Ketik hapus, ketik hapus itu saja yang bisa aku lakukan, sampai kemudian terlihat tanda dia sedang menulis pesan. Aku menunggu. Batal untuk mengirimkan pesan balasan.
“Maaf Dra, aku tahu ini tidak berarti apa-apa. Kamu juga tentu sekarang sudah bahagia dengan istrimu,” diakhiri emot senyum.
“Ya, hanya tidak menyangka saja, kamu yang sepopuler itu di sekolah, menyukai aku yang culun,” balasku diakhiri emot tertawa.
“Dra, tidak selalu tentang rupa, Kesederhanaan dan keluguanmu yang membuatku nyaman berada dekat denganmu.”
Waktu itu, setiap berpapasan, meskipun sedang berbincang dengan orang lain, Karen selalu tersenyum dan menyapa. Saat itu seketika hatiku berbunga dan membuatku merasa memiliki peluang. Pada waktu-waktu tertentu, seperti saat pelajaran kosong, Karen selalu menghampiriku di pojok kelas. Terkadang, sepanjang jam istirahat dia habiskan bersamaku di bangku paling belakang itu. Di lain waktu, Karen juga menghampiriku di bangku panjang di taman sekolah. Kami mengamati lalu-lalang manusia berseragam putih abu, mengomentarinya dan tertawa bersama.
“Kamu masih ingat Dra?”
“Ya”
Bukan hanya itu. Seringkali Karen meminjam buku catatanku. Kalian tahu? Dia selalu menuliskan sesuatu di buku itu. I need someone like you. Dia pernah juga menuliskan lirik lagu, oh where oh where can my baby be dan seterusnya aku lupa lagu siapa dan bagaimana lagunya. Yang membuatku sedih adalah, aku tidak tahu untuk siapa semua itu. Untukku? Mungkinkah?
“Ya, itu untukmu Dra, kamu tak pernah menanggapinya,” emot sedih.
“Benarkah?”
Namun kemudian, pengacau itu datang. Siswa baru pindahan dari kota. Dia membawa Karenku pergi. Karenku? Karen lebih suka bergaul dengan mereka. Nonton ke bioskop, nongkrong di kafe, pergi kesana kemari naik mobil si kaya itu. Tidak ada lagi waktu istirahat disamping jendela. Menertawakan orang-orang, membicarakan guru dan hal-hal bodoh lainnya.