Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu.

Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sikap Diplomasi Keras Kepala: Inilah Alasan Belanda Gagal Berdamai dengan Indonesia Menurut Oltmans

16 Desember 2024   10:00 Diperbarui: 23 November 2024   07:01 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai seorang pengamat politik luar negeri yang independen, Willem Oltmans memiliki pandangan yang unik di tengah-tengah konflik antara Indonesia dan Belanda. Oltmans melihat dirinya sebagai seorang jurnalis yang mencoba memahami kedua belah pihak dan mencari solusi yang adil dan damai untuk mengatasi ketegangan yang ada. Namun, ia merasa frustrasi dengan sikap keras kepala dari pemerintah Belanda, yang tampaknya tidak mau melihat realitas baru di Indonesia.

Oltmans memahami bahwa Presiden Sukarno saat itu adalah sedang berusaha untuk mempersatukan Indonesia di bawah bendera nasionalisme dan bahwa PKI adalah salah satu elemen yang harus dihadapi dalam konteks itu. Meskipun ada ketakutan di kalangan internasional tentang pertumbuhan komunisme, Oltmans percaya bahwa Presiden Sukarno masih memegang kendali atas situasi dan berusaha untuk menjaga keseimbangan antara berbagai kekuatan politik di negara tersebut.

Sebagai kesimpulan, Oltmans merasa bahwa dalam konteks diplomasi luar negeri, Belanda gagal memahami dinamika politik di Indonesia dan terus bersikap seperti kekuatan kolonial. Ia kecewa dengan kegagalan Belanda dalam melakukan diplomasi yang lebih terbuka dan fleksibel, terutama dalam isu Irian Barat. Namun, Oltmans juga memberikan penghargaan besar kepada Presiden Sukarno sebagai pemimpin yang berusaha keras untuk menjaga stabilitas di dalam negeri dan memainkan peran penting di kancah internasional.

Dalam statusnya sebagai seorang jurnalis, Oltmans tidak hanya menyaksikan konflik antara dua negara, tetapi juga mengalami secara langsung ketegangan yang terjadi di dalam masyarakat internasional mengenai masa depan Indonesia. Melalui tulisannya, ia menunjukkan bahwa pendekatan yang lebih fleksibel dan pemahaman yang lebih mendalam tentang dinamika politik di Indonesia dapat membantu mengurangi ketegangan dan mencegah konflik yang lebih besar di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun