Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fresh Graduate Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Yerusalem 637 M: Perjanjian Umar & Harmoni Antaragama

3 Januari 2025   19:00 Diperbarui: 20 November 2024   21:22 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bukit Bait Suci (Baitul Maqdis) (Sumber gambar: End Time Headlines)

Keunikan Perjanjian Umar semakin terlihat ketika dibandingkan dengan praktik penaklukan-penaklukan lain yang terjadi pada zaman itu. Penaklukan Yerusalem oleh Persia pada abad ke-7 dan oleh Pasukan Salib pada abad ke-11 menunjukkan pola yang sangat jauh berbeda, di mana dalam kedua penaklukan tersebut, kekerasan dan pembantaian massal terhadap penduduk lokal menjadi hal yang wajar dilakukan. Sebaliknya, Perjanjian Umar, telah nyata-nyata mencerminkan penghormatan terhadap hak asasi manusia, meskipun terjadi dalam konteks militer dan politik sekalipun. Sungguh, Islam adalah rahmatan lil 'alamin.

Legasi Perjanjian Umar

Perjanjian Umar tidak hanya menjadi acuan untuk pengelolaan Yerusalem oleh pemerintahan Muslim, tetapi juga menjadi model yang diterapkan di wilayah lain dalam kekuasaan Islam. Prinsip-prinsip toleransi dan perlindungan minoritas yang diabadikan dalam perjanjian ini menjadi standar untuk membangun hubungan antara Muslim dengan komunitas non-Muslim di seluruh bekas wilayah Bizantium. Kebijakan ini telah memastikan bahwa wilayah yang ditaklukkan oleh Kekhalifahan Islam tetap damai, harmonis, dan stabil di bawah pemerintahan Islam.

Kesimpulan: Yerusalem sebagai Simbol Toleransi

Kota Yerusalem, di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, menjadi contoh nyata bagaimana kekuasaan dapat digunakan untuk menciptakan kedamaian dan harmoni di tengah perbedaan agama dan budaya. Perjanjian Umar dalam konteks ini merupakan bukti sejarah yang tertulis dan autentik, bahwa Islam, sejak masa awalnya, adalah agama yang rahmatan lil 'alamin, dengan bukti Islam yang menjunjung tinggi prinsip keadilan, toleransi, dan perlindungan terhadap hak-hak minoritas.

Warisan ini terus relevan hingga hari ini, mengingat Yerusalem sampai saat ini masih tetap menjadi pusat perhatian dunia sebagai simbol keberagaman agama dan budaya. Pendekatan progresif Khalifah Umar dalam rangkan pengelolaan wilayah yang baru ditaklukkan menunjukkan bahwa kekuasaan yang adil dan inklusif dapat membawa perdamaian yang langgeng, bukan hanya untuk umat Islam saja, melainkan juga untuk seluruh umat manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun