Artikel yang ditulis oleh Pieter Bergsma dan Tan Malaka pada tanggal 16 Agustus 1923 memberikan pandangan yang mendalam tentang perkembangan gerakan komunis di Hindia Belanda, khususnya di pulau Jawa, serta tanggapan terhadap tulisan sebelumnya yang dikarang oleh Kamerad L. A.Â
Sebagai informasi, artikel ini pernah diterbitkan dalam Inprecorr (International Press Correspondence), jurnal internasional yang berhaluan komunis yang sering kali memberikan informasi tentang aktivitas gerakan buruh di seluruh dunia. Kedua penulis asal Indonesia dan Belanda ini menyoroti bagaimana kaum komunis berinteraksi dengan organisasi nasionalis dan serikat buruh di Indonesia dalam tulisannya, serta tantangan-tantangan yang mereka hadapi dari pemerintah kolonial Belanda.
Bagian Pertama Ditulis oleh Pieter Bergsma (Asal Belanda)
Pieter Bergsma menjelaskan bagaimana Partai Komunis Hindia Belanda, atau Persyarikatan Kommunist India, telah berkembang pesat dalam waktu yang singkat. Salah satu perkembangan terpentingnya adalah keberhasilan mereka dalam menarik ribuan anggota baru melalui afiliasi dengan kelompok Sarekat Islam (SI) Semarang. Keberhasilan ini merupakan pencapaian yang sangat signifikan, karena SI merupakan organisasi Islam terbesar dan paling berpengaruh di Hindia Belanda pada saat itu.
Bergsma juga menekankan bahwa tujuan utama kaum komunis di Pulau Jawa pada tahun 1920-an adalah untuk mendapatkan pengaruh yang signifikan di dalam SI, dan ini telah berhasil dilakukan secara signifikan. Bergabungnya SI Semarang ke dalam Partai Komunis menunjukkan bahwa propaganda dan aktivitas komunis di tengah-tengah masyarakat Jawa telah membuahkan hasil. Ribuan anggota SI setelah itu segera menjadi bagian dari gerakan komunis, meskipun mereka bukan anggota resmi Partai Komunis. Bergsma kemudian menyatakan bahwa "mass entry" (bergabung secara massal) anggota SI ke dalam Partai Komunis hanyalah mengubah bentuk organisasi dari SI Semarang, tetapi bukan semangat perjuangannya.
Menurut Bergsma, propaganda komunis telah menggerakkan ribuan rakyat pribumi, khususnya di Pulau Jawa, untuk bersama-sama bergabung dengan perjuangan melawan kapitalisme dunia, yang direpresentasikan oleh kolonialisme Belanda. Bergsma pun menekankan bahwa pencapaian ini diraih oleh kaum komunis pribumi sendiri (asal Hindia), tanpa bantuan orang-orang Eropa. Keberhasilan ini terbukti dapat terlihat dari timbulnya perlawanan keras yang dilakukan oleh pemerintah Belanda terhadap kaum komunis, termasuk pengawasan ketat dan represivitas dari aparatur pemerintah kolonial terhadap mereka.
Bergsma kemudian mengkritik pendapat dalam sudut pandang Eropa yang amat keliru dalam melihat situasi di Hindia Belanda, di mana kaum komunis kerap dianggap tidak memiliki posisi signifikan dan tidak memiliki sistem kerja yang terorganisasi. Menurutnya, pandangan ini keliru karena tidak memahami realitas yang ada di lapangan.Â
Bergsma menegaskan bahwa hasil yang dicapai di sana ternyata sangatlah signifikan dan menguntungkan bagi gerakan komunis, meskipun metode kerja komunis di Hindia Belanda barangkali tidak dipahami atau tidak dikenal di Eropa.
Bagian Kedua Ditulis oleh Tan Malaka (Asal Hindia Belanda)
Tan Malaka menyoroti bahwa reaksi pemerintah kolonial terhadap gerakan komunis di Hindia sangat jauh lebih keras daripada yang diakui oleh Kamerad L. A., yang berkebangsaan Eropa. Ia menjelaskan bahwa, selain dilakukannya penahanan dan pengasingan para aktivis komunis, pemerintah juga melakukan pengawasan ketat terhadap berbagai korespondensi, rapat umum, dan pertemuan tertutup yang dilakukan oleh kaum komunis. Pemimpin-pemimpin komunis juga diawasi siang dan malam, sementara aktivitas komunis sering kali dijadikan landasan hukum untuk pengusiran dari negara kolonial tanpa melalui proses hukum yang adil.Â
Dalam tulisannya, Tan Malaka juga menjelaskan bahwa taktik front persatuan yang diterapkan oleh kaum komunis pribumi telah membuahkan hasil dengan membawa banyak cabang SI ke dalam barisan kepemimpinan komunis. Saat artikel Tan Malaka ditulis pada 1920-an, terbukti telah dibangun sekitar 20 cabang SI yang berada di bawah pengaruh komunis, dengan jumlah anggotanya sekitar 100.000 rakyat. Ini menunjukkan betapa efektifnya strategi yang diterapkan oleh kaum komunis pribumi dalam memanfaatkan organisasi nasionalis, seperti SI untuk memperluas pengaruh mereka.
Selain pengaruh di SI, kaum komunis juga berhasil mengorganisasikan berbagai serikat pekerja, termasuk pekerja kereta api, pekerja pos dan telegraf, serta pekerja di pabrik gula. Sebelumnya, serikat-serikat ini berada di bawah kepemimpinan nasionalis, tetapi kaum komunis telah berhasil mengambil alih dan memimpin proses reorganisasi serikat pekerja tersebut. Ini menunjukkan bahwa pengaruh komunis tidak hanya terbatas pada organisasi politik, tetapi juga mencakup kelas pekerja industri.