Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fresh Graduate Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Islam dan Sekularisme dalam Konstituante: Kisah Perdebatan Tanpa Ujung

29 Desember 2024   19:00 Diperbarui: 20 November 2024   10:09 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sukarno dan Natsir pada awal kemerdekaan. Dua tokoh yang menggambarkan Nasionalisme dan Islam-politik di Indonesia. (Sumber gambar: Detik.com)

Argumen utama faksi pendukung Pancasila adalah kemampuannya menjadi dasar untuk menggalang persatuan negara tanpa merugikan golongan tertentu. Pancasila dianggap sebagai ideologi moderat yang mencerminkan semangat gotong-royong dan toleransi dalam masyarakat Indonesia yang beragam.

Faksi Islam yang dipimpin oleh Partai Masyumi dan Partai NU mengusulkan Islam sebagai dasar negara. Argumen utama mereka adalah Islam sebagai ajaran komprehensif yang mencakup aspek duniawi dan ukhrawi serta merupakan agama yang dianut oleh mayoritas rakyat Indonesia. Dasar negara Islam diyakini akan menegakkan kedaulatan hukum Ilahi dan demokrasi dengan berdasarkan musyawarah. Pandangan ini berakar pada sejarah usulan serupa yang diajukan dalam sidang BPUPKI tahun 1945. 

Faksi terakhir, yang terkecil yakni Blok Sosial-Ekonomi, mengusulkan dasar negara yang berfokus pada struktur sosio-ekonomi berbasis asas kekeluargaan sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UUD 1945. Implementasi ideologi ini membutuhkan struktur politik yang mendukung prinsip-prinsip demokrasi ekonomi.

Partai-partai Islam dalam hal ini tidak lepas dari perdebatan internal sejak masa kolonial. Partai Masyumi dibentuk pada 1943 sebagai hasil kesepakatan antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) semasa pendudukan Jepang. Setelah proklamasi kemerdekaan, Masyumi berubah menjadi partai politik pada 1945. Pada 1952, NU memisahkan diri dan menjadi partai independen. Perbedaan sikap politik antara NU dan Masyumi semakin terlihat setelah pemilu 1955, di mana NU lebih mendukung perluasan kekuasaan Sukarno. 

Dalam konteks pertentangan antara daerah dan pusat, Masyumi yang basisnya di Sumatra cenderung berpihak pada isu-isu kedaerahan, sedangkan NU yang berbasis di Jawa mendukung pemerintah pusat. Ketika Sukarno membentuk Kabinet Karya pada tahun 1957, dari NU diangkat empat menteri oleh Presiden, sedangkan Masyumi hanya dua. Meski terdapat perbedaan politik, dalam hal Islam sebagai Dasar Negara, seluruh partai politik Islam bersatu sebagai panggilan iman.

Oleh karena itu, dalam perdebatan tentang dasar negara Indonesia, posisi ideologis dari Blok Islam sangat dipengaruhi oleh keyakinan teologis yang mendalam terkait dengan hubungan antara agama, negara, dan ideologi sekuler. Salah satu tokoh penting yang mewakili pandangan ini adalah Kasman Singodimedjo, seorang anggota Blok Islam dari Partai Masyumi. Kasman secara tegas menolak pandangan yang menyatakan bahwa Islam telah tercakup dalam Pancasila. Menurutnya, Islam bersumber langsung dari Allah Swt., bukan dari Pancasila yang merupakan hasil rekayasa manusia.

"Sebagai manusia yang memiliki geloof (iman), tidak mungkin bagi saya untuk menganggap Pancasila sebagai orang yang mempunyai geloof. Saya tak mengenal super-geloof seperti saya juga tak mengenal supergod. Bagi saya geloof itu hanya satu, seperti juga god hanya satu... Islam adalah ciptaan Allah Swt., Pancasila bikinan manusia, tidak mungkin Islam di-subordineer oleh Pancasila, tidak mungkin."

Lebih lanjut, Kasman mengkritik pandangan yang melihat Pancasila sebagai dasar negara yang dapat diterima oleh berbagai golongan ideologis, termasuk kaum Komunis, yang menurutnya justru menjadi alasan utama bagi dirinya untuk menolak Pancasila. Kasman memandang bahwa Pancasila, dengan penerimaannya yang luas di kalangan berbagai kelompok ideologis, termasuk golongan yang memiliki pandangan komunis yang tak bertuhan dan menuhankan materialisme ini, baginya di kemudian hari dapat menjadi instrumen yang bisa disalahgunakan. Kasman berpendapat bahwa kaum Komunis, mereka hanya menyembunyikan ideologi mereka di balik Pancasila. Dengan demikian, mereka dapat menyebarkan paham mereka yang tak bertuhan dan menuhankan materialisme-historis.

"Dengan bersembunyi di balik Pancasila, kaum Komunis mendapat kesempatan yang baik untuk menyebarkan ideologi mereka. Partai Komunis hanya membonceng pada Pancasila untuk mencapai tujuan-tujuan taktisnya. PKI tak menyukai sila Ketuhanan dan karena itu berupaya mengubah sila ini menjadi sila kebebasan beragama. Interpretasi kaum Komunis terhadap kebebasan beragama ialah kebebasan untuk tidak beragama."

Sementara itu, pandangan ideologis Blok Islam lainnya diwakili oleh Ketua Umum M. Natsir, yang juga menentang ideologi sekuler dalam konteks negara. Natsir---yang sempat menjadi sahabat pena dari Sukarno ini---menekankan pentingnya sumber yang bersifat transendental bagi negara, yaitu wahyu Ilahi, yang menurutnya dapat menjadi dasar yang jauh lebih kokoh daripada "sekulerisme" yang terbatas pada kehidupan duniawi saja.

Dalam pandangan Natsir, sekulerisme dalam hal ini merupakan suatu cara hidup yang di dalamnya tidak mengakui adanya nilai-nilai kehidupan yang lebih tinggi, baik yang berhubungan dengan kehidupan akhirat maupun dengan yang berkenaan dengan Tuhan. Maka dari itu, sekularisme sama sekali sesat dan tidak memberikan panduan yang jelas mengenai makna kehidupan bagi rakyat Indonesia pada kemudian hari, yang bagi Natsir, makna kehidupan rakyat yang adil dan makmur hanyalah dapat ditemukan dalam ajaran agama Islam. Bagi Natsir, sekulerisme bukan hanya sebuah sistem yang tidak memadai untuk memberikan panduan hidup, melainkan juga berpotensi membawa kerusakan mental bagi umat manusia yang kehilangan makna kehidupan mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun