JANAGAN ADA PR ??
Sewaktu saya kecil masih sekolah di SD, saya sekolah di  SDN Caringin yang jaraknya dari rumah orang tua sekitar 500 meter , cukup jalam kaki 10 menit sudah tiba di sekolah. Baru belajar 1 semester, saya berantem dengan teman dan tangan saya digigitnya. Karena tak tahan sakit digigit, saya jenggut rambutnya dan banting hingga mental teman yang sok jagoan itu.
Karena kasus tersebut saya dipindahkan ke MI Nurul Falah Tunjung Ketug yang jaraknya mencapai 2 km dari rumah orang tua, saya pindah pada saat naik ke kelas dua. Â Meski jauh dari rumah ke MI tempat saya sekolah saya tak pernah diantar atau dijemput seperti anak zaman now. Dari kampung saya, yang sekolah ke MI tersebut hanya saya dan abang Encep, kakak kandung saya. Entah apa alasan abahku memilih menyekolahkan kami di sekolah ini?.
MI Nurul Falah Tunjung menjadi pijakan awal bagi saya mengenal semua pelajaran dan berinteraksi  dengan teman sebaya, dengan teman yang lebih tua dan yang lebih muda. Rasanya ada saja tiap hari yang membully saya dengan kata-kata yang melecehkan. Mulai dari bully-an  terkait fisik maupun lainnya. Kadang ada yang saking tidak tahannya dibully hingga ada yang pindah sekolah.
Seingat saya, di MI tempat saya belajar jarang ada pemberian tugas rumah atau PR. Yang ada pemberian tugas hafalan. Mulai dari menghafal surat pendek, bacaan sholat, doa harian, hadits dan kosa kata bahasa Arab serta perkalian. Ada saja pelajaran yang minimal memberikan tugas untuk menyalin ayat, hadits dan kosa kata serta menghafalkannya di depan kelas pada pekan depannya.
Dengan adanya tugas tersebut saya dan semua murid di MI NF Tunjung Ketug berusaha untuk menghafal apa yang ditugaskan, karena jika tidak berhasil saat maju di depan kelas, maka selama pelajaran berlangsung kami akan menyimak pelajaran dengan berdiri, sebagai sangsi.
Sebelum kami naik ke kelas 4 harus sudah beres hafal perkalian 1 hingga 9. Dengan demikian pada kelas 4 kami tak kesulitan untuk mengerjaan soal  matematika karena memang fondasinya perkalian tersebut. Kosa kota bahasa Arab hingga kelas 6 dihafal targetnya minimal 200, dan pribahasa minimal 50, hadits 40, dan ayat terkait pelajaran agama minimal 30, dan kami berkompetisi untuk bisa menuntaskannya, agar bebas dari tuntutan dan bisa lulus.
Selepas dari MI saya melanjutkan ke MTs Nur El Falah Kubang di Petir, jaraknya dari rumah orang tua sekitar 5 Km dan ditempuh jalan kaki. Untung saja dari kampung saya banyak yang sekolahnya di sana. Sehingga meski cukup jauh karena jalan bersama sambil mengobrol rasanya lebih ringan.
Kedisipinan di Sekolah baru tempat saya belajar sangat terkenal. Upacara Senin dimulai pukul 06.45 sehingga kami yang jauh terbiasa berangkat bakda subuh sambil bawa obor terbuat dari batang bamboo diisi minyak tanag diberi sumbu serabut kelapa atau kain bekas.  Asap hitam dari obor kadang  masuk ke hidung dan bikin kotor lubang hidung. Saya lari tak mau ada di belakang yang bawa obor.
Di MTs ini ada PR, namun sebagian adalah PR menghafal seperti sewaktu saya di MI. Saya senang karena sebagian apa yang ditugaskan untuk dihafalkan baik kosa kata bahasa arab, hadis dan hafalan ayat qur'an serta perkalian sudah saya kuasai. Hingga pada saat ditugaskan saya langsung maju pertama. Tugas yang paling terkenang  selama masa SLTP di MTs adalah membuat Resensi novel, dan kebagian judul Layar terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana.
Ada juga PR lain yaitu bahasa Inggris, kami diminta menerjemahkan 1 teks bacaan tentang perkemahan yang terdiri dari 6 paragraf dan boleh memilih minimal 2 paragraf,  bagi murid yang mebuat lengkap 6 paragraf akan diberi tambahan nilai, saya memilih opsi mengerjakan semua. Senang rasanya diberi nilai 8, padahal sewaktu kelas 7 nilai bahasa Inggris 6, karena memang dari nol, di masa sekolah di  MI tidak ada bahasa Inggris.
Yang sangat terkesan dengan pemberian PR di MTs tugas Bahasa ndonesia buat resensi Novel adalah membacakan hasil resensi di depan kelas dan diberikan pertanyaan dari teman atau guru. Seru banget yang tidak baca kisah di buku dan hanya baca resensi jadinya ketahuan bahwa dibuatkan. Untung say abaca semua halaman, sehingga bisa menjawab pertanyaan tentang kisah di buku tersebut dengan baik, dan di raport diberi nilao 9. Kala itu jilai 9 adalah tertinggi.
Yang bahasa Inggris pun demikian, kami diminta maju perkelompok berurutan dari yang pilih paragraph 1-2, 3-4, dan 5-6.  Sekali maju 3 orang dan membacakan hasil  terjemahan yang lucu karena perkata dari kamus. Banyak yang mengeryitkan dahi saking tak mengerti alur kisah dari judul bacaan Kemping  yang kam terjemahkan.
 Setelah selesai maju semua, barulah kami diminta mencocokan dengan terjemahan guru, dan kami diminta menilai dengan jujur berapa layaknya karya kami dinilai?. Malu rasanya karena banyak yang terjemahan yang dipahami karena perkata. Namun kami bisik-bisik kamu mau kasih nilai berapa?.  Saya 8, kalau kamu?. Sama saya juga 8. Hanya ada 3 orang yang memberikan nlai 9. Dan pak guru membubuhkan tanda tangan serta titmangsa di buku PR kami.
Saat sekolah SLTA saya masuk di MAN 2 Serang salah satu sekolah terbaik di Banten, muridnya dari mana-mana, bahkan dari  Jakarta, Tangerang, Pandeglang, Lebak dan Cilegon ada. Persaingan sangat ketat, dan PR hampir semua pelajaran memberikan. Kesal rasanya dan merasa bahwa guru mengerjai kami. Namun demikian dengan adanya PR kami sadar bahwa niatannya bagus supaya kami mempelajari materi  yang diberikan di rumah masing-masing.
Setelah kuliah  di IKIP Jakarta, pemberian PR ada namun tak seberat di MAN 2 Serang, ada PR buat makalah atau membuat terjemahan dari teks aslinya , karena saya kuliah bahasa Asing tepatnya bahasa Arab. Dengan pembiasaan selam 12 tahun menghafal kosa sewaktu MI, MTs dan MAN 2 Serang, mungkin kosa kata yang saya hafal sudah hampir 500 sehingga saat kuliah enjoy saja.
Beda denga  teman yang lulusan SMA yang memang dari nol, sangat berat bahkan ada beberapa yang tak sanggup akhirnya pindah jurusan ke PPKn atau Teknologi Pendidikan. Rupaya ada benarnya alah bisa karena biasa, saat didiktekan pun saya biasa menuliskan bahasa arab dan hampir sempurna tak ada kesalahan.
Pertanyaan kini muncul apakah di era Milleniah hari ini, PR masih diperlukan?. Â Menurut pendapat saya, PR Â tetap diperlukan dengan catatan tidak semua pelajaran memberikan. Misal sehari ada 3 Pelajaran, maka guru harus sepakat yang ngasih PR 1 pelajaran saja. Pekan depan yang sudah ngasih PR tak boleh ngasih lagi, digantI pelajaran yang belum MEMBERIKAN PR. Jadi Murid tak bosan, PR melulu.
Pertimbangan masih perlunya ada PR namun dibatasi agar setiap malam murid dibiasakan menyiapkan buku pelajarannya, dan mengerjakan PR pekan lalu, namun singkat tak harus sampai pukul 23 atau bahkan 24 karena semua pelajaran ada PR. Terus terang saya kesal dengan Sekolah anak saya yang saat ini kelas XII di MAN 2 Serang.
Saya amati setiap malam minimal ada 2-3 pelajaran PR yang harus dikerjakan, sehingga anak saya kurang tidur dan kelelahan, badanya pun kurus. Sempat saya tanyakan kalau tak kuat apakah ingin pindah sekolah cari yang sedikit saja PR-nya?. Â Namun anak saya menjawab : "Tidak perlu ayah, karena memang kalau mau pintar harus banyak belajar kata Pak guru dan bu guru".
Bagamana pendapat bapak dan ibu pembaca artikel ini?. Silahkan  komentar. Yang terbaik ada hadiah buku dari saya. Terima kasih.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H