Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu.

Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Hubungan Muslim-Kristen di Indonesia, Representasi Politik dan Harmoni Sosial

24 November 2024   08:00 Diperbarui: 24 November 2024   08:09 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paus Fransiskus mencium tangan Imam Istiqlal setelah pertemuan di Masjid Istiqlal, salah satu masjid terbesar di dunia. (Sumber: @colmflynnnire via X)

A. Pendahuluan

Republik Indonesia, sebagai negara berpenduduk mayoritas Islam dan menduduki posisi kedua dari negara-negara populasi Muslim terbesar di dunia, juga memiliki populasi Kristen yang cukup signifikan.

Ciri khas dari bangsa Indonesia---yang dikenal dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika---adalah adanya kondisi pluralitas agama di tengah komunitas bangsanya. Pluralitas agama telah menjadi karakteristik utama bangsa ini, yang kini semakin disorot seiring dengan terpilihnya Prabowo Subianto sebagai presiden setelah Joko Widodo.

Kepemimpinan Prabowo Subianto yang sebelumnya mendapat dukungan dari kelompok Islam konservatif telah memberikan konteks baru bagi dinamika hubungan antaragama di Indonesia. Oleh karena itu, dalam artikel yang kami tulis ini, pembahasannya akan difokuskan pada fakta-fakta yang berkaitan dengan konteks hubungan Muslim dan Kristen di Indonesia berdasarkan data pemerintah, studi Pew Research Center, dan sumber lainnya.

B. Distribusi Agama di Indonesia

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki penduduk dengan mayoritas Muslim di dalamnya, di mana sekitar 87% penduduknya menganut agama Islam dan 11% lainnya beragama Kristen.

Berdasarkan data Kementerian Agama Republik Indonesia yang diterbitkan pada tahun 2022, populasi Muslim di Indonesia mencapai sekitar 242 juta jiwa, sedangkan jumlah pemeluk Kristen sekitar 29 juta jiwa. Sisa dari total populasi Indonesia, antara lain: penganut Hindu, Buddha, Konghucu, dan penganut kepercayaan-kepercayaan lokal. Distribusi penduduk berdasarkan agama dan kepercayaan ni menunjukkan dominasi Islam dalam konteks nasional, tetapi juga menggarisbawahi pluralitas agama yang signifikan.

Secara khusus, populasi Kristen di Indonesia tersebar di berbagai wilayah, dengan konsentrasi mayoritasnya di beberapa provinsi berpenduduk sangat sedikit, seperti enam provinsi di Pulau Papua. Meskipun hanya mewakili 2% dari total populasi nasional, wilayah ini menyumbang 15% dari populasi Kristen di Indonesia. Fakta ini menunjukkan bahwa keberadaan Kristen di Indonesia lebih menonjol di daerah-daerah tertentu, meskipun jumlahnya secara keseluruhan lebih kecil dibandingkan Muslim.

Selain distribusi geografis, keterwakilan Kristen dalam politik juga menarik perhatian. Sekitar 15% dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), misalnya, adalah pemeluk Kristen, menurut profil resmi pemerintah tahun 2023. Angka ini lebih besar dibandingkan persentase populasi Kristen secara nasional, yang mencerminkan representasi yang cukup signifikan dalam politik bagi penganut Kristen di negara berpenduduk mayoritas Muslim.

C. Identitas Keagamaan dan Nasionalisme

Hubungan antara agama dan identitas nasional di Indonesia memperlihatkan perbedaan pandangan yang mencolok antara Muslim dan Kristen. Berdasarkan survei yang diselenggarakan Pew Research Center pada tahun 2022, mayoritas besar dari umat Muslim di Indonesia (86%) percaya bahwa menjadi Muslim sangat penting untuk menjadi "benar-benar Indonesia." Sebaliknya, hanya 21% Kristen yang setuju dengan pandangan ini. Perbedaan ini mencerminkan dinamika persepsi yang kompleks terkait hubungan identitas keagamaan dengan identitas nasional.

Selain itu, berdasarkan rujukan data yang sama, sekitar dua pertiga (64%) Muslim menyepakati untuk mendukung penerapan syariah sebagai hukum resmi di Indonesia. Dukungan ini memperlihatkan keinginan sebagian besar Muslim untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip hukum ke-Islam-an ke dalam kerangka hukum nasional, yang dapat menjadi tantangan dalam konteks pluralitas agama dan ke-bhinneka-annya. Meskipun demikian, hukum-hukum yang telah berlaku di Indonesia, sebagian besarnya telah disandarkan pada hukum-hukum agama, khususnya agama Islam. Misalnya UU Perkawinan, UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, dan lain-lain.

Perbedaan dalam pandangan identitas keagamaan dan nasionalisme sebagaimana ditulis di atas dapat menciptakan tantangan dalam membangun harmoni sosial di tengah keragaman. Dukungan signifikan terhadap syariah oleh sebagian besar Muslim, misalnya, dapat menimbulkan kekhawatiran di kalangan komunitas agama lain, terutama Kristen, yang mungkin merasa terpinggirkan. Namun, keterwakilan Kristen yang lebih besar di DPR menunjukkan satu bukti bagaimana pluralitas agama di Indonesia tetap terakomodasi dengan baik dalam politik nasional. Hal ini memberikan ruang yang meaningful dan nyata bagi berbagai kelompok-kelompok agama untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dan pengambilan kebijakan di tingkat nasional.

D. Pandangan terhadap Keberagaman dan Hubungan Antaragama

1. Keberagaman Agama, Etnis, dan Budaya

Mayoritas penganut agama, baik Muslim maupun Kristen di Indonesia, sama-sama memiliki pandangan bahwa keberagaman agama, etnis, dan budaya adalah sesuatu yang positif. Berdasarkan survei yang dibuat oleh Pew Research Center menunjukkan bahwa hanya 6% dari kedua kelompok yang beranggapan bahwa keberagaman tersebut menjadikan Indonesia sebagai tempat yang lebih buruk untuk menjadi tempat tinggal. Akan tetapi, terdapat perbedaan yang tidak terlalu signifikan terkait dengan data apresiasi terhadap hal ini di antara kedua kelompok: 67% Kristen percaya bahwa keberagaman membuat negara menjadi lebih baik, sedangkan dari penganut Islam (Muslim) hanya menyentuh angka 49%. Sebaliknya, 43% Muslim merasakan bahwa keberagaman tidak memberikan dampak signifikan bagi dirinya.

2. Penerimaan terhadap Kelompok Agama Lain

Dalam konteks hubungan antaragama, mayoritas besar Kristen (84%) menyatakan kesediaannya menerima Hindu sebagai tetangga, sedangkan persentase dari Muslim yang menyatakan hal serupa menunjukkan angka yang lebih rendah, yaitu sebesar dua pertiga saja. Data ini menunjukkan bahwa umat Kristen cenderung lebih terbuka terhadap keberadaan kelompok agama lain dalam kehidupan sehari-hari.

E. Pandangan terhadap Sistem Pemerintahan

1. Preferensi terhadap Demokrasi

Baik Muslim maupun Kristen di Indonesia sama-sama menunjukkan dukungan yang kuat terhadap sistem pemerintahan demokratis. Dalam survei tahun 2022, 85% dari kedua kelompok lebih memilih demokrasi dibandingkan kepemimpinan otoriter untuk menyelesaikan segala permasalahan negara. Dukungan terhadap demokrasi mencerminkan kesadaran kolektif akan pentingnya kebebasan politik dan hak asasi manusia.

2. Kebebasan Mengkritik Pemerintah

Mayoritas Muslim (76%) dan Kristen (71%) percaya bahwa masyarakat seharusnya memiliki hak yang setara untuk secara terbuka mengkritik pemerintah apabila terdapat kebijakan yang merugikan dan tidak baik bagi mereka. Sikap ini mencerminkan angka yang positif bagi upaya menjamin nilai-nilai kebebasan berpendapat yang menjadi salah satu pilar demokrasi.

F. Regulasi dan Kebebasan Beragama

Konstitusi Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), telah menjamin kebebasan beragama dan hak untuk beribadah sesuai kepercayaan masing-masing. Akan tetapi, regulasi atau peraturan pelaksana pemerintah yang disusun dan dilaksanakan di lapangan cenderung membatasi praktik kebebasan ini.

Ideologi Pancasila, sebagai dasar negara, mewajibkan kepercayaan terhadap "Tuhan Yang Maha Esa," sehingga setiap warga negara harus mencantumkan agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP). Opsi untuk memilih atau mencantumkan "tidak beragama" dalam KTP, sama sekali tidak diizinkan, bahkan tidak tersedia, dan individu yang tidak memilih salah satu dari enam agama dan satu kolom "kepercayaan lokal" yang diakui (Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu, dan penghayat kepercayaan lokal) dapat menghadapi kesulitan ketika mereka mengakses layanan pemerintah atau finansial lainnya.

G. Implikasi dan Tantangan

1. Keberagaman dan Persatuan

Meskipun mayoritas masyarakat Indonesia, baik Muslim maupun Kristen, sama-sama menghargai keberagaman, sehingga perbedaan persepsi di antara kelompok agama dapat teratasi dengan efektif dan harmoni sosial pun dapat tercapai.

2. Demokrasi dan Kebebasan Beragama

Dukungan kuat terhadap demokrasi di kedua kelompok agama ini menunjukkan potensi yang besar untuk membangun pemerintahan yang inklusif dan berpihak pada kepentingan rakyat. Namun demikian, regulasi yang ketat terhadap agama dan kasus diskriminasi terhadap minoritas yang beberapa kali masih terjadi, dapat menghambat komitmen terhadap prinsip demokrasi dan pluralisme.

H. Kesimpulan

Analisis ini menunjukkan bahwa, meskipun umat Muslim mendominasi populasi Indonesia, keberadaan Kristen tetap memiliki peran penting dalam struktur sosial dan politik negara dan tidak dipinggirkan atau didiskriminasi oleh mayoritas. Distribusi geografis yang beragam dan keterwakilan politik yang cukup signifikan nyata-nyata mencerminkan pluralitas agama yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Akan tetapi, perbedaan pandangan mengenai hubungan agama dan identitas nasional di tengah kedua agama ini menunjukkan masih diperlukannya upaya-upaya lebih lanjut oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah serta Kementerian Agama supaya lebih memperkuat toleransi dan harmoni sosial.

Indonesia menghadapi tantangan yang kompleks dalam menjaga keseimbangan antara keberagaman agama dan regulasi pemerintah. Di satu sisi, masyarakat menunjukkan apresiasi terhadap demokrasi dan keberagaman, tetapi di sisi lain, kebijakan dan regulasi yang disahkan dan diberlakukan cenderung membatasi kebebasan beragama.

Guna memperkuat persatuan nasional, pemerintah dan masyarakat perlu memperkuat komitmen terhadap nilai-nilai menghargai pluralitas, toleransi antaragama, dan inklusivitas dalam hubungan masyarakat.

Langkah strategis seperti yang disampaikan di atas, penting sekali untuk memastikan bahwa Republik Indonesia tetap menjadi negara yang harmonis dalam keberagamannya. Dalam konteks kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, langkah-langkah strategis lebih lanjut masih diperlukan untuk memastikan bahwa pluralitas agama tetap menjadi pilar utama dalam membangun bangsa yang inklusif dan harmonis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun