strategi perang, Tan Malaka menawarkan wawasan yang mendalam tentang prinsip-prinsip dasar dalam pemikirannya yang telah terbukti relevan dari zaman ke zaman. Dengan fokus pada tujuh syarat utama untuk mencapai kemenangan dalam perang, Tan Malaka kemudian berhasil menggali konsep-konsep kunci, seperti nilai strategis penyerangan, pentingnya penyerangan sebagai puncak kemenangan, dan adaptasi strategi berdasarkan kondisi musuh.
Dalam membahas seni danTan Malaka juga menyoroti evolusi strategi perang dari zaman biadab hingga perang dunia, mengidentifikasi bagaimana perubahan dalam isu geografis-kebumian, teknik persenjataan, jumlah prajurit, dan tempo perang mempengaruhi metode pembelaan dan penyerangan. Dengan memberikan penekanan pada perbedaan antara strategi perang dan politik serta menegaskan pentingnya tekad yang kuat untuk menang, Tan Malaka memberikan panduan yang berharga bagi pemahaman dan penerapan strategi perang yang efektif.
Tujuh syarat kunci untuk memperoleh kemenangan dalam perang, menurut Tan Malaka, antara lain:
Pertama, Ketinggian Nilai Strategi Saat Menyerang, di mana dalam strategi perang, penyerangan memiliki nilai tinggi karena memberikan inisiatif kepada pihak penyerang. Penyerang berada dalam posisi yang aktif, baik secara jasmani maupun rohani, yang memuaskan watak proaktif seorang prajurit. Hal ini berbeda dengan pembela yang berada dalam posisi pasif, di mana mereka menunggu serangan musuh. Penyerangan memungkinkan prajurit untuk bertindak dan bergerak, yang cenderung lebih memotivasi dibandingkan dengan situasi menunggu. Menunggu dalam posisi bertahan dapat mengganggu semangat dan menambah tekanan psikologis pada pembela.
Penyerang biasanya mengetahui dengan jelas lokasi target serangan mereka. Pengetahuan ini memberi mereka keunggulan strategis karena mereka dapat mempersiapkan serangan dengan baik, berdasarkan informasi yang sudah diperoleh tentang kelemahan musuh. Penyerang yang tahu bahwa target serangannya adalah titik lemah musuh akan lebih percaya diri dan bersemangat. Sebaliknya, pembela tidak tahu kapan dan dari arah mana musuh akan datang, yang dapat menyebabkan ketidakpastian dan stres.Â
Strategi menyerang tidak hanya untuk mengatasi musuh, tetapi juga untuk memastikan kemenangan akhir dalam perang. Penyerangan yang efektif mengarah pada kemenangan yang lebih cepat dan lebih definitif dibandingkan dengan strategi bertahan yang mungkin memerlukan waktu lebih lama dan cenderung melelahkan.
Kedua, Penyerangan sebagai Pukulan bagi Kemenangan Terakhir. Tujuan utama dari setiap peperangan adalah mencapai kemenangan terakhir. Penyerangan dianggap sebagai kunci untuk mencapai tujuan ini, karena serangan yang efektif dapat secara langsung menghancurkan kekuatan musuh dan mengamankan kemenangan.
Dalam konteks perang yang bersifat gerak cepat (mobile warfare), kemenangan akhir dapat dicapai dengan memecah, mengepung, menawan, atau bahkan memusnahkan musuh secara langsung. Penyerangan yang berhasil dalam kondisi ini dapat mengakibatkan kemenangan yang cepat dan definitif.
Dalam konteks perang yang melibatkan pergerakan maju-mundur (seperti perang parit atau trench warfare), penyerangan tetap menjadi metode utama untuk mengakhiri pertempuran. Meskipun musuh mungkin tidak menyerah dengan cepat, penyerangan yang intens dan terus-menerus dapat mengakibatkan musuh mengalami pukulan berat yang akhirnya memaksa mereka untuk mundur atau menyerah.
Penyerangan memberikan pukulan final yang sering kali menentukan hasil akhir peperangan. Dalam setiap strategi, baik itu strategi bertahan atau menyerang, penyerangan yang efektif akan menjadi penentu akhir dari hasil perang. Hal ini karena penyerangan mampu mengatasi pertahanan musuh dan menghancurkan kekuatan mereka secara keseluruhan.
Sebagaimana diterangkan oleh Tan Malaka, dalam perang, meskipun pembelaan penting, penyerangan adalah yang memberikan keputusan akhir. Pembelaan harus dilaksanakan dengan cara yang memungkinkan penyerangan dapat dilakukan secara efektif. Pada akhirnya, meskipun strategi bertahan mungkin melibatkan penghalauan musuh, kemenangan sejati sering kali datang melalui penyerangan yang tepat.
Ketiga, Seluk-Beluk Pembelaan dan Penyerangan, yaitu ketika menghadapi musuh yang mempertahankan diri dengan kekuatan besar, penyerang perlu mempersiapkan kekuatan yang seimbang untuk mengatasi pertahanan tersebut. Ini berarti bahwa jumlah dan kekuatan pasukan penyerang harus sesuai atau lebih besar dibandingkan dengan kekuatan pertahanan musuh untuk memastikan efektivitas serangan.
Jika musuh mengatur pertahanan dalam beberapa lapisan yang semakin kuat ke belakang, penyerang harus menyesuaikan strategi mereka dengan serangan berlapis-lapis pula. Ini melibatkan pengorganisasian pasukan dalam beberapa lapisan yang maju secara bertahap, di mana lapisan belakang harus memiliki kekuatan lebih untuk mengatasi pertahanan yang semakin kuat dari musuh. Penyerang harus terus-menerus melancarkan serangan untuk mengacaukan persiapan pertahanan musuh. Dengan melakukan serangan yang berkelanjutan, penyerang dapat menghambat musuh dalam menyelesaikan persiapan mereka dan menjaga agar pertahanan musuh tetap tidak stabil dan lemah. Penyerangan yang terus-menerus juga menghindari musuh untuk merasa aman dan nyaman dalam pertahanan mereka, sehingga mengurangi kemungkinan mereka untuk menguatkan posisi mereka secara efektif.Â
Dalam kondisi menghadapi pertahanan berlapis-lapis, strategi penyerangan harus mencerminkan struktur pertahanan musuh. Misalnya, jika musuh memiliki barisan pertahanan yang kuat di barisan depan, penyerang harus memiliki pasukan yang cukup kuat di barisan depan dan juga pasukan cadangan yang kuat di barisan belakang untuk mendukung serangan. Penyerangan harus dilakukan dengan cepat dan terorganisasi untuk mengejutkan musuh, mengacaukan, dan akhirnya mengalahkan mereka. Strategi ini memanfaatkan kecepatan dan kekuatan untuk menciptakan kesulitan bagi musuh dalam merespons serangan.
Intinya, penyerang harus mampu menyesuaikan strategi mereka sesuai dengan bentuk dan kekuatan pertahanan musuh. Ini berarti mengadaptasi taktik dan formasi pasukan untuk dapat menembus berbagai jenis pertahanan yang mungkin dihadapi.
Keempat, Cara Memusatkan Tentara, yang dilakukan dengan membagi pasukan menjadi beberapa kelompok yang terpisah dan bergerak secara bergelombang. Ini berarti bahwa pasukan tidak dikerahkan secara serentak, tetapi dikerahkan dalam gelombang-gelombang terpisah yang melibatkan beberapa kelompok pasukan.
Sebagai contoh, penyerbuan Jepang ke Indonesia pada tahun 1942 menggunakan strategi pemusatan yang efektif. Tentara Jepang dikelompokkan menjadi tiga pasukan besar yang bergerak terpisah menuju target yang berbeda:
1) Pasukan dari Jepang melalui Malaya: Menuju Sumatera.
2) Pasukan langsung dari Jepang ke Pulau Jawa.
3) Pasukan dari Jepang melalui Kalimantan menuju Sunda Kecil dan sekitarnya.
Setiap kelompok pasukan bergerak dalam gelombang-gelombang yang berbeda, memungkinkan mereka untuk melakukan serangan secara bertahap dan terus-menerus. Misalnya, pasukan yang menuju Pulau Jawa dikelompokkan dan mendarat di beberapa lokasi di pulau tersebut, dengan masing-masing kelompok melakukan serangan bergelombang. Pendekatan gelombang ini menciptakan tekanan berkelanjutan pada musuh dan menghindari kemungkinan bahwa musuh dapat mengonsolidasi pertahanan mereka sebelum gelombang berikutnya datang.
Dengan memusatkan pasukan dalam gelombang yang terpisah, serangan menjadi lebih sulit untuk diantisipasi dan lebih efektif dalam menciptakan kesulitan bagi musuh. Strategi ini juga memungkinkan penyerang untuk mengelola dan mengarahkan kekuatan mereka dengan lebih baik dalam menghadapi pertahanan musuh.
Pemusatan tentara dengan cara ini memungkinkan pasukan untuk menerapkan tekanan pada titik-titik yang berbeda secara bersamaan, sehingga memaksa musuh untuk membagi perhatian dan sumber daya mereka dalam merespons serangan. Pemusatan tentara secara terpisah dan bergelombang harus disesuaikan dengan kondisi medan dan karakteristik pertahanan musuh. Hal ini memastikan bahwa strategi yang diterapkan sesuai dengan situasi spesifik yang dihadapi di lapangan.
Kelima, Cara Menentukan Pusat yang Baik. Pusat yang baik dalam konteks penyerangan adalah titik atau area kritis dalam rantai pertahanan musuh yang dapat mempengaruhi keseluruhan pertahanan mereka jika berhasil dipecahkan. Dalam istilah militer, ini sering disebut sebagai "gelang" dalam rantai pertahanan musuh. Gelang ini merupakan bagian penting dari pertahanan musuh yang jika dipotong atau dipecahkan, sehingga dapat menyebabkan kerusakan signifikan pada struktur pertahanan musuh secara keseluruhan. Dengan memfokuskan serangan pada titik ini, penyerang dapat mengganggu dan melemahkan pertahanan musuh.Â
Dalam Perang Dunia II, tentara Jepang menganggap Bandung sebagai salah satu gelang penting dalam pertahanan Pulau Jawa. Oleh karena itu, mereka mengarahkan serangan berlapis-lapis dari berbagai arah (dari Bantam dan Cirebon) menuju Bandung. Dengan memfokuskan serangan pada Bandung, mereka dapat memotong pertahanan Belanda dan mempercepat kemenangan mereka.
Pusat yang baik adalah titik strategis yang dapat mempengaruhi keseluruhan pertahanan musuh. Mengambil kendali atas pusat ini sering kali memaksa musuh untuk menyerah atau mundur karena mereka tidak dapat mempertahankan posisi penting tersebut.
Dengan memecahkan gelang pertahanan, rantai pertahanan musuh akan terputus. Ini dapat menyebabkan kekacauan dan penurunan moral di kalangan pasukan musuh. Pusat yang baik adalah titik di mana dampak dari serangan akan paling besar, sehingga menyebabkan efek domino yang melemahkan pertahanan secara keseluruhan.
Penyerang harus memastikan bahwa sumber daya dan kekuatan mereka difokuskan pada titik-titik kritis ini untuk mencapai hasil maksimal. Ini termasuk mengarahkan pasukan, logistik, dan strategi untuk memastikan bahwa serangan pada pusat tersebut dapat dilakukan dengan efektif. Penyerang juga harus melakukan analisis mendalam terhadap pertahanan musuh untuk menentukan titik pusat yang paling strategis untuk diserang. Ini melibatkan pengumpulan intelijen, pemetaan kekuatan dan kelemahan musuh, serta perencanaan strategis untuk serangan. Setelah menentukan pusat yang baik, penyerang harus mengkoordinasikan serangan secara efektif untuk memastikan bahwa pusat tersebut dapat dipecahkan. Eksekusi serangan harus dilakukan dengan keterampilan dan ketepatan untuk memaksimalkan dampak terhadap pertahanan musuh.
Keenam, Memperbedakan Siasat Perang dengan Politik, yang merupakan taktik dan strategi yang digunakan untuk menghadapi dan mengalahkan musuh di medan perang. Ini mencakup segala hal yang berkaitan dengan teknik tempur, penggunaan pasukan, dan perencanaan militer. Dalam hal ini, syarat ini merupakan aspek yang terkait dengan kebijakan, ideologi, dan strategi negara dalam konteks pemerintahan dan hubungan internasional. Ini melibatkan pembuatan keputusan yang mempengaruhi nasib negara dalam skala lebih luas daripada hanya aspek militer.
Dalam sebuah negara merdeka, terdapat pemisahan yang jelas antara urusan politik dan urusan militer. Tentara seharusnya fokus pada taktik dan strategi perang, sementara masalah politik diserahkan kepada ahli politik. Misalnya, dalam perang dunia pertama, Kaiser Wilhelm II menegaskan pemisahan ini dengan mengatakan bahwa dia tidak mengenal partai politik, hanya orang Jerman. Tujuan dari siasat perang adalah untuk mencapai kemenangan dalam konflik militer, sedangkan politik berfungsi untuk menentukan arah kebijakan dan administrasi negara.
Dalam konteks masyarakat yang sedang berjuang atau ber-revolusi, ideologi politik dapat menjadi pusat motivasi dan strategi perang. Dalam kasus seperti revolusi borjuasi di Prancis atau revolusi proletariat di Rusia, ideologi politik yang dianut oleh tentara dan rakyat sangat mempengaruhi strategi dan semangat perjuangan mereka.
Bagi bangsa atau kelas yang sedang berjuang, ada integrasi yang lebih besar antara siasat perang dan ideologi politik. Dalam hal ini, ideologi tidak hanya mempengaruhi motivasi tetapi juga strategi militer. Tentara tidak hanya berjuang dengan senjata tetapi juga dengan keyakinan politik yang kuat.
Ketujuh, Tekad Mau Menang, di mana tekad untuk menang adalah syarat mutlak bagi seorang prajurit untuk berperang dengan efektif. Tanpa tekad yang kuat, prajurit mungkin akan mudah menyerah menghadapi kesulitan atau kekalahan sementara. Tekad ini memberikan dorongan dan motivasi untuk terus berjuang meskipun menghadapi situasi sulit. Seperti udara bagi paru-paru, tekad untuk menang adalah sumber kehidupan bagi seorang prajurit. Ini berarti bahwa tekad yang kuat memungkinkan seorang prajurit untuk bertahan dalam pertempuran dan mencapai kemenangan.
Salah satu petuah militer dari bangsa asing menyatakan bahwa seseorang dapat menang karena mereka pantang kalah. Di Indonesia, petuah "Satu hilang, kedua terbilang; namanya anak laki-laki" menggambarkan tekad untuk memenangkan pertempuran meskipun ada risiko kematian.
Contoh historis seperti 300 pahlawan Sparta yang mempertahankan negara mereka meskipun menghadapi musuh yang jauh lebih besar menunjukkan bagaimana tekad yang kuat dapat menginspirasi dan memungkinkan kelompok kecil untuk melakukan hal-hal luar biasa.
Tekad yang kuat meningkatkan moral dan keberanian prajurit, yang pada gilirannya memperkuat kemampuan mereka dalam pertempuran. Prajurit yang memiliki tekad untuk menang tidak hanya berfokus pada teknik tempur tetapi juga pada tujuan jangka panjang mereka. Tekad dapat mempengaruhi taktik dan strategi, karena prajurit yang bertekad akan lebih cenderung mengambil risiko dan berinovasi dalam taktik untuk mencapai kemenangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H