Kedua jika ada keperluan pinjam peralatan atau titip rumah saat berangkat kerja merasa tenang. Jika tiba-tiba turun hujan dan kami belum pulang, maka kami tak perlu kawatir karena tetangga kami akan mengamankan jemuran tersebut.
Jika datang pak pos atau kurir pengantar barang, dan rumah kami kosong, mereka berkenan menerima. Dan saat kami pulang mengantarkan ke rumah kami yang jaraknya hanya 5-10 langkah dari rumahnya.Â
Ketiga ada syukuran akikah, sunatan/khitan atau menikahkan anak, maka hajat 1 orang, maka yang terlibat semua tetangga.Â
Dan terakhir tetangga kami tak saling panas-panasan dalam masalah harta kekayaan. Jika ada yang beli kendaraan roda dua atau bahkan roda empat, maka yang lain ikut bahagia. Demikian jika ada yang berangkat umrah atau haji, maka tetangga liannya ikut mengantar dan ikut bahagia.
Di bulan Ramadhan, kami saling antar makanan buka puasa, dan jelang sahur saling membangunkan dengan kirim WA jika tak di balas kami telepon kawatir belum bangun.
Demikianlah kisah tetanggaku, semoga kisah ini menghibur dan membuat kita sadar bahwa jangan mengharap dapat tetangga yang sesuai selera namun tetaplah baik dengannya, karena kebaikan akan meluluhkan hati para tetangga yang awalnya kurang baik.Â
Wassalaam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H