Pemeriksaan pajak adalah bagian penting dalam menjaga kepatuhan wajib pajak sekaligus memastikan bahwa penerimaan negara tercapai sesuai target. Dalam konteks ini, "Pemeriksaan dalam Rangka Penagihan Pajak" tidak hanya menjadi proses teknis administratif tetapi juga memiliki fondasi filosofis yang relevan, seperti yang dijelaskan dalam trans substansi pemikiran Aristotle. Dengan menggabungkan logika pemeriksaan pajak dan filosofi akuntansi-audit, kita dapat menciptakan kerangka analisis yang komprehensif.Â
Rerangka Pemikiran Aristotle dalam Pemeriksaan Pajak
Rerangka pemikiran Aristotle terdiri dari substansi utama (ousia) dan sembilan kategori aksiden (sumbebekos). Dalam konteks audit pajak, pendekatan ini memberikan cara pandang yang berbeda, menyoroti elemen-elemen berikut:
Substansi (ousia)
Substansi dalam pemeriksaan pajak mengacu pada inti dari objek pemeriksaan, yaitu kewajiban perpajakan wajib pajak, yang meliputi pelaporan, pembayaran, dan kepatuhan terhadap ketentuan perpajakan.Kategori Aksiden (sumbebekos):
- Kuantitas (quantity): Meliputi besaran pajak yang terutang, jumlah pembayaran, serta jumlah kekurangan.
- Kualitas (quality): Menunjukkan tingkat kepatuhan wajib pajak.
- Relasi (relation): Hubungan antara transaksi bisnis wajib pajak dengan kewajiban perpajakan.
- Tempat (place): Lokasi pelaksanaan pemeriksaan atau aktivitas wajib pajak.
- Waktu (time): Periode pajak yang diperiksa dan durasi pemeriksaan.
- Posisi (position): Status dokumen pajak, seperti SPT, SKPKB, dan Surat Tagihan Pajak (STP).
- Kepemilikan (possession): Kepemilikan data dan dokumen yang relevan untuk audit.
- Aksi (action): Tindakan korektif wajib pajak atau auditor.
- Pasif (passivity): Reaksi wajib pajak terhadap hasil pemeriksaan.
Rangkaian kategori ini membantu auditor pajak untuk menganalisis setiap aspek pemeriksaan secara sistematis dan mendalam.
Model Pemeriksaan Penagihan Pajak
Model pemeriksaan pajak mencakup langkah-langkah substansi untuk memastikan proses berjalan efisien dan menghasilkan keputusan yang adil. Berdasarkan file yang Anda unggah (halaman 6--10), berikut tahapan pemeriksaan yang diadaptasi dalam tema penagihan pajak:
Perencanaan Pemeriksaan
- Menentukan cakupan objek pemeriksaan berdasarkan analisis risiko wajib pajak.
- Mengidentifikasi periode pajak yang memiliki potensi kekurangan pembayaran.
Pelaksanaan Pemeriksaan
- Pemeriksaan dokumen seperti laporan keuangan, faktur pajak, dan catatan transaksi.
- Wawancara dengan pihak-pihak terkait untuk mengklarifikasi temuan pemeriksaan.
Analisis Data
- Menggunakan metode analitis untuk membandingkan data transaksi dengan kewajiban pajak.
- Identifikasi potensi manipulasi data atau transaksi fiktif.
Hasil Pemeriksaan dan Penagihan
- Jika ditemukan kekurangan pajak, diterbitkan SKPKB atau STP.
- Perhitungan sanksi administrasi berupa bunga sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU KUP.
Evaluasi dan Tindak Lanjut
- Meninjau keberatan atau banding yang diajukan wajib pajak.
- Penagihan lebih lanjut jika wajib pajak tidak menyelesaikan pembayaran sesuai batas waktu.
Contoh Kasus Pemeriksaan Pajak
Wajib Pajak (WP) "PT ABC" melaporkan penghasilan tahun 2022 sebesar Rp 2.000.000.000. Berdasarkan hasil pemeriksaan, ditemukan bahwa terdapat transaksi yang tidak dilaporkan sebesar Rp 500.000.000. Hal ini mengakibatkan kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp 125.000.000. Selain itu, WP terlambat membayar pajak selama 15 bulan.
Perhitungan Penagihan Pajak
- Kekurangan pajak: Rp 125.000.000
- Denda bunga 2% per bulan:
Bunga = 2% Rp 125.000.000 15 bulan = Rp 37.500.000 - Total tagihan pajak:
Total = Rp 125.000.000 + Rp 37.500.000 = Rp 162.500.000
Hasil pemeriksaan dituangkan dalam SKPKB, dan wajib pajak diberi waktu 1 bulan untuk melunasi tagihan.
Pendekatan berbasis pemikiran Aristotle menegaskan bahwa pemeriksaan pajak tidak hanya berfokus pada angka tetapi juga pada kualitas hubungan antara auditor dan wajib pajak. Beberapa prinsip yang dapat diterapkan:
Keadilan Substantif
Pemeriksaan harus mempertimbangkan kondisi nyata wajib pajak, misalnya kemampuan membayar atau kondisi ekonomi global.Kejujuran dan Transparansi
Wajib pajak wajib melaporkan kewajiban secara benar, sedangkan auditor harus jujur dalam mengungkap temuan.Akuntabilitas
Setiap tindakan auditor harus dapat dipertanggungjawabkan, baik secara hukum maupun etika.
Proses Trans Substansi dalam Pemeriksaan Pajak
Konsep trans substansi dalam audit perpajakan mencakup serangkaian proses yang memastikan bahwa setiap tahapan pemeriksaan dilakukan secara adil, terukur, dan transparan. Proses ini mencakup:
1. Identifikasi Substansi Utama
Pada tahap awal, auditor pajak mengidentifikasi substansi utama dari objek pemeriksaan, yaitu:
- Kewajiban Pajak: Meliputi jenis pajak yang harus dibayarkan, seperti PPh, PPN, dan PBB.
- Periode Pajak: Rentang waktu yang menjadi fokus pemeriksaan, biasanya berdasarkan data dalam Surat Pemberitahuan (SPT).
- Indikasi Pelanggaran: Apakah terdapat ketidaksesuaian dalam pelaporan atau pembayaran pajak yang memerlukan tindakan penagihan.
Contoh: Jika wajib pajak (WP) melaporkan penghasilan Rp 1 miliar tetapi setelah audit ditemukan penghasilan sebenarnya Rp 1,5 miliar, maka ada selisih Rp 500 juta yang menjadi dasar penagihan.
2. Perencanaan Pemeriksaan
Tahap ini mencakup:
- Analisis Risiko: Auditor memeriksa data historis WP untuk mengidentifikasi risiko ketidakpatuhan, seperti pelaporan yang tidak konsisten atau penggunaan dokumen yang diragukan keabsahannya.
- Penentuan Ruang Lingkup: Menentukan fokus pemeriksaan, misalnya pada penghasilan, pengurangan, kredit pajak, atau dokumen pendukung lainnya.
Dalam konteks penagihan, auditor memprioritaskan WP dengan risiko tinggi berdasarkan laporan analisis risiko.
3. Pelaksanaan Pemeriksaan
Tahapan ini adalah inti dari proses audit, mencakup:
- Pengumpulan Data: Auditor mengumpulkan dokumen seperti faktur pajak, laporan keuangan, dan catatan transaksi yang relevan.
- Analisis Transaksi: Menggunakan teknik analisis seperti:
- Cross-check antara data SPT dengan dokumen pendukung.
- Menganalisis pola transaksi yang tidak wajar.
- Wawancara dan Klarifikasi: Melakukan wawancara dengan WP atau pihak ketiga (contoh: vendor atau klien WP) untuk mengonfirmasi validitas data.
4. Evaluasi Temuan
Setelah data dikumpulkan, auditor mengevaluasi temuan dengan menyoroti hal-hal berikut:
- Apakah WP telah melaporkan penghasilan sesuai realisasi?
- Apakah terdapat pengurangan atau kredit pajak yang tidak sah?
- Apakah ada unsur kesengajaan dalam pelanggaran?
Hasil evaluasi ini menjadi dasar untuk menerbitkan dokumen penagihan pajak, seperti Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Tagihan Pajak (STP).
5. Tindakan Penagihan
Jika temuan menunjukkan adanya kekurangan pembayaran pajak, maka tindakan penagihan dilakukan. Prosedur penagihan mencakup:
- Penerbitan SKPKB/STP: Dokumen ini memuat besaran kekurangan pajak, termasuk bunga dan denda.
- Perhitungan Bunga dan Denda: Berdasarkan Pasal 9 ayat (2a) UU KUP, bunga sebesar 2% per bulan dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga pembayaran dilakukan.
- Mekanisme Penagihan: Jika WP tidak melunasi tagihan dalam batas waktu, maka dilakukan tindakan lebih lanjut, seperti penyitaan aset atau penerbitan surat paksa.
Pendekatan Filosofis (Trans Substansi Aristotle) dalam Pemeriksaan Pajak
Pendekatan Aristotle dapat diterapkan untuk memahami elemen-elemen pemeriksaan pajak melalui lensa filosofi:
- Substansi (ousia): Esensi utama pemeriksaan adalah memastikan WP mematuhi kewajiban pajak.
- Aksiden (sumbebekos):
- Kuantitas: Jumlah kekurangan pajak.
- Kualitas: Tingkat kepatuhan WP.
- Relasi: Hubungan transaksi WP dengan kewajiban perpajakan.
- Waktu: Batas waktu pelaporan dan pembayaran.
- Tindakan: Langkah koreksi yang diambil auditor atau WP.
Melalui pendekatan ini, auditor tidak hanya fokus pada aspek teknis tetapi juga pada konteks yang lebih luas, seperti dampak ekonomi atau sosial dari penagihan pajak.
Tantangan dan Solusi dalam Pemeriksaan Pajak
Tantangan:
- Kurangnya transparansi dari WP dalam menyediakan data yang akurat.
- Ketidakpatuhan WP terhadap surat panggilan pemeriksaan.
- Kendala teknis seperti minimnya akses auditor ke sistem informasi WP.
Solusi:
- Pemanfaatan teknologi, seperti big data dan analisis risiko berbasis AI, untuk mendeteksi potensi pelanggaran.
- Meningkatkan komunikasi dan edukasi kepada WP mengenai pentingnya kepatuhan.
- Menerapkan sanksi yang lebih tegas terhadap pelanggaran, seperti pembatasan aktivitas usaha.
Daftar Pustaka
Direktorat Jenderal Pajak. (2021). Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Jakarta: Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Direktorat Jenderal Pajak. (2022). Panduan Pemeriksaan Pajak. Jakarta: Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, DJP.
Mardiasmo. (2019). Perpajakan Edisi Revisi 2019. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Aristoteles. (2009). Metafisika. Terjemahan oleh Endang Mulyono. Jakarta: Penerbit Indonesia Filsafat.
Arens, A. A., Elder, R. J., & Beasley, M. S. (2019). Auditing and Assurance Services: An Integrated Approach. 17th Edition. New York: Pearson.
Rahayu, S. K. (2017). Perpajakan Indonesia: Konsep dan Aspek Formal. Bandung: Penerbit Refika Aditama.
Suandy, E. (2016). Hukum Pajak Edisi 6. Jakarta: Salemba Empat.
Republic of Indonesia. (2020). Government Regulation Number 9 of 2020 Concerning Tax Collection Procedures. Jakarta: Ministry of Finance.
Torgler, B. (2007). Tax Compliance and Tax Morale: A Theoretical and Empirical Analysis. Cheltenham: Edward Elgar Publishing.
Gunadi. (2013). Akuntansi Pajak: Pengantar dan Penerapan dalam Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Prawiro, B. (2020). Praktik Pemeriksaan Pajak dan Penagihan Pajak di Indonesia. Surabaya: Citra Aditya Bakti.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI