Artikel kali ini, kita akan membahas secara komprehensif mengenai hasil Pemilihan Umum 1955 di Indonesia, termasuk komposisi keanggotaan Dewan Konstituante dan dampaknya terhadap proses penyusunan dasar negara yang berlangsung hingga pembubaran Konstituante oleh Presiden Sukarno. Pemilihan Umum 1955 sendiri merupakan salah satu tonggak penting dalam sejarah politik Indonesia, khususnya sejarah demokrasi (kedaulatan rakyat), yang menjadi fondasi untuk pembentukan struktur pemerintahan dan perumusan konstitusi pasca-kemerdekaan.
Latar Belakang dan Pelaksanaan Pemilihan Umum 1955
Pada bulan September dan Desember 1955, bangsa Indonesia berhasil mengadakan pemilihan umum pertamanya untuk memilih anggota parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Konstituante. Tugas utama Majelis Konstituante, dalam hal ini, adalah untuk menyusun rancangan Undang-Undang Dasar) yang baru sebagai UUD yang tetap dan permanen guna menggantikan UUD Sementara (UUDS) 1950, yang saat itu berlaku sejak pembentukan NKRI pasca-RIS hingga Konstituante dibubarkan. Pelaksanaan pemilihan umum ini sendiri didasarkan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 yang dilaksanakan dalam tataran praktik melalui Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1954. Pemilihan ini diselenggarakan secara langsung melalui sistem perwakilan berimbang (proporsional) untuk memilih anggota DPR ataupun Konstituante.
Sebelumnya, penyelenggaraan pemilu sebenarnya memang telah diwacanakan sejak masa Perdana Menteri Natsir (6 September 1950 – 27 April 1951). Namun, pemilihan umum baru dapat dilaksanakan pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap. Pemilu untuk Parlemen (DPR) dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955, sedangkan untuk anggota Konstituante dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 1955.
Persiapan dan Hari Pemilihan
Meskipun Panitia Pusat Pemilihan telah mengumumkan pada bulan April 1954 bahwa pemilihan akan diadakan pada tanggal 29 September 1955, persiapan pemilu masih mengalami berbagai persoalan. Pada bulan Juli dan awal Agustus 1955, misalnya, persiapan pemilu “molor” dari jadwal yang ditetapkan. Pengangkatan anggota panitia TPS (Tempat Pemungutan Suara), yang seharusnya dimulai pada tanggal 1 Agustus, baru dilaksanakan di sebagian besar daerah pada tanggal 15 September.
Dalam pidato Hari Kemerdekaan pada 17 Agustus 1955, Presiden Sukarno menegaskan bahwa siapa pun yang menghalangi jalannya pemilu adalah “pengkhianat revolusi”. Kemudian pada 8 September 1955, Menteri Penerangan Sjamsuddin Sutan Makmur memastikan bahwa pemilihan umum tetap akan dilaksanakan pada tanggal 29 September, meskipun di beberapa daerah terdapat yang persiapannya belum selesai. Akhirnya, berkat kerja keras dan kegigihan panitia, TPS berhasil siap pada hari pemilihan.
Menjelang hari pemungutan suara, berbagai rumor menyebar di masyarakat. Salah satu rumor yang berkembang di Jawa adalah ketakutan akan keracunan massal, yang menyebabkan penimbunan barang oleh warga. Selain itu, di berbagai bagian negara diberlakukan jam malam secara spontan selama beberapa malam sebelum hari pemungutan suara, yang menambah ketegangan menjelang hari besar tersebut.
Pada hari pemungutan suara, banyak pemilih sudah berkumpul sejak pukul 7 pagi untuk memberikan suara mereka. Meskipun ketegangan sempat terasa, suasana pada hari pemungutan suara berjalan dengan damai karena masyarakat menyadari bahwa dalam prosesi pemilihan sama sekali tidak ada ancaman besar yang terjadi. Tingkat partisipasi pemilih sangat tinggi, dengan 87,65% suara yang diberikan dinyatakan sah, sedangkan 91,54% pemilih secara keseluruhan memberikan suara mereka. Dengan mengesampingkan jumlah kematian antara pendaftaran dan pemungutan suara, hanya sekitar 6% pemilih yang tidak ikut memilih.
Hasil Pemilu dan Komposisi DPR serta Konstituante
Hasil Pemilihan Umum 1955 menghasilkan 272 anggota DPR yang berasal dari 28 partai politik pemenang. Dari sekian banyak partai politik, terdapat empat partai terbesar yang memperoleh suara terbanyak. Perolehan kursi empat partai pemenang ini di antaranya, PNI (Partai Nasional Indonesia) dengan 57 kursi, Masyumi (Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia) dengan 57 kursi, NU (Nahdlatul Ulama) dengan 45 kursi, dan PKI (Partai Komunis Indonesia) dengan 39 kursi. Keempat partai ini menjadi fraksi utama di DPR. Selain itu, terdapat 15 fraksi lain, di antaranya Fraksi Nasional Progresif, Fraksi Pendukung Proklamasi, Fraksi PSII, Fraksi Parkindo, Fraksi Katolik, Fraksi PSI, Fraksi Perti, Fraksi Gerakan Pembela Pancasila, dan Fraksi PIR-Hazairin, yang mewakili berbagai kelompok dan daerah, termasuk daerah Irian Barat (sekarang wilayah Papua bagian barat).
Untuk Konstituante, terdapat 542 anggota yang dilantik pada 10 November 1956, dengan partai terbesar diwakili oleh PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Sidang pertama Konstituante juga dibuka pada hari yang sama oleh Presiden Sukarno.
Berikut adalah hasil Pemilihan Umum 1955 secara rinci: