Media iklan cetak dan televisi tradisional menggunakan teknik penargetan untuk memasarkan produk kecantikan kepada konsumen, terutama wanita, di Indonesia dan di seluruh dunia. Selain mempromosikan keinginan untuk memiliki tipe tubuh langsing, para pemasar fesyen dan kosmetik mengidealkan rambut yang berkilau dan berwarna cerah; kulit yang halus, tidak berbulu, dan kencang; kuku yang terawat; bulu mata yang lentik; dan warna kulit yang tidak terlalu gelap atau terlalu terang. Berusaha menciptakan pelanggan setia, perusahaan fesyen dan kosmetik juga memasarkan produk mereka kepada kelompok demografis yang semakin muda dan mudah dipengaruhi seperti praremaja dan remaja.
Sebuah analisis penting yang dilakukan oleh cendekiawan dan aktivis Jean Kilbourne dan dipublikasikan di Media & Values pada tahun 1990 mengungkapkan tren dalam iklan fesyen dan kosmetik perempuan yang menurut banyak cendekiawan feminis masih bertahan hingga abad ke-21. Pertama, cita-cita yang didorong kepada wanita sangat artifisial dan praktis tidak mungkin tercapai. Kedua, wanita digambarkan terutama dalam salah satu dari dua peran stereotip: ibu rumah tangga atau objek hasrat seksual pria. Ketiga, jika perempuan digambarkan di luar dua peran sempit tersebut, mereka digambarkan sebagai manusia super, percaya diri, dan memegang kendali penuh atas kehidupan profesional dan pribadi mereka. Para kritikus berpendapat bahwa rentetan pesan-pesan semacam itu tanpa henti memiliki efek negatif yang tak terelakkan dan mendalam terhadap bagaimana anak perempuan dan perempuan memandang diri mereka sendiri. Masalah-masalah tersebut semakin meningkat di era media digital, dengan American Medical Association (AMA) yang menentang gambar-gambar yang diubah dan dimanipulasi secara digital dalam iklan industri kecantikan sejak tahun 2011.
Meskipun industri kecantikan telah bergerak ke arah diversifikasi standar dan cita-cita konvensionalnya, hasilnya tidak selalu menghasilkan reaksi positif. Merek perawatan pribadi Dove telah terlibat dalam berbagai kontroversi di abad ke-21, termasuk Kampanye Kecantikan Sejati yang dimulai pada tahun 2004 dan menampilkan wanita sehari-hari, bukan aktris dan model.Â
Banyak pemirsa yang menafsirkan pesan kampanye tersebut sebagai pesan yang dangkal, dengan alasan bahwa kampanye tersebut menggambarkan wanita yang tidak percaya diri dan sibuk dengan penampilan mereka. Dove juga mengalami reaksi keras secara online karena memajukan cita-cita kecantikan rasial yang bermasalah, seperti kritik terhadap iklan tahun 2017 yang menyiratkan bahwa kulit wanita kulit hitam menjadi putih setelah menggunakan produk Dove. Perusahaan lain telah melakukan upaya untuk melakukan diversifikasi, dengan CoverGirl meluncurkan kampanye pada bulan Oktober 2017 yang secara umum mendapat tanggapan positif dengan merangkul model dari berbagai usia, ras, dan tipe tubuh. Merek kosmetik yang dijual langsung ke konsumen seperti Glossier juga mengadopsi penggambaran wanita yang lebih realistis dalam iklan mereka untuk memanfaatkan gagasan modernisasi tentang kecantikan.
Di Indonesia, yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sertifikasi halal telah menjadi faktor penting bagi produk kecantikan. Produk halal adalah produk yang diizinkan menurut hukum Islam, yang melarang bahan-bahan seperti daging babi dan alkohol, serta proses dan sistem persiapan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Sejak tahun 2019, sebuah undang-undang telah diberlakukan yang mengharuskan semua produk kecantikan yang dijual di Indonesia untuk sepenuhnya bersertifikat halal pada bulan Oktober 2026.Â
Hal ini menjadi tantangan bagi merek kecantikan global dan lokal yang perlu menyesuaikan rantai pasokan dan formulasi mereka untuk memenuhi standar halal. Menurut Mintel Global New Products Database, peluncuran produk kecantikan dan perawatan pribadi di Indonesia dengan klaim halal menunjukkan peningkatan sebesar 20 persen dari Mei 2019-April 2020 menjadi Mei 2020-April 2021. Beberapa analis melihat hal ini sebagai perkembangan positif yang mencerminkan meningkatnya permintaan akan produk kecantikan yang etis dan berkelanjutan di kalangan konsumen Indonesia.
Media Digital dan Media Sosial
Dorongan untuk mengakhiri citra iklan industri kecantikan yang diubah dan dimanipulasi telah mulai mendapatkan perhatian dari para pengiklan di Indonesia dan di seluruh dunia. Peritel dan produsen termasuk ModCloth, Target, Aerie, CVS, Bongo, dan Dove telah berkomitmen untuk menggunakan ruang iklan kecantikan yang "bebas dari Photoshop". Namun, para pengamat telah menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut dapat memperoleh manfaat citra publik yang signifikan dengan mengadopsi cita-cita yang lebih sehat, realistis, dan progresif. Sebagai contoh, beberapa analis menunjukkan bahwa strategi pemasaran Dove mungkin mencerminkan keinginan untuk menjauhkan diri dari kampanye dan iklannya yang tidak diterima dengan baik. Selain proyek kepercayaan diri yang sedang berlangsung, Dove meluncurkan kampanye #BeautyBias dan #MyBeautyMySay pada tahun 2018.
Terbukti dari kampanye tagar Dove, media sosial telah muncul sebagai kekuatan utama dalam pemasaran industri kecantikan di Indonesia, dengan para blogger, vlogger, dan influencer berbasis platform yang berusaha menjembatani kesenjangan antara standar kecantikan yang digambarkan di media lama dan realitas konsumen yang beragam. Kedekatan dan keaslian yang dimungkinkan oleh platform-platform ini terus mendorong perubahan; sebagai contoh, perusahaan makeup independen mengalami lonjakan penjualan sebesar 42,7 persen pada tahun 2016, dengan orang dalam menafsirkan pergeseran ini sebagai cerminan dari tren yang lebih luas dan perubahan sikap. Semakin banyak tokoh kecantikan online yang menantang norma-norma gender konvensional, dengan individu yang tidak memiliki dua jenis kelamin dan tidak sesuai dengan gender seperti Jeffree Star (1985-) dan Manny MUA (1991-) yang menduduki peran yang berpengaruh di antara vlog kecantikan dan makeup online. Wanita kulit berwarna juga telah merengkuh jangkauan media sosial, dengan para kreator YouTube seperti Jackie Aina (1987), Monica Veloz (1992), dan Nyma Tang (1991) mengisi kekosongan dan menarik jutaan pelanggan dengan tutorial tata rias untuk wanita berkulit gelap.