Keadilan" adalah konsep yang kompleks dan sering kali sulit dipahami, dengan berbagai interpretasi yang sangatlah tergantung pada perspektif seseorang. Meskipun sifat teoritisnya yang abstrak, banyak ahli hukum dan HAM telah berusaha untuk mendefinisikannya seakurat mungkin.Â
"Salah satu pemikir liberalisme Eropa yang berpengaruh dalam hal ini adalah John Rawls, yang mengemukakan pandangannya tentang keadilan dalam karya terkenalnya, A Theory of Justice. Oleh karena itu, ulasan kali ini, kita akan membahas kontribusi Rawls dalam pemahaman tentang keadilan.Â
John Bordley Rawls (1921--2002) adalah seorang filsuf yang melahirkan konsep moral-etis dan beberapa aspek politik asal Amerika yang diakui sebagai tokoh terkemuka dalam filsafat politik abad ke-20. Ia dianugerahi Schock Prize for Logic and Philosophy (1999) dan National Humanities Medal (1999). Selain itu, Rawls pun terkenal terutama karena karya monumental beliau, A Theory of Justice (1971), yang secara signifikan telah mempengaruhi pendiskursusan era kontemporer tentang hakikat dan makna dari "keadilan".
Sebelum kita jauh membahas, Rawls sendiri adalah seorang pengkritik yang keras asas utilitarianisme, yakni teori yang menyatakan bahwa tindakan adalah dianggap adil jika mereka menghasilkan kebaikan paling besar untuk jumlah orang paling banyak. Teori ini ditolak oleh Rawls, dengan argumentasi bahwa utilitarianisme telah memberikan keleluasan kepada keluarnya kebijakan yang hanya menguntungkan mayoritas, tetapi di sisi lain mengabaikan hak dan kebutuhan minoritas.
Dalam konteks penelusuran teoritis , pendekatan Rawls terhadap keadilan sangatlah dipengaruhi oleh Teori Kontrak Sosial, terutama interpretasi dari Immanuel Kant. Menurut Teori Kontrak Sosial, keadilan akan muncul dari kesepakatan yang dilakukan antara yang diperintah dengan yang memerintah (pemerintah), di mana kedua pihak menjadi penentu hak dan tanggung jawab masing-masing.
Versi Kant menekankan kontrak sosial yang diterima secara universal yang didasarkan pada hukum moral. Namun, versi Rawls, mengingat dia beraliran politik liberalis, memperkenalkan konsep "keadilan sebagai kesetaraan," yang mengadvokasi negara untuk tetap netral di antara nilai-nilai dan perspektif yang beragam. Ia berpendapat bahwa prinsip-prinsip kolektif pemerintahan, jika dibuat dalam kondisi yang adil, akan lebih mewakili kepentingan semua warga negara, daripada prinsip-prinsip yang dipengaruhi oleh kelompok-kelompok yang berpengaruh.
Untuk mengeksplorasi keadilan lebih lanjut, Rawls mengusulkan skenario hipotetis yang melibatkan "tirai ketidaktahuan."Â Dalam eksperimen pemikiran ini, individu membuat undang-undang dan aturan sosial tanpa pengetahuan tentang keadaan pribadi mereka sendiri---seperti status sosial, kedudukan dalam perekonomian, atau atribusi fisik dan mental. Kondisi ini bertujuan untuk memastikan bahwa pembuatan aturan tidak dipengaruhi oleh kepentingan pribadi.
Tujuan Rawls dalam memperkenalkan teorinya adalah untuk menguraikan kerangka kerja untuk masyarakat yang teratur dengan baik. Menurut Rawls, masyarakat semacam itu harus:
1) Meningkatkan Kesejahteraan Anggotanya, yaitu masyarakat harus dirancang untuk memajukan kesejahteraan semua anggotanya dan diatur oleh konsep keadilan publik.
2) Penerimaan Prinsip-Prinsip Keadilan, yaitu setiap anggota harus memahami dan menerima prinsip-prinsip keadilan yang sama, dan institusi sosial dasar harus memenuhi prinsip-prinsip ini.
Untuk mencapai ini, Rawls mengusulkan tiga perangkat hipotetis utama:
1) Posisi Asli, yakni situasi hipotetis di mana individu memilih prinsip-prinsip keadilan dari sudut pandang yang tidak memihak, tanpa mengetahui posisi mereka sendiri di masyarakat pada masa depan.
2) Tirai Ketidaktahuan, dimaknai sebagai alat konseptual yang memastikan para pembuat keputusan untuk tidak mengetahui karakteristik sosial, ekonomi, atau pribadi mereka sendiri, sehingga mendorong keadilan dan objektivitas dalam pembuatan aturan sosial.
3) Aturan Maksimum, adalah prinsip yang menyarankan agar para pembuat keputusan memilih aturan-aturan yang akan memaksimalkan kondisi bagi orang-orang yang paling tidak beruntung dalam masyarakat. Dalam konteks ini, para pembuat keputusan memilih aturan yang membuat posisi terburuk (paling tidak beruntung) sebaik mungkin.