Dalam manajemen asuransi kesehatan pastinya akan berhubungan dengan pengajuan klaim kesehatan berupa dokumen. Dokumen klaim berisi lampiran bukti-bukti pelayanan kesehatan yang telah diberikan kepada seseorang sebagai peserta asuransi kesehatan di pelayanan kesehatan.
Bukti-bukti tersebut salah satunya adalah terapi pengobatan yang telah diberikan oleh tenaga medis. Sehingga dapat terlihat kaitannya yang sangat erat bahwa farmasi atau obat-obatan merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan klaim asuransi kesehatan (Ilyas, 2003).
Perlu kita ketahui asuransi kesehatan mencakup produk asuransi yang terdiri dari asuransi kesehatan sosial dan komersial. Disini kita perlu menyepakati pengertiannya terlebih dahulu. Asuransi Sosial adalah adalah asuransi yang wajib diikuti oleh seluruh atau sebagian penduduk (misalnya pegawai), premi atau iurannya bukan nilai nominal tetapi prosentase upah yang Wajib dibayarkan, dan manfaat asuransi (benefit) ditetapkan peraturan perundangan yang relatif sama untuk semua peserta.
Sedangkan asuransi kesehatan komersial adalah asuransi yang dijual oleh perusahaan atau badan asuransi lain, sifat kepesertaannya sukarela-tergantung kesediaan orang atau perusahaan untuk membeli dan preminya ditetapkan dalam bentuk nominal sesuai manfaat asuransi yang ditawarkan. Karena itu premi dan manfaat asuransi kesehatan komersial sangat bervariasi dan tidak sama untuk setiap peserta(Thabrany, 2013).
Karena sifat pelayanan kesehatan yang Asimetris Informasi menyebabkan ketidaktahuan pasien untuk terapi obat yang tepat untuk penyakit yang diderita (Thabrany, 2013). Untuk mengindari kerugian atas penggunaan obat-obatan pada peserta asuransi biasanya asuransi kesehatan komersial memberlakukan sistem manage care.
Manage care adalah merupakan konsep yang berkembang dapat didefiniskan sebagai sistem yang mengintegrasikan pembiayaan dan penyediaan pelayanan kesehatan dalam suatu sistem yang mengelola biaya, kemudahan dalam mengakses pelayanan bagi pesertanya serta menjaga mutu layanan kesehatan.
Integrasi pembiayaan dan penyediaan pelayanan kesehatan ini dilakukan dengan melakukan kesepakatan dengan pemberi pelayanan kesehatan tertentu untuk melaksanakan serangkaian pelayanan kesehatan yang komprehensif bagi peserta program, patokan/standar yang dinyatakan secara eksplisit dalam seleksi pemberi pelayanan kesehatan.
Program formal untuk memperbaiki kualitas layanan kesehatan dan kajian pemanfaatan layanan kesehatan, penekanan pada upaya pemeliharaan kesehatan peserta agar tetap sehat sehingga penggunaan jasa pelayanan pengobatan berkurang, dan juga dapat memberikan insentif pembiayaan bagi peserta bila memanfaatkan pemberi layanan kesehatan yang ada dalam jaringan (Thabrany et al., 2005).
Secara eksternal, organisasi managed care perlu memperketat dalam hal pengendalian kecurangan dan penyalahgunaan. Pemberi layanan kesehatan dari luar perlu diaudit karena adanya tagihan- tagihan yang begitu besar dan tidak layak. Red flag (tanda peringatan) dapat digunakan dalam proses audit itu.
Misalnya, red flag tersebut dapat menunjukkan adanya kombinasi tidak logis dalam pelayanan medis (misalnya, prosedur medis yang dilaksanakan terhadap orang-orang yang tidak sesuai jenis kelaminnya)(Nurbaiti et al., 2014).
Dalam hal biaya obat-obatan, baik pemberi layanan kesehatan maupun pasien dapat memerangi kecurangan. Upaya untuk memberantas kecurangan farmasi seperti melakukan persyaratan agar menggunakan obat generik, melakukan konfirmasi ke asuransi penjamin untuk obat-obat mahal, melebihi jumlah tertentu (misalnya, Rp. 200.000), atau jenis obat yang meragukan atau tidak jelas(Nurbaiti et al., 2014).
SIM jaringan atau antar asuransi dan pemberi layanan kesehatan dapat digunakan untuk mendeteksi kecurangan dan penyalahgunaan obat-obatan. Sistem ini sering menemukan penyalahgunaan yang terjadi karena resep yang tidak benar. Sistem farmasi harus dicek dan diperhatikan secara saksama untuk mencegah penggunaan obat dan dosis yang tidak tepat. Secara retrospektif, pengecekan sistem dapat dilakukan untuk membandingkan instruksi dokter dengan obat dan dosis yang sesungguhnya diberikan.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) sangat berguna dalam pengendalian obat-obatan; sistem yang canggih mampu untuk memeriksa kelayakan seorang untuk memperoleh resep tertentu, mengonfirmasi apakah resep ditanggung oleh program asuransi atau merupakan bagian dari formula obat-obatan yang dapat disetujui, menunjukkan otorisasi sebelumnya untuk obat-obatan khusus, validasi apakah jumlah atau dosis berada pada norma praktek medis yang dapat diterima, dan memperhatikan informasi konsumen untuk mencegah interaksi obat-obatan, interaksi obat dengan penyakit, atau penggunaan berlebihan obat-obatan tertentu (misalnya, memberikan tanda bahwa suatu resep terlalu cepat diberikan).
Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional, pemerintah telah mengatur tentang tindakan kecurangan dikarenakan dapat menimbulkan kerugian bagi dana jaminan sosial nasional. Diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 36 Tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) Dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Pada Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Dalam peraturan tersebut disampaikan bahwa Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan pada Sistem Jaminan Sosial Nasional yang selanjutnya disebut Kecurangan JKN adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja oleh peserta, petugas BPJS Kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan, serta penyedia obat dan alat kesehatan untuk mendapatkan keuntungan finansial dari program jaminan kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui perbuatan curang yang tidak sesuai dengan ketentuan(Kementerian Kesehatan RI, 2015).
Kecurangan yang dilakukan peserta yaitu dengan menjual kembali obat yang telah diberikan kepada orang lain, yang seharusnya obat tersbut digunakan oleh peserta sendiri. Sedangkan kecurangan yang dilakukan oleh pemberi layananan kesehatan yaitu dengan sengaja melakukan penggelembungan biaya atas tagihan obat. Penggelembungan tagihan obat dan alkes/inflated bills merupakan klaim atas biaya obat dan/atau alat kesehatan yang lebih besar dari biaya yang sebenarnya (Kementerian Kesehatan RI, 2015).
BPOM RI juga melakukan pengawasan secara ketat terhadap tata kelola obat-obatan tersentu yang sering disalahgunakan dengan dikeluarkannya peraturan No 7 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan berupa sanksi seperti peringatan keras, penghentian sementara kegiatan, pembatalan persetujuan izin edar, rekomendasi pencabutan pengakuan dan/atau rekomendasi pencabutan izin.
Dalam Era JKN permasalahan paling banyak timbul di ketersediaan obat. Perusahaan obat tidak dapat memenuhi kebutuhan obat yang dipesan oleh Rumah Sakit maupun pemberi layanan kesehatan di tingkat primer. Dalam materi presentasi Ibu Engko disampaikan bahwa Hal ini disebabkan karena pada beberapa pemberi layanan kesehatan tidak membuat Rencana Kebutuhan Obat namun melakukan pemesanan ke perusahaan obat (Sosialine, 2015).
Karena hal tersebut maka pemerintah melakukan beberapa upaya denga melakukan sosialisasi agar pemberi layanan kesehatan membuat rencana kebutuhan obat. Ataukah perusahaan obat yang secara sengaja tidak memproduksi obat karena harganya yang terlalu murah sehingga lebih mengutamakan dengan memproduksi jenis obat yang meguntungkan perusahaan?
Dalam majalah info BPJS Kesehatan edisi XXIX Bulan November 2015 disampaikan bahwa Potensi fraud oleh penyedia obat dan alat kesehatan relatif sedikit yaitu tidak memenuhi kebutuhan obat dan/atau alat kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan melakukan kerjasama dengan pihak lain, mengubah obat dan/atau alat kesehatan yang tercantum dalam e-catalog dengan harga tidak sesuai dengan e-catalog (BPJS Kesehatan, 2015).Â
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 36 Tahun 2015 disebutkan tindakan Kecurangan JKN yang dilakukan penyedia obat dan alat kesehatan dapat merupa tidak memenuhi kebutuhan obat dan/atau alat kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, melakukan kerjasama dengan pihak lain mengubah obat dan/atau alat kesehatan yang tercantum dalam e-catalog dengan harga tidak sesuai dengan e-catalog, dan atau kecurangan dalam bentuk lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2015).
Rumitnya persoalan kecurangan dan penyalahgunaan obat-obatan berakar pada luasnya variasi pelayanan kesehatan dan dinamika variasi regional. Ciri khas kegiatan yang berkaitan dengan kecurangan dapat bervariasi menurut tipe industri pelayanan kesehatan (laboratorium, dokter, chiropractor, ahli farmasi), organisasi (individu, klinik, institusi) dan geografi. Ini berarti bahwa karakteristik perilaku curang bagi seorang spesialis di kota-kota besar bisa berbeda dengan spesialis di kota-kota kecil. Selain itu, karakteristik ini dapat berubah sewaktu waktu.
Untuk mengurangi risiko kecurangan dalam lingkungan elektronik, tindakan-tindakan berikut dapat diambil penetapan kriteria mutu untuk eligibilitas pemberi layanan kesehatan agar turut berpartisipasi dalam sistem atau jaringan SIM, penerapan persetujuan kontraktual tertentu yang mengatur catatan medis dan klaim dengan pemberi layanan kesehatan yang ikut serta.
Perkembangan dan penggunaan mekanisme identifikasi pemberi layanan kesehatan yang unik, melalui mekanisme ini klaim yang diajukan secara elektronik dapat ditelusuri sumbernya seperti pemicu yang menunjukkan adanya kejanggalan atau mencurigakan agar dilakukan pengkajian lebih lanjut, fleksibilitas untuk menambahkan "red flag" baru dalam sistem elektronik pada saat di identifikasi dalam analisis statistik.
Mendefinisikan kegiatan atau perilaku yang berpotensi untuk curang oleh ahli pelayanan kesehatan untuk mengidentifikasi penyimpangan yang berisiko tinggi, penelusuran riwayat perilaku keseluruhan dan komponen individual perilaku bagi pemberi layanan kesehatan pelayanan selama beberapa tahun; dan alat analisis statistik untuk mendefinisikan pola-pola perilaku yang berisiko tinggi untuk menjadi curang.
Jika dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, sistem data elektronik membantu mendeteksi kecurangan dan penyalahgunaan pelayanan kesehatan, meningkatkan mutu dan mengurangi biaya pelayanan kesehatan (Nurbaiti et al., 2014). Dengan melakukan deteksi kecurangan dan penyalahgunaan pelayanan kesehatan maka akan sangat membantu manajemen asuransi kesehatan. Semakin baik manajemen asuransi kesehatan maka semakin meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat akan asuransi kesehatan.
Asuransi kesehatan sosial dapat menyelamatkan uang negara yang diamanatkan ke BPJS Kesehatan, sehingga uang tersebut dapat digunakan dengan efektif dan efisien. Meningkatkan kepercayaan masyarakat maka akan meningkatkan jumlah peserta yang melakukan pendaftaran ke BPJS Kesehatan sehingga Universal Health Coverage (UHC) dapat terwujud di tahun 2019.
Sedangkan asuransi kesehatan komersial tentunya dapat meningkatkan pendapatan dan dapat mengembangkan usahanya. Klaim rasio yang stabil tentunya akan memudahkan perusahaan asuransi kesehatan melakukan perencanaan ditahun-tahun yang akan datang.
Dengan sistem pengawasan yang baik tentunya pemerintah dan perusahaan obat dapat memberikan kepastian kepada pemberi layanan kesehatan tentang ketersediaan obat. Dengan tersedianya obat berarti pelayanan kesehatan dapat diberikan dengan baik dan maksimal sehingga derajat kesehatan masyarakat Indonesia semakin baik.
Referensi
BPJS Kesehatan (2015) Tindak Kecurangan (Fraud) Merugikan Program JKN (Negara). Info BPJS Kesehatan, Jakarta.
Ilyas Y.(2003) ASURANSI KESEHATAN Review Utilisasi, Manajemen Klaim dan Fraud (Kecurangan Asuransi Kesehatan), Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI (2015) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2015 Tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) Dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Pada Sistem Jaminan Sosial Nasional. Indonesia.
Nurbaiti, Susmono H, Roosyna, et al. (2014) Managed Care Bagian A Mengintegrasikan Penyelenggaraan Kesehatan dan Pembiayaan Kesehatan. Mei 2014. Ginting RC (ed.), Jakarta: PAMJAKI.
Sosialine E (2015) Ketersediaan Obat di Era JKN. Batam.
Thabrany H (2013) Asuransi Kesehatan Nasional. PAMJAKI, Jakarta: PAMJAKI.
Thabrany H, Surachmad S, Iskandar K, et al. (2005) Dasar-Dasar Asuransi Kesehatan Bagian A. Thabrany H (ed.), PAMJAKI, Jakarta: PAMJAKI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H