Mohon tunggu...
Dahlan Khatami
Dahlan Khatami Mohon Tunggu... Lainnya - blablablabla

Hanya menulis yang terlintas

Selanjutnya

Tutup

Politik

Senjakala Liberalisme di Ujung Tanduk

13 November 2023   13:50 Diperbarui: 13 November 2023   13:55 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ulasan Film Dokumenter Liberal Democracy or Authoritarian State - Which Do People Want ?

Sejak zaman abad Pencerahan hingga abad 21 sejarah manusia selalu memperjuangkan kebebasan. Sebuah langkah dari merespon bentuk pemerintahan kerajaan pada masa itu di dunia Barat Eropa yang menggantinya menjadi republik atau monarki konstitusional. Selain itu adanya penghapusan pengaruh gereja pada kehidupan politik masyarakat sehingga terciptanya kebebasan. Penekanan kebebasan pada individu atau disebut dengan liberalisme  menjadi hal yang populer pada waktu dan pengaruhnya masih terasa sampai hari ini. Namun zaman telah memasuki abad 21 dunia telah berubah dengan dinamika yang berbeda pada saat itu. 

Menguatnya Otoritarianisme Serta Tergerusnya Liberalisme

Pasca Perang Dingin dunia telah beralih dari konsentrasi pada ideologi (Liberalisme dan Komunisme) menjadi kulturalisme atau disebut budaya. Sebuah perubahan fenomena yang memunculkan apa yang menjadi warisan leluhur dikenakan kembali. Bisa dilihat di belahan dunia orang-orang menggunakan atribut tradisional bahkan memadukannya pada modernitas yang masuk pada negaranya sebagai konsekuensi globalisasi. 

Setiap akar kebudayaan memiliki perbedaan yang unik sesuai ajaran nenek moyangnya sendiri untuk diikuti. Dan pemahaman yang mengikuti ajaran orang-orang terdahulu dan dianggap sebuah ketetapan tak bisa diubah dapat disebut konservatisme. Saat globalisasi dengan liberalismenya tersebar ke seluruh dunia terdapat persoalan yang dihadapi. Yaitu tergerusnya identitas nasional dan ajaran leluhur yang tergantikan dengan modernitas termasuk diantaranya liberalisme. Selain itu liberalisme yang memberikan kebebasan pada individu memiliki dilematis tentang batasan-batasannya dan konteks dirinya berada.

Meskipun liberalisme menjanjikan masa depan yang bebas dan rasional menjadi pertanyaan tentang batasan dan konteks sosial tertentu dirinya berada. Dikarenakan menekankan kebebasan individu yang membuat orang dapat menentukan dirinya sendiri dan boleh tidak melakukan apa yang tidak sesuai dengan dirinya memiliki benturan-benturan. Dan apa yang dibenturkan adalah nilai-nilai leluhur selain tidak ada kepastian tentang batasan yang dimiliki. 

Hal tersebut berbeda dengan konservatisme yang memiliki kepastian tentang batasan yang dimilikinya. Selain itu konservatisme melekat dengan identitas lokal yang sesuai dengan konteks masyarakat. Di Polandia masyarakatnya terbelah menjadi dua kelompok yaitu pendukung pemerintah dan pendukung kebebasan, keadilan, hukum dan distribusi kekuasaan. Selain itu kebebasan dan demokrasi tergerus sedikit demi sedikit di Polandia padahal pada tahun 1980an negara ini yang menyuarakan pertama kali tentang kebebasan, kemerdekaan dan kebebasan pers. Setelah Uni Soviet bubar liberalisme memasuki wilayah yang menjadi penantang utamanya kemudian Polandia menjadi anggota Uni Eropa. 

Pada saat yang sama otoritarianisme pemerintahan menguat ketika kelompok nasionalis konservatif mengambil alih pemerintahan. Mereka bersama dengan kekuatan konservatif dalam hal ini agama memperkuat pengaruhnya seperti tradisi gereja dan tradisi peran gender. Dan demokrasi dan kebebasan dipertanyakan dalam hal ini liberalisme Barat sedang berada di pinggir jurang. Pada nyatanya liberalisme tidak memiliki kepastian dan masyarakat membutuhkan kepastian sehingga ruang ini direbut oleh otorianisme-konservatif. Sejauh ini mereka berhasil merebut ruang politik hingga memberi pengaruh yang signifikan dalam ruang publik. Seperti yang terjadi di Polandia memiliki sikap yang menolak pada kelompok LGBTQ+ padahal dalam asas liberalisme mereka mendapat ruang sebagai konsekuensi hak asasi manusia. 

Kapitalisme yang Membelenggu Kebebasan Dengan Menjadikan Masyarakat Sebagai Komoditas

Liberalisme dalam penekanan aspek ekonomi membimbing pada krisis dan resesi selain membuat masyarakat abai bahwa hidupnya dalam ancaman kedua hal tersebut. Pada abad ke 21 aspek kehidupan ditopang oleh dua kekuatan yaitu pertama kapitalisme dan kemampuan membuat barang-barang menjadi komoditas. Kedua, teknologi canggih yang menyakiti lingkungan hidup dan manusia dikarenakan proses pembuatannya yang melalui eksploitasi. 

Kapitalisme dan perkembangan teknologi mempengaruhi seluruh dunia melalui digitalisasi yang membuat hidup lebih cepat dan mudah. Dalam digitalisasi memberikan perubahan signifikan melalui algoritma membuat hidup lebih nyaman karena proses ekonomi berbasiskan data menyesuaikan apa yang disukai konsumen. Meski begitu dibaliknya ada tenaga manusia lain harus dieksploitasi untuk memenuhi kerja algoritma. 

Algoritma memprediksi apa yang terjadi pada individu melalui digitalisasi sehingga mengetahui apa yang perlu untuk diarahkannya. Sebagai contoh seseorang sedang menggemari kopi kemudian algoritma menawarkan produk-produk yang berhubungan dengannya. Seperti penawaran produk terbaru ataupun diskon dalam beranda media sosial milik orang tersebut sehingga diharapkan membelinya terlepas butuh atau tidaknya bahkan ingin melihatnya atau tidak. 

Kapitalisme digital merupakan bentuk prediktif atas keinginan dan hasrat manusia dalam ekonomi. Hal tersebut dilakukan dengan cara menjadikan para pengguna media sosial diubah menjadi data dan komoditas. Kemudian diserahkan kepada perusahaan komersial untuk dijadikan target pemasaran produk terbaru mereka. Dalam hal ini kapitalisme memiliki sifat mengawasi dan disiplin ketat karena selalu terhubung melalui internet pada pengguna media sosial yang menjadi tambang data mereka. Di sini terletak ketidakbebasan karena setiap pilihan sudah diarahkan dan manusia sebagai makhluk individu sudah berubah menjadi komoditas. 

Dapat dikatakan kapitalisme sebuah aspek ekonomi sudah bersifat otoritarian karena mampu mengawasi dan mengarahkan manusia untuk melakukan sesuai algoritma. Aspek ekonomi mempengaruhi politik dan aspek politik mempengaruhi ekonomi, bentuk ekonomi kapitalisme yang mengarah pada otoritarian maka secara politik bentuk pemerintahan otoriter adalah konsekuensi logis. Untuk memperkokohnya dibutuhkan konservatisme sebagai ajaran yang tidak pernah bisa dibantah, dikritik dan diubah dikarenakan ketetapannya selain ia harus dipatuhi.  Dalam hal ini kapitalisme meraih keuntungan melalui dua hal; pertama secara ekonomi dirinya selalu tetap berjalan meski sudah dihantam krisis dan resesi berkali-kali. Kedua secara politik negara berpihak padanya melalui hukum yang memberikan kepastian bahwa semua yang dilakukannya sebagai tindakan yang sah. 

Kebebasan sudah dibelenggu dengan algoritma yang membatasi pilihan-pilihan konsumsi. Bentuk politik dengan otoritarianisme membatasi kebebasan bahkan merepresinya dengan kekuatan kekerasan. Semangat abad Pencerahan tentang kebebasan semakin merosot dan Barat sebagai pembawa sinarnya semakin tertatih-tatih. Sementara dunia semakin menunjukkan semangat otoritarian selain nasionalistik dan konservatifnya. Terlepas dari konteks hari ini tentang apa yang dihadapi oleh kebebasan selalu ada pembela dan pejuangnya untuk selalu mempertahankannya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun