Selain itu, jemurannya kadang menyebrang ke wilayah jemuran kami. Pembatas tembok yang memisahkan rumah kami dan rumah tetangga sebelah digunakan juga untuk jemur yang kadang sepotong menjuntai ke wilayah kami.
Tentu saja kami merasa sungkan untuk menegurnya secara langsung, karena tetangga sebelah tersebut lebih lama mengontraknya daripada kami.Â
Saat hari pertama kami tiba di rumah kontrakan, Pak Yoyok mengajak kami berkeliling menemui para tetangga dan mengenalkan kami ke mereka.Â
Baru hari pertama tinggal di rumah kontrakan, kami dikagetkan suara musik dari rumah tetangga sebelah saat adzan ashar.Â
Kami coba bersabar, dan menyalakan TV dengan volume agak keras untuk menangkal masuknya suara musik dari rumah sebelah. Yang terjadi malah benturan suara yang bikin tak nyaman telinga, padahal kami butuh ketenangan sepulang kerja.
Mengadu ke Pak Yoyok, akan beberapa ketidaknyamanan dari sikap tetangga sebelah dan pak Yoyok mengatakan bahwa kami harus bersabar, karena pengontrak sebelum kami pun mengadukan hal serupa.Â
Beliau berjanji akan menyampaikan keluhan kami dan semoga mau mendengarkan. Spontan kami mengamini, dan menyampaikan ucapan terima kasih pada Pak Yoyok.Â
Setelah itu, lumayan agak berkurang gangguan suara musik dari tetangga sebelah, jika pas adzan suaranya dikecilkan minimal.Â
Belakangan saya mengetahui dari Pak RT bahwa tetangga sebelah rumahku itu orang Batak.Â
Seiring waktu kami mencoba kirim makanan ke tetangga sebelah jika masak meski hanya semangkuk sayur atau kolak pisang.Â
Jika pulang dari jalan-jalan kami pun mengantarkan sedikit oleh -- oleh. Perlahan tetangga sebelah rumah yang awalnya jutek dan bikin ulah, mulai mau senyum dan menyapa serta jemuran bajunya tak menjuntai lagi ke wilayah kami.Â