Meskipun para pegiat lingkungan dan penggemar energi surya lainnya mempromosikan energi surya sebagai sumber daya yang bersih dan tak terbatas, para kritikus mencatat bahwa pembangkit listrik tenaga surya membutuhkan lahan luas untuk menampung sejumlah besar panel surya yang dibutuhkan untuk menghasilkan listrik berskala utilitas. Proses produksi sel surya yang intensif energi dapat berkontribusi pada emisi gas rumah kaca dan logam berat yang signifikan, yang berpotensi mengurangi beberapa manfaat energi surya.
Para pendukung berpendapat bahwa efisiensi sel surya telah meningkat seiring dengan penurunan biaya yang terkait dan bahwa mereka mengharapkan kedua tren tersebut akan berlanjut dengan kemajuan teknologi di masa depan.
Indonesia memiliki potensi energi surya yang sangat besar, jauh lebih besar daripada semua sumber energi lainnya digabungkan dan jauh lebih besar daripada yang dibutuhkan. Menurut sebuah studi yang baru-baru ini dipublikasikan oleh tim Energi Terbarukan 100% di Australian National University (ANU), Indonesia dapat menangkap 7 Terawatt (TW) listrik dari 10 miliar panel surya, menempati ruang seluas 35.000 kilometer persegi.Â
Badan Energi Internasional baru-baru ini mengatakan: "Untuk proyek dengan pembiayaan berbiaya rendah yang memanfaatkan sumber daya berkualitas tinggi, PV (fotovoltaik) surya sekarang menjadi sumber listrik termurah dalam sejarah. Surya telah berkontribusi pada sekitar setengah dari penambahan kapasitas pembangkitan global karena murah."
Namun, di mana Indonesia dapat meletakkan 10 miliar panel surya yang dibutuhkannya? Berdasarkan studi kami, panel-panel tersebut dapat ditempatkan di atap dan bekas lokasi tambang batubara, di lokasi pertanian, dan mengapung di laut pedalaman khatulistiwa Indonesia yang tenang. Berikut adalah tempat untuk memasang 10 miliar panel:
1) Surya atap: Ini tidak memerlukan ruang tambahan. Sejumlah besar surya dapat ditempatkan di atap perumahan, komersial, dan industri, fasad bangunan, dan area perkotaan lainnya mencapai 7-19% dari kebutuhan.
2) Agrofotovoltaik (APV) melibatkan penempatan bersama panel surya di antara padang rumput atau tanaman. Penggunaan ganda lahan ini dapat menjadi aliran pendapatan tambahan bagi petani.
Banyak negara, misalnya, telah mengembangkan sistem APV berskala besar yang terhubung ke jaringan listrik. Indonesia memiliki 210.000 kilometer persegi tanaman rendah seperti jagung, atau kopi. Dengan asumsi rata-rata cakupan APV 10%-30% diterapkan pada semua tanaman rendah kecuali padi, 30-90% dari panel yang dibutuhkan dapat ditempatkan di lokasi seperti itu.
3) Bekas lokasi tambang sudah memiliki jalur distribusi/transmisi listrik dan infrastruktur transportasi yang ada, yang dapat membantu pengembang mengurangi biaya modal dalam penyebaran PV surya. Kami menemukan bahwa 2.300 kilometer persegi area pertambangan berlisensi di Indonesia adalah lahan terganggu. Ini dapat menampung sekitar 0,5 TW kapasitas PV surya (sekitar 7% dari kebutuhan).
Potensi Energi Panas Bumi Indonesia
Indonesia memiliki sekitar 40% dari potensi panas bumi dunia, dengan kapasitas 28.000 megawatt (MW) di 300 lokasi. Pada tahun 2022, Indonesia memiliki 2.356 MW kapasitas panas bumi yang terpasang, menjadikannya produsen listrik tenaga panas bumi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, dan melampaui Filipina. Energi panas bumi menyumbang 1,9% dari total pasokan energi Indonesia dan 3,7% dari pembangkitan listrik pada tahun 2007.