"Kolom Ogre," sekelompok orang bersenjata yang meneror Sagaing, Myanmar tengah pada bulan Maret lalu, melakukan kejahatan keji, termasuk pemerkosaan, penyiksaan, dan pembunuhan. Namun, kekejaman seperti itu hanya memperkuat tekad para pemberontak, yang terus berjuang untuk tujuan mereka.
Perubahan iklim juga berperan dalam konflik ini, dimana pemberontakan mendapatkan momentumnya di daerah kering di bagian tengah yang dilanda kekeringan, sehingga memperparah kemiskinan. Kejahatan juga menjadi motivator bagi para pejuang, dengan tentara dan beberapa milisi etnis yang terlibat dalam penyelundupan heroin dan batu giok. Akibatnya, Horsey memprediksi perang akan terus berlanjut selama beberapa dekade mendatang.
Terlepas dari banyaknya ide tentang cara mengakhiri perang, dunia tetap diliputi konflik. Saran-saran seperti mencari mediator yang dihormati, memulai pembicaraan tidak resmi, dan melibatkan lebih banyak perempuan dan kelompok masyarakat sipil dalam proses perdamaian telah diajukan. Namun, David Miliband, kepala IRC, mencatat bahwa mengecualikan orang-orang dari politik tidak efektif, sebagaimana dibuktikan oleh kesalahan dalam membersihkan tentara Irak dari semua pendukung rezim Saddam Hussein. Demikian pula, membangun sebuah sistem di Afghanistan tanpa Taliban juga tidak berhasil. Sayangnya, langkah-langkah yang paling penting untuk mempromosikan perdamaian, seperti membangun negara-negara fungsional di negara-negara yang dilanda perang dan mengekang perubahan iklim, dapat memakan waktu puluhan tahun untuk diterapkan.
Upaya-upaya global untuk mendorong perdamaian terhalang oleh hak veto yang dipegang oleh dua anggota DK PBB yang dikenal dengan pelanggaran hak asasi manusia dan yang keberatan dengan campur tangan dalam urusan internal rezim-rezim yang kejam. Rusia telah menggunakan hak vetonya sebanyak 23 kali dalam satu dekade terakhir untuk memblokir resolusi yang memungkinkan lebih banyak bantuan masuk ke Suriah, menyelidiki kejahatan perang di Balkan, dan menegakkan kedaulatan Ukraina. Cina telah menggunakan hak vetonya sebanyak sembilan kali. Sebaliknya, AS telah menggunakannya tiga kali untuk melindungi Israel, sementara Perancis dan Inggris belum menggunakannya sama sekali. Pada periode 2001-2010, Rusia dan Cina hanya menggunakan hak veto mereka masing-masing sebanyak empat dan dua kali, yang menunjukkan adanya peningkatan penggunaan hak veto dalam beberapa tahun terakhir.
Sebuah proposal Perancis untuk menangguhkan hak veto ketika terjadi kekejaman berat telah disahkan oleh majelis umum PBB tahun lalu, namun diveto oleh Rusia. Akibatnya, dunia bergerak menuju "zaman impunitas", seperti yang dikatakan Miliband, di mana negara-negara dapat melakukan kekejaman berat tanpa hukuman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H