Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fresh Graduate Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejarah Dinamika Gerakan Komunis di Jawa pada 1920-an dalam Pandangan Tan Malaka dan Pieter Bergsma

6 Januari 2025   19:00 Diperbarui: 21 November 2024   00:06 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar SI-Merah diambil pada 1920-an di tengah masifnya pergerakan nasional (Sumber gambar: Wikimedia Commons)

Artikel yang ditulis oleh Pieter Bergsma dan Tan Malaka pada tanggal 16 Agustus 1923 memberikan pandangan yang mendalam tentang perkembangan gerakan komunis di Hindia Belanda, khususnya di pulau Jawa, serta tanggapan terhadap tulisan sebelumnya yang dikarang oleh Kamerad L. A. 

Sebagai informasi, artikel ini pernah diterbitkan dalam Inprecorr (International Press Correspondence), jurnal internasional yang berhaluan komunis yang sering kali memberikan informasi tentang aktivitas gerakan buruh di seluruh dunia. Kedua penulis asal Indonesia dan Belanda ini menyoroti bagaimana kaum komunis berinteraksi dengan organisasi nasionalis dan serikat buruh di Indonesia dalam tulisannya, serta tantangan-tantangan yang mereka hadapi dari pemerintah kolonial Belanda.

Bagian Pertama Ditulis oleh Pieter Bergsma (Asal Belanda)

Pieter Bergsma menjelaskan bagaimana Partai Komunis Hindia Belanda, atau Persyarikatan Kommunist India, telah berkembang pesat dalam waktu yang singkat. Salah satu perkembangan terpentingnya adalah keberhasilan mereka dalam menarik ribuan anggota baru melalui afiliasi dengan kelompok Sarekat Islam (SI) Semarang. Keberhasilan ini merupakan pencapaian yang sangat signifikan, karena SI merupakan organisasi Islam terbesar dan paling berpengaruh di Hindia Belanda pada saat itu.

Bergsma juga menekankan bahwa tujuan utama kaum komunis di Pulau Jawa pada tahun 1920-an adalah untuk mendapatkan pengaruh yang signifikan di dalam SI, dan ini telah berhasil dilakukan secara signifikan. Bergabungnya SI Semarang ke dalam Partai Komunis menunjukkan bahwa propaganda dan aktivitas komunis di tengah-tengah masyarakat Jawa telah membuahkan hasil. Ribuan anggota SI setelah itu segera menjadi bagian dari gerakan komunis, meskipun mereka bukan anggota resmi Partai Komunis. Bergsma kemudian menyatakan bahwa "mass entry" (bergabung secara massal) anggota SI ke dalam Partai Komunis hanyalah mengubah bentuk organisasi dari SI Semarang, tetapi bukan semangat perjuangannya.

Menurut Bergsma, propaganda komunis telah menggerakkan ribuan rakyat pribumi, khususnya di Pulau Jawa, untuk bersama-sama bergabung dengan perjuangan melawan kapitalisme dunia, yang direpresentasikan oleh kolonialisme Belanda. Bergsma pun menekankan bahwa pencapaian ini diraih oleh kaum komunis pribumi sendiri (asal Hindia), tanpa bantuan orang-orang Eropa. Keberhasilan ini terbukti dapat terlihat dari timbulnya perlawanan keras yang dilakukan oleh pemerintah Belanda terhadap kaum komunis, termasuk pengawasan ketat dan represivitas dari aparatur pemerintah kolonial terhadap mereka.

Bergsma kemudian mengkritik pendapat dalam sudut pandang Eropa yang amat keliru dalam melihat situasi di Hindia Belanda, di mana kaum komunis kerap dianggap tidak memiliki posisi signifikan dan tidak memiliki sistem kerja yang terorganisasi. Menurutnya, pandangan ini keliru karena tidak memahami realitas yang ada di lapangan. 

Bergsma menegaskan bahwa hasil yang dicapai di sana ternyata sangatlah signifikan dan menguntungkan bagi gerakan komunis, meskipun metode kerja komunis di Hindia Belanda barangkali tidak dipahami atau tidak dikenal di Eropa.

Bagian Kedua Ditulis oleh Tan Malaka (Asal Hindia Belanda)

Tan Malaka menyoroti bahwa reaksi pemerintah kolonial terhadap gerakan komunis di Hindia sangat jauh lebih keras daripada yang diakui oleh Kamerad L. A., yang berkebangsaan Eropa. Ia menjelaskan bahwa, selain dilakukannya penahanan dan pengasingan para aktivis komunis, pemerintah juga melakukan pengawasan ketat terhadap berbagai korespondensi, rapat umum, dan pertemuan tertutup yang dilakukan oleh kaum komunis. Pemimpin-pemimpin komunis juga diawasi siang dan malam, sementara aktivitas komunis sering kali dijadikan landasan hukum untuk pengusiran dari negara kolonial tanpa melalui proses hukum yang adil. 

Dalam tulisannya, Tan Malaka juga menjelaskan bahwa taktik front persatuan yang diterapkan oleh kaum komunis pribumi telah membuahkan hasil dengan membawa banyak cabang SI ke dalam barisan kepemimpinan komunis. Saat artikel Tan Malaka ditulis pada 1920-an, terbukti telah dibangun sekitar 20 cabang SI yang berada di bawah pengaruh komunis, dengan jumlah anggotanya sekitar 100.000 rakyat. Ini menunjukkan betapa efektifnya strategi yang diterapkan oleh kaum komunis pribumi dalam memanfaatkan organisasi nasionalis, seperti SI untuk memperluas pengaruh mereka.

Selain pengaruh di SI, kaum komunis juga berhasil mengorganisasikan berbagai serikat pekerja, termasuk pekerja kereta api, pekerja pos dan telegraf, serta pekerja di pabrik gula. Sebelumnya, serikat-serikat ini berada di bawah kepemimpinan nasionalis, tetapi kaum komunis telah berhasil mengambil alih dan memimpin proses reorganisasi serikat pekerja tersebut. Ini menunjukkan bahwa pengaruh komunis tidak hanya terbatas pada organisasi politik, tetapi juga mencakup kelas pekerja industri.

Tan Malaka tidak sepenuhnya setuju dengan pandangan yang disampaikan oleh Kamerad L. A., yang menurutnya memberikan kesan yang salah tentang kekuatan serikat pekerja di bawah pengaruh komunis. Kamerad L. A. menyatakan bahwa hanya serikat pekerja kereta api yang berhasil dipertahankan oleh komunis, tetapi Tan Malaka menunjukkan bahwa hampir semua serikat pekerja telah dipengaruhi oleh kaum komunis setelah kongres terakhir yang diadakan pada bulan Maret. Selain itu, SI merah (komunis) dan Partai Nasionalis Indonesia juga telah bergabung di bawah pengaruh komunis.

Meskipun ada tantangan besar dalam urusan pers komunis---seperti penangkapan, pengasingan, dan deportasi para editornya---media komunis tetap aktif dan memainkan peran penting dalam menyebarkan pandangan komunis di kalangan rakyat. Tan Malaka mengakui bahwa Suara Ra'jat, salah satu media komunis, memang dapat dikatakan masih lemah, tetapi harian Sinar Hindia telah menjadi media yang cukup efektif dalam mengedukasi kelas pekerja dan mencerminkan kehidupan mereka. Artikel-artikel yang diterbitkan oleh Sinar Hindia penuh dengan semangat komunis, termasuk kritik terhadap pemerintah dan perdebatan dengan para pemimpin nasionalis.

Tan Malaka kemudian menutup artikelnya dengan mencatat bahwa dua pemimpin komunis, Semaun dan Darsono, telah diinterogasi oleh pemerintah kolonial, yang biasanya merupakan pertanda awal sebelum kebijakan pengasingan yang diterapkan kepada mereka. Pemerintah kolonial memperingatkan mereka untuk menghentikan propaganda komunis di serikat pekerja dan menghentikan upaya radikalisasi di SI. Ini menunjukkan bahwa kaum komunis tetap teguh dalam sikap revolusionernya, meskipun dihadapkan dengan penindasan yang berat.

Artikel ini menyoroti dinamika yang kompleks dalam perkembangan gerakan komunis di Hindia Belanda. Pieter Bergsma memberikan gambaran umum tentang bagaimana gerakan komunis di Jawa telah berhasil mengonsolidasikan kekuatan mereka di Sarekat Islam dan serikat pekerja, meskipun harus menghadapi pandangan skeptis dari luar. 

Di sisi lain, Tan Malaka memberikan rincian lebih lanjut tentang tantangan yang dihadapi oleh kaum komunis di Hindia Belanda yang terus mendapatkan tekanan dari pemerintah kolonial, tetapi juga optimisme akan keberhasilan mereka dalam mengorganisasikan massa dan menerapkan taktik front persatuan dengan organisasi nasionalis. Kedua tulisan karya Bergsma dan Tan Malaka ini memperlihatkan bagaimana komunis di Hindia Belanda berupaya memperkuat posisi mereka di tengah penindasan kolonial dan kekuatan nasionalis yang bersaing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun