A. Pendahuluan: Menantang Narasi Sejarah Konvensional
Penulisan sejarah terkait dengan masuknya Islam ke Indonesia telah lama menjadi perdebatan di kalangan sejarawan, baik nasional maupun dari kalangan orientalis. Sebagian besar sejarawan orientalis Barat dan penulis sejarah konvensional telah menyatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 M.
Namun, Ahmad Mansur Suryanegara, salah satu sejarawan Universitas Padjadjaran, dengan mengacu pada pemikiran R. K. H. Abdullah bin Nuh, memaparkan argumentasi bahwa Islam telah hadir di Indonesia jauh sebelum abad ke-13 M, bahkan sejak abad pertama Hijriah (ke-7 M). Pendapat ini diperkuat oleh hubungan perdagangan yang sudah lama terjalin antara wilayah Jazirah Arab dan Asia Tenggara.
B. Hubungan Perdagangan Sebelum Islam
1. Perdagangan Sebagai Jembatan Budaya dan Kepercayaan
Sejarah hubungan antara Nusantara dan bangsa Arab dimulai jauh sebelum era Nabi Muhammad lahir. Ahmad Mansur Suryanegara menegaskan bahwasanya bangsa Arab telah menjadi perantara perdagangan internasional antara Eropa, Afrika, dan Asia sejak lebih dari 2000 tahun yang lalu.
a) Dominasi Perdagangan Arab
Kota-kota di Yaman, seperti Aden dan Hadramaut, telah menjadi pusat dari jalur perdagangan dunia yang strategis. Bangsa Arab memperdagangkan berbagai komoditas seperti gading gajah, rempah-rempah, dan wangi-wangian dari Afrika, India, dan Asia Tenggara.
b) Jalur Perdagangan ke Nusantara
Jalur perdagangan ini menjangkau wilayah Asia Tenggara, termasuk Nusantara, yang dikenal sebagai penghasil rempah-rempah dengan kualitas yang sangat tinggi. Para pedagang Arab kemudian membawa komoditas dari Nusantara ke pasar-pasar dunia, sehingga dapat memperkuat hubungan ekonomi yang akhirnya membuka jalan bagi penyebaran budaya dan agama di antara dua bangsa yang digdaya ini.
2. Fakta Arkeologis dan Sosiologis
Bukti arkeologis dan sosiologis pun sama-sama menunjukkan bahwa hubungan perdagangan ini tidak hanya bersifat materialistis saja, tetapi juga melibatkan interaksi budaya dan saling bertukar pandangan mengenai kepercayaan. Komunitas Arab yang bermukim di pelabuhan-pelabuhan Nusantara, seperti Barus dan Aceh, menjadi salah satu elemen penting dalam pertukaran ideologi seperti ini.
C. Islam Masuk Melalui Jalur Perdagangan
1. Peran Wirausahawan Arab dalam Penyebaran Islam
Ahmad Mansur Suryanegara kemudian menambahkan dengan kutipan dari dangan T. W. Arnold dalam The Preaching of Islam yang menyebutkan bahwa pedagang dari Jazirah Arab telah memainkan peran penting dalam menyebarkan Islam ke Asia Tenggara. Tepat pada abad ke-2 Hijriah (ke-8 M), perdagangan di Srilanka sudah sepenuhnya dikuasai oleh pedagang Arab, yang kemudian memperluas dan mempermudah akses dan jangkauan mereka ke wilayah Nusantara.
- Penyebaran Damai Melalui Perdagangan: Pedagang Arab dikenal membawa ajaran Islam melalui pendekatan yang penuh dengan perdamaian dan hubungan personal dengan penduduk setempat. Melalui interaksi ini, nilai-nilai Islam mulai diterima oleh masyarakat lokal tanpa adanya pemaksaan.
- Komunitas Muslim Awal: Komunitas Muslim pertama di Nusantara terbentuk di pelabuhan-pelabuhan utama, seperti Barus, Aceh, dan Malaka. Mereka menjadi pusat penyebaran ajaran Islam di wilayah sekitarnya.
2. Argumen Pendukung dari Sejarawan
Pendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara sejak sebelum abad ke-13 M didukung oleh beberapa sejarawan dan ahli ekonomi, seperti Prof. Dr. B. H. Burger dan Prof. Dr. Mr. Prajudi.
Dalam buku Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia, misalnya, mereka menunjukkan bahwa dominasi perdagangan Arab di Asia Tenggara telah berlangsung sejak awal abad Masehi, yang memperkuat kemungkinan masuknya Islam lebih awal dari perkiraan yang ditulis di awal pendahuluan.
D. Koreksi terhadap Narasi Masuknya Islam pada Abad ke-13 M
1. Kritik terhadap Pendapat Abad ke-13 M
Narasi bahwa Islam mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M sering kali didasarkan hanya pada catatan kolonial dan orientalis yang cenderung mereduksi peran Islam dalam sejarah Nusantara. Narasi ini tidak memperhitungkan bukti-bukti arkeologis dan catatan sejarah yang menunjukkan keberadaan komunitas Muslim sebelum abad tersebut.
a) Bias Penulisan Sejarah
Sejarawan Barat sering kali mengabaikan interaksi budaya yang berlangsung melalui perdagangan, dengan lebih menekankan pengaruh kekuatan kolonial Eropa dalam membentuk sejarah Indonesia.
b) Peran Wali Sanga dan Kesultanan Islam
Penulisan sejarah yang memulai narasi Islam dari abad ke-13 cenderung mengabaikan kontribusi awal dari para ulama dan pedagang Muslim dalam membangun fondasi spiritual dan politik Islam di Nusantara.
2. Pentingnya Reinterpretasi Sejarah
Ahmad Mansur Suryanegara menegaskan bahwa upaya untuk menulis ulang sejarah masuknya Islam ke Nusantara adalah tanggung jawab akademis bagi kalangan inteligensia umat Islam kontemporer. Hal ini bertujuan untuk mengembalikan keadilan historis dan mengakui peran penting Islam dalam membentuk identitas bangsa.
E. Implikasi Masuknya Islam di Nusantara
1. Transformasi Budaya dan Kepercayaan Lokal
Masuknya Islam ke Nusantara kemudian mendatangkan transformasi besar-besaran di dalam struktur sosial, budaya, dan kepercayaan masyarakat di wilayah kepulauan tersebut. Sistem keyakinan lokal yang sebelumnya bersifat animistis dan beragama Hindu-Buddha mulai bergeser ke arah monoteisme Islam (tauhid).
a) Adaptasi dan Asimilasi Budaya
Islam tidak masuk dengan cara menghapus sama sekali kebudayaan lokal di Nusantara, tetapi Islam datang dengan mengakomodasi tradisi atau adat istiadat yang sejalan dengan prinsip-prinsip Islam. Hal ini terlihat dalam praktik-praktik keagamaan seperti upacara pernikahan, penguburan, dan selametan.
b) Peran Ulama dan Pesantren
Komunitas Muslim awal di Nusantara mulai membangun pesantren dan masjid sebagai pusat pendidikan dan penyebaran ajaran Islam.
2. Pengaruh terhadap Politik dan Ekonomi
Islam juga memberikan dampak besar terhadap sistem politik dan ekonomi di Nusantara. Kesultanan-kesultanan Islam seperti Samudera Pasai, Aceh, Demak, dan Malaka menjadi pusat kekuasaan yang berbasis pada prinsip-prinsip Islam.
- Peran Kesultanan dalam Penyebaran Islam: Kesultanan-kesultanan ini tidak hanya berperan sebagai pusat dari kekuasaan politik, tetapi juga sebagai pelopor dari gerakan dakwah dan pendidikan Islam di wilayah kekuasaannya. Pembangunan-pembangunan pesantren, langgar, dan masjid-masjid menjadi bukti dalam langkah ini.
- Ekonomi Islam di Nusantara: Nilai-nilai Islam dalam perdagangan seperti kejujuran dan keadilan membantu membangun jaringan ekonomi yang lebih kuat dan terpercaya di antara para pedagang Muslim.
F. Kesimpulan: Islam sebagai Fondasi Peradaban Nusantara
Reinterpretasi sejarah masuknya Islam di Indonesia mengungkapkan bahwa Islam telah hadir jauh sebelum abad ke-13 M, melalui jalur perdagangan yang damai dan interaksi budaya antara bangsa Nusantara dengan bangsa Arab.
Peran wirausahawan Arab sebagai pelopor penyebaran Islam menunjukkan bahwasanya ajaran Islam telah menjadi bagian integral dari sejarah awal Nusantara. Penulisan sejarah yang lebih adil dan proporsional di kemudian hari diperlukan untuk mengakui kontribusi Islam dalam membangun peradaban dan identitas bangsa Indonesia.
Seperti ditegaskan oleh Ahmad Mansur Suryanegara, meluruskan narasi sejarah adalah langkah penting untuk memahami akar budaya dan spiritualitas bangsa yang sebenarnya.
Referensi
Suryanegara, Ahmad Mansur. Api Sejarah 1 (Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia). Disunting oleh Nia Kurniawati, Anni Rosmayani, dan Rakhmat Gumilar. Rev. Api Sejarah. Bandung: Suryadinasti, 2014. https://books.google.co.id/books?id=0AMxDwAAQBAJ.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H