Mohon tunggu...
Dailymonthly
Dailymonthly Mohon Tunggu... Freelancer - Just Another Blog

Budayakan Membaca Dailymonthly | Prima H. I have been writing for over 10 years. I have written on various topics such as politics, technology, and entertainment. However, my true passion lies in writing about comprehensive analysis and from various points of view. I believe that writing from multiple perspectives allows me to explore my subjects, settings, and moral gray areas from a wider variety of perspectives, which sustains complexity and keeps the reader interested. I have written several articles on this topic and am considered an expert in the field.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Bunuh Diri Remaja: Faktor, Tanda-tanda, dan Cara Mencegahnya

28 Mei 2023   13:34 Diperbarui: 22 Juni 2023   00:03 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (dok.pribadi)

Penggambaran bunuh diri di media lainnya dapat meningkatkan kesadaran dan mendorong pencarian bantuan di kalangan remaja yang sedang berjuang dengan masalah kesehatan mental. Misalnya, Dear Evan Hansen, sebuah film tahun 2021 yang diangkat dari drama musikal, mengisahkan seorang remaja yang terlibat dengan keluarga teman sekelasnya yang meninggal karena bunuh diri. Film ini mendapat ulasan beragam dari para kritikus dan penonton, beberapa di antaranya menuduh film ini mengagungkan bunuh diri dan mengeksploitasi penyakit mental untuk hiburan. Namun, yang lain memujinya karena membahas topik-topik seperti depresi, kecemasan, kesepian, dan perundungan di kalangan remaja.

Para ahli menyarankan bahwa media dapat memainkan peran positif dalam mencegah bunuh diri remaja dengan mengikuti beberapa pedoman dan rekomendasi. Hal ini termasuk memberikan informasi yang akurat dan faktual tentang bunuh diri, menghindari sensasionalisasi atau romantisasi bunuh diri, menyoroti konsekuensi negatif dan alternatif dari bunuh diri, dan menekankan pentingnya mencari bantuan dan dukungan. Selain itu, media juga harus menyediakan sumber daya dan kontak untuk pencegahan bunuh diri dan layanan kesehatan mental bagi remaja yang mungkin berisiko.

Pencegahan Bunuh Diri Remaja di Indonesia

Bunuh diri pada remaja merupakan masalah serius di Indonesia, di mana para aktivis dan advokat kesejahteraan sosial khawatir bahwa belum cukup banyak yang dilakukan untuk mencegah tragedi remaja Indonesia yang mengakhiri hidupnya sendiri. 

Beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan mental mereka antara lain adalah kesepian, perundungan, kurangnya dukungan dari orang tua, dan penyalahgunaan zat. Untuk melindungi remaja dari bunuh diri, penting untuk memberi mereka akses ke layanan kesehatan mental, hubungan yang mendukung dengan keluarga, teman, dan komunitas, serta membatasi akses ke alat bunuh diri yang mematikan, seperti senjata api dan obat-obatan. Para ahli merekomendasikan untuk berbicara dengan remaja yang menunjukkan tanda-tanda depresi dan menanyakan secara langsung kepada mereka tentang keinginan untuk bunuh diri dengan cara yang tenang.

Sekolah juga dapat berperan dalam mengurangi risiko bunuh diri remaja dengan menerapkan strategi dan program yang mengedukasi siswa dan orang tua tentang kesehatan mental, depresi, dan stres. Beberapa intervensi yang dapat dilakukan antara lain dengan membatasi jumlah tugas pekerjaan rumah setiap minggunya, menunda jam masuk sekolah agar siswa memiliki waktu tidur yang lebih banyak, mengadakan intervensi untuk siswa yang menunjukkan perilaku bunuh diri, dan mendorong siswa untuk memberi tahu orang dewasa jika ada teman yang membicarakan bunuh diri, baik secara langsung maupun melalui media sosial. 

Hingga tahun 2022, Indonesia belum memiliki kebijakan pencegahan bunuh diri nasional untuk sekolah, namun beberapa provinsi telah mengambil langkah untuk mengatasi masalah ini. Sebagai contoh, Jakarta telah membuat hotline untuk dukungan kesehatan mental yang dapat diakses oleh siswa dan guru.

Banyak ahli menekankan bahwa bunuh diri remaja dapat dicegah dengan mengatasi krisis kesehatan mental yang memburuk di kalangan remaja. Program advokasi kesehatan mental, seperti Mental Health America (MHA), bekerja untuk meningkatkan cakupan layanan kesehatan bagi kaum muda melalui tindakan legislatif dan menangani masalah kebijakan lain yang memengaruhi remaja yang berisiko, seperti perumahan yang terjangkau, perawatan pasien kesehatan mental, dan layanan pekerjaan bagi mereka yang sedang dalam masa pemulihan. 

Namun, Indonesia menghadapi tantangan dalam menyediakan layanan kesehatan jiwa yang memadai karena stigma, kurangnya sumber daya, dan kurangnya pelaporan kasus bunuh diri. Menurut sebuah studi baru-baru ini, tingkat bunuh diri yang tidak dilaporkan di Indonesia adalah 303,45%, tertinggi dalam literatur dari sampel nasional. Ini berarti banyak kasus bunuh diri yang tidak diketahui dan tidak tertangani, sehingga sulit untuk merancang strategi pencegahan yang efektif.

Oleh karena itu, sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dan meningkatkan pengumpulan data mengenai bunuh diri remaja di Indonesia, serta menyediakan lebih banyak dukungan dan sumber daya bagi remaja yang berjuang dengan masalah kesehatan mental. Dengan melakukan hal tersebut, kita dapat berharap untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah hilangnya potensi dan bakat di kalangan generasi muda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun