja tanpa memandang usia mereka.

Tantangan Perumahan dan Perawatan Kesehatan untuk Berbagai Kelompok Usia di Indonesia

Perumahan dan layanan kesehatan adalah dua aspek penting dari kesejahteraan manusia yang dapat dipengaruhi oleh diskriminasi usia. Diskriminasi usia mengacu pada perlakuan yang tidak setara dan tidak adil terhadap orang-orang berdasarkan usia mereka, baik yang masih muda maupun yang sudah tua. Di Indonesia, diskriminasi usia dalam hal perumahan dan layanan kesehatan merupakan masalah serius yang melanggar hak asasi manusia dan menghambat pembangunan sosial dan ekonomi.

Di sektor perumahan, diskriminasi usia dapat membatasi akses dan pilihan masyarakat terhadap perumahan yang layak dan terjangkau. Fair Housing Act (FHA) tahun 1968 dan amandemennya pada tahun 1988 di Amerika Serikat tidak secara eksplisit melarang diskriminasi perumahan berdasarkan usia, namun melindungi perempuan hamil dan keluarga dengan anak di bawah usia delapan belas tahun. Namun, di Indonesia, tidak ada undang-undang khusus yang melarang diskriminasi usia dalam perumahan. Menurut laporan Bank Dunia pada tahun 2020, Indonesia menghadapi kekurangan perumahan sebanyak 13,5 juta unit, dengan rumah tangga berpenghasilan rendah yang paling terdampak. Laporan tersebut juga menemukan bahwa kaum muda, terutama yang belum menikah atau berpenghasilan rendah, menghadapi kesulitan dalam mengakses perumahan formal karena norma sosial, hambatan hukum, dan kendala keuangan.

Beberapa negara bagian di Amerika Serikat telah mengesahkan undang-undang antidiskriminasi untuk melindungi penyewa yang lebih tua atau lebih muda dari diskriminasi usia oleh tuan tanah atau pemilik properti. Sebagai contoh, di California, adalah ilegal bagi tuan tanah atau pemilik properti untuk menolak aplikasi penyewaan dan membuat klaim palsu tentang ketersediaan unit sewa berdasarkan usia pemohon, tetapi hanya untuk mereka yang berusia di atas empat puluh tahun. Di Indonesia, tidak ada undang-undang yang melindungi penyewa yang lebih tua atau lebih muda dari diskriminasi usia. Selain itu, beberapa komunitas perumahan dan gaya hidup di Indonesia mungkin memberlakukan pembatasan terkait usia pada penyewaan dan kepemilikan, seperti komunitas yang melayani secara eksklusif untuk orang dewasa yang lebih tua atau keluarga dengan anak-anak. Meskipun pembatasan ini mungkin dibenarkan oleh kebutuhan dan preferensi khusus dari kelompok usia tertentu, pembatasan ini juga dapat mengecualikan atau merugikan kelompok usia lain yang mungkin ingin tinggal di komunitas tersebut.

Di sektor perawatan kesehatan, diskriminasi usia dapat mempengaruhi kualitas dan aksesibilitas layanan kesehatan dan hasil untuk kelompok usia yang berbeda. Sebagai contoh, penyedia layanan kesehatan dapat mengabaikan atau salah mendiagnosis kondisi tertentu berdasarkan usia pasien, seperti mengasumsikan bahwa suatu gejala adalah konsekuensi alami dari usia tua atau mengesampingkan diagnosis berdasarkan usia pasien yang masih muda. Lansia juga mungkin menghadapi risiko yang lebih tinggi terhadap eksploitasi keuangan dan pelecehan lansia oleh pengasuh atau kerabat mereka, terutama selama pandemi Covid-19. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kekerasan terhadap lansia merupakan masalah kesehatan masyarakat global yang mempengaruhi jutaan lansia di seluruh dunia. Di Indonesia, kekerasan terhadap lansia belum banyak dikenali atau dilaporkan, dan belum ada undang-undang khusus yang melindungi lansia dari kekerasan.

Di sisi lain, orang yang lebih muda juga menghadapi diskriminasi usia di tempat pelayanan kesehatan, terutama dalam hal hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi. Sebagai contoh, banyak hukum dan kebijakan di Indonesia yang membatasi akses anak di bawah umur untuk mendapatkan layanan aborsi yang aman dan legal, dengan mewajibkan izin orang tua atau pemberitahuan untuk anak di bawah 18 tahun. Mahkamah Konstitusi Indonesia telah menguatkan pembatasan-pembatasan ini, meskipun terdapat bukti bahwa pembatasan tersebut melanggar hak-hak anak di bawah umur atas privasi, otonomi, dan kesehatan. Selain itu, kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) dari segala usia menghadapi diskriminasi dan kekerasan yang meluas di Indonesia, baik di tempat pelayanan kesehatan maupun di masyarakat luas. Kelompok LGBT sering kali menghadapi stigma, pelecehan, penolakan layanan, dan kriminalisasi berdasarkan orientasi seksual atau identitas gender mereka.

Untuk mengatasi diskriminasi usia dalam layanan perumahan dan kesehatan di Indonesia, penting untuk mengadopsi pendekatan berbasis hak asasi manusia yang mengakui martabat dan kesetaraan semua orang tanpa memandang usia mereka. Pendekatan ini membutuhkan:

- Menetapkan dan menegakkan hukum dan peraturan yang melarang diskriminasi usia di sektor perumahan dan layanan kesehatan, serta menyediakan upaya hukum bagi para korban diskriminasi.
- Meningkatkan kesadaran di antara para pembuat kebijakan, penyedia layanan, dan masyarakat tentang penyebab dan konsekuensi dari diskriminasi usia untuk berbagai kelompok usia.
- Menyediakan perumahan yang memadai dan terjangkau serta layanan perawatan kesehatan yang memenuhi beragam kebutuhan dan preferensi kelompok usia yang berbeda.
- Memberdayakan orang tua dan orang muda untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi hak perumahan dan perawatan kesehatan mereka.
- Mempromosikan solidaritas antar generasi dan kerja sama di antara berbagai kelompok usia untuk menumbuhkan rasa saling menghormati dan memahami.

Diskriminasi usia dalam perumahan dan perawatan kesehatan merupakan tantangan yang mempengaruhi jutaan orang di Indonesia. Dengan mengatasi tantangan ini dengan pendekatan berbasis hak asasi manusia, Indonesia dapat memastikan bahwa semua orang dapat menikmati hak mereka atas perumahan dan perawatan kesehatan yang layak tanpa memandang usia mereka.

Ageisme dan Konflik Antargenerasi dalam Media dan Budaya Populer di Indonesia

Ageism adalah bentuk prasangka dan diskriminasi berdasarkan usia, baik terhadap orang yang berusia muda maupun tua. Ageism dapat berdampak negatif terhadap martabat, hak, dan kesejahteraan kelompok usia yang berbeda. Salah satu sumber dan manifestasi dari ageism adalah media dan budaya populer yang dapat memperkuat dan melanggengkan stereotip dan sikap ageist. Di Indonesia, ageism di media dan budaya populer merupakan masalah yang lazim dan serius yang mempengaruhi generasi tua dan muda.

Beberapa kritikus berpendapat bahwa media dan budaya populer berkontribusi terhadap konflik antargenerasi dan kesalahpahaman antara generasi tua dan muda di Indonesia. Salah satu contohnya adalah meme internet dan slogan "OK Boomer," yang berasal dari negara-negara Barat dan menyebar ke Indonesia melalui platform media sosial. Frasa ini digunakan oleh generasi muda, terutama generasi milenial dan Gen Z, untuk mengejek dan menepis pendapat dan nilai-nilai generasi yang lebih tua, terutama generasi Baby Boomer. Ungkapan ini mencerminkan rasa frustrasi dan kebencian generasi muda terhadap generasi yang lebih tua, yang dianggap ketinggalan zaman, konservatif, merasa diistimewakan, dan tidak bertanggung jawab atas masalah sosial dan lingkungan yang dihadapi generasi muda.

Contoh lainnya adalah praktik media dalam menargetkan demografi audiens berdasarkan usia, yang dapat menciptakan segmentasi dan polarisasi di antara kelompok usia yang berbeda. Media sering menggunakan wawasan berbasis usia untuk menyesuaikan pesan, konten, dan pemrograman pemasaran mereka agar menarik bagi kelompok usia tertentu, seperti anak-anak, remaja, dewasa muda, dewasa paruh baya, atau manula. Meskipun praktik ini mungkin bermanfaat untuk menarik dan mempertahankan audiens, praktik ini juga dapat mengecualikan atau mengasingkan kelompok usia lain yang mungkin tidak sesuai dengan kategori atau stereotip yang telah ditetapkan. Selain itu, media dapat mengeksploitasi atau mensensasionalisasi isu-isu tertentu yang berkaitan dengan usia, seperti pengangguran di kalangan pemuda, pelecehan terhadap lansia, atau kesenjangan antargenerasi, untuk menarik perhatian dan rating.

Ageism di media dan budaya populer dapat menimbulkan konsekuensi yang merugikan bagi berbagai kelompok usia di Indonesia. Bagi orang yang lebih tua, ageism dapat menyebabkan isolasi sosial, harga diri yang rendah, kesehatan mental yang buruk, berkurangnya akses terhadap layanan dan kesempatan, serta meningkatnya kerentanan terhadap pelecehan dan penelantaran. Bagi orang yang lebih muda, ageism dapat menyebabkan rendahnya kepercayaan diri, stres yang tinggi, pilihan yang terbatas, berkurangnya partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, dan meningkatnya paparan terhadap kekerasan dan pelecehan. Bagi masyarakat secara keseluruhan, ageism dapat merusak kohesi sosial, keragaman, solidaritas, dan pembangunan.

Untuk mengatasi ageism di media dan budaya populer di Indonesia, penting untuk mengadopsi pendekatan berbasis hak asasi manusia yang menghormati dan menghargai semua orang tanpa memandang usia mereka. Pendekatan ini membutuhkan:

- Menerapkan dan menegakkan hukum dan peraturan yang melarang diskriminasi usia di sektor media, dan menyediakan upaya hukum bagi para korban diskriminasi.
- Meningkatkan kesadaran di kalangan profesional media dan produser tentang penyebab dan konsekuensi dari ageism untuk berbagai kelompok usia.
- Menyediakan pendidikan dan pelatihan bagi para profesional dan produser media tentang cara menghindari atau menentang stereotip dan sikap yang berkaitan dengan usia dalam pekerjaan mereka.
- Mempromosikan representasi yang positif dan realistis dari berbagai kelompok usia dalam konten dan pemrograman media.
- Mendorong dialog dan kolaborasi di antara berbagai kelompok usia untuk menumbuhkan rasa saling menghormati dan memahami.

Ageism di media dan budaya populer adalah tantangan yang mempengaruhi jutaan orang di Indonesia. Dengan mengatasi tantangan ini dengan pendekatan berbasis hak asasi manusia, Indonesia dapat memastikan bahwa semua orang dapat menikmati hak mereka atas kebebasan berekspresi dan informasi tanpa memandang usia mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun