Damar yang kuliah di Jakarta di kampus IKIP Jakarta di Rawamangun mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Arab awal kuliah tahun pertama tinggal di rumah sahabat abahnya Pak Fuad pedagang daging di pasar Pulo Gadung Jakarta Timur.
 Kami mengenal Pak Fuad karena ada 2 anak beliau yang pernah mondok di Ponpes Nur El falah Kubang Petir Serang di Banten.Â
Pas abahku cerita bahwa Damar anaknya kuliah di Rawamangun, beliau menawarkan kalau mau tinggal bersama anaknya Mas Mujid yang kuliah di Universitas Empu Tantular silahkan saja, ia pun memberikan alamat dan nomor telepon rumah kepada Abahnya Damar.
Sewaktu hari pertama diantar ke Kampus IKIP Jakarta di Rawamangun, Damar diantar kakaknya Dudi Setiawan (kini sudah almarhum) untuk bayar uang daftar ulang setelah diterima kuliah di kampus tersebut melalui jalur PMDK (undangan rektor). Tahun 1996 ketika itu nama Rektor IKIP Jakarta dijabat oleh Ibu Prof. Dr. Anah Suhaenah Suparno.Â
Ada kenangan manis bagi Damar saat ia menjadi mahasiswa baru (MABA) di kegiatan OSPEK. Ia dipilih panitia untuk  mewakilili mahasiswa Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, untuk disematkan tanda peserta OSPEK oleh rektor.  Dan di hari penutupan OSPEK di Fakultas masing-masing, Damar ditunjuk untuk pembaca do'a.
Tinggal di rumah Pak Fuad yang ukuran rumahnya hanya seluas 80M2 dan ada 2 kamar  tidur, ruang tamu, dapur dan kamar mandi, serta di atas ada pavilion /1 kamar dengan 4 anak dan tambah Damar maka genal 7 orang tentu menjadi tantangan tersendiri. Apalagi kamar yang atas tempat aku menumpang aku tidur bersama 2 anak beliau.Â
Nyaris penuh sesak, namun karena belum ada pilihan lain Damar pun menerima dengan cara menenangkan diri bernyanyi lagu Pramuka " di sini senang, di sana senang ... " . Untung saja pada tahun kedua Damar berkenalan dengan kang Yadi dan Mustopa orang Bandung dan Ciamis.
Kang Yadi yang mahasiswa Jurusan Teknik Mesin IKIP Jakarta bercerita, bahwa beliau tinggal di Asrama Yatim Putra Mulia di Kayu Putih Pulo Gadung dan menawarkan pada damar dan Mustopa untuk juga bisa tinggal di sana. Taka da persyaratan khusus selain mau membantu menjaga dan mengasuh anak-anak yatim di panti tersebut.Â
Karena penasaran Damar dan Mustopa segera melakukan survei untuk penjajagan apakah menarik bagi mereka jika pindah ke sna?. Alhasil mereka minat untuk tinggal di sana. Panti tersebut bangunannya baru dan megah, dalam satu Kawasan di jl kayu putih ada masjid, ada swalayan, ada asrama tempat tinggal anak yatim, ada ruang makan dan banyak kamar mandi. Serta ada ruang kamar ustad.
Damar dan Mustopa tinggal di kamar ustad, yang ternyata sudah ada 3 ustad yaitu ustad Ali Rido kuliah di LIPIA, Ustadz Ahmad Saikhu kuliah di LIPIA, dan Kang Yadi kuliah di IKIP Jakarta. Anak Yatim di panti asuhan Putra Mulia ada sekitar 50 orang berasal dari pedalaman Pulau Mentawai Sumatra Barat.Â