Dan inilah kehidupan, malam-malam berlalu dengan sepi, menjemput pagi yang terisi torehan sinar sang mentari. Siang hadir tawarkan segenggam asa, untuk meraih senja terbalut kabut asmara. Adakah rindu yang masih tersimpan? Atau hanya kegelisahan dalam kesunyian? Entahlah! hati ini hanya bisa berbisik dalam sedih.
“Apa yang sedang kau pikirkan? tanya hatiku.
“Menunggu kenyataaan penyejuk kalbu,” jawabku.
“Kenyataan apa yang kau tunggu?”
“Apa pedulimu bertanya itu kepadaku?”
Hatiku terdiam, seakan menyesali apa yang telah dia lakukan. Begitu juga aku, tubuh ini terbaring lesu, menatap hampa langit-langit ruang batin. Malam kian larut dalam kesedihan, menemani aku yang masih sendiri dalam ketidakpastian. Suara angin terdengar merdu, memainkan irama musik mendung kelabu. Tiada nyanyian, atau rangkaian syair-syair lagu. Hanya gelombang hasrat yang semakin menderu, menghantam dinding-dinding kosong ruang sukmaku. Tarikan nafasku berjalan pelan, seiring aku ajukan pertanyaan.
“Wahai pikiran, dari mana datangnya cinta?
“Dari mata turun kehati.”
“Aku tidak percaya?”
“Tanyakan sendiri padanya!”
Aku terkejut, tubuhku kaku dan mulutku terasa kelu. Apakah dirinya marah padaku, ketika aku bertanya itu. Atau dirinya tidak senang, karena aku tiada percaya dengan apa yang dia ungkapkan. Aku bingung dalam ketidaktahuan, sungguh apa yang harus aku lakukan? Tuhan, untukku berikan aku ampunan. Tanpa kusadari mata ini berbisik.