Mohon tunggu...
Daffa Tabris Flemino
Daffa Tabris Flemino Mohon Tunggu... Mahasiswa - Tetap Belajar

Tetaplah Hidup

Selanjutnya

Tutup

Money

Menilik Salah Satu Pengrajin Wayang Kulit Tertua di Yogyakarta

10 Desember 2021   00:16 Diperbarui: 10 Desember 2021   00:34 1686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa Gamelan di toko Hadisukirno Leather Work & Handicraft/dokpri

Perusahaan ini juga sudah melakukan ekspor hasil produksi ke berbagai negara. Mereka memulai ekspor pada tahun 1985, mulai dari Amerika dan Eropa. Bahkan Universitas dari luar negeri pernah memesan gamelan dari perusahaan ini. Gamelan yang ada di museum Sonobudoyo juga merupakan hasil pembuatan dari perusahaan Hadisukirno ini.

PEPADI, yang merupakan organisasi pedalangan juga menggunakan produk wayang kulit dari Hadisukirno ini. “di DIY ini semua kota pake wayang kita, kan ada 4 kabupaten dan 1 kota, pake kita semua” tutur Bapak Arif Bimo. Taman budaya Kulon Progo dan Universitas Negeri Yogyakarta pun menggunakan gamelan dari Hadisukirno ini. 

Hal ini dapat menunjukan kualitas dari Hadisukirno Leather Work & Handicraft yang memang sangat baik, sehingga banyaknya permintaan bahkan mencapai luar negeri.

Beberapa Gamelan di toko Hadisukirno Leather Work & Handicraft/dokpri
Beberapa Gamelan di toko Hadisukirno Leather Work & Handicraft/dokpri

Dapat dikatakan, Hadisukirno ini sendiri membantu pelestarian budaya Indonesia, terutama wayang kulit dan gamelan yang dimana pada hari ini pengrajin wayang kulit dan gamelan ini sudah mulai berkurang. Mereka juga membantu menyebarluaskan dan mengenalkan budaya ini ke kancah luar negeri.

Kita sebagai pemuda penerus bangsa, harusnya dapat melestarikan budaya Indoneisa, tidak hanya wayang kulit dan gamelan, namun semua budaya lokal yang ada di Indoneisa harus kita jaga dan lestarikan. Karena kebudayaan suatu bangsa merupakan identitas bangsa itu sendiri. Jangan sampai kita sebagai bangsa yang dikatakan kaya budaya, namun melupakan budaya kita sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun