Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu.

Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Evolusi Negara Hukum: Dari Negara Hukum Formal Menuju Negara Hukum Materiel, Apa yang Berubah?

5 Desember 2024   19:00 Diperbarui: 5 Desember 2024   19:03 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara Hukum Materiel

Negara Hukum Materiel merupakan perkembangan lebih lanjut dari konsepsi Negara Hukum Formal. Apabila dalam Negara Hukum Formal tindakan penguasa harus berdasarkan pada undang-undang atau harus berlaku asas legalitas, maka dalam Negara Hukum Materiel tindakan penguasa dalam keadaan mendesak dan demi kepentingan warga negaranya akan dibenarkan untuk bertindak menyimpang dari undang-undang atau berlaku asas oportunitas.

Perkembangan masyarakat yang dinamis ini tidak akan cukup apabila diatur secara formal melalui asas legalitas. Akibatnya, penerapan Negara Hukum Formal mendapatkan kritik, khususnya oleh para sarjana-sarjana hukum tata negara di Belanda, sehingga Scheltema, salah satu sarjana kenamaan asal Belanda, beranggapan bahwa terdapat banyak kebijaksanaan dari pemerintahan dalam berbagai ketentuan yang dapat diterapkan dalam skema negara hukum.

Hal tersebut dimungkinkan dengan adanya konsep "delegasi" dari kekuasaan pembentuk undang-undang kepada pemerintah dalam rangka membentuk peraturan pelaksana. Dalam hal ini, terdapat freies ermessen yang memungkinkan pemerintah untuk menjamin ketertiban masyarakat yang lebih adil dalam usaha memenuhi kebutuhan riil dan spiritual masyarakat.

Tujuan pelimpahan wewenang oleh pembentuk undang-undang tersebut adalah karena tugas penyelenggaraan negara tidak lagi hanya menjaga ketertiban yang ada, tetapi juga untuk menerbitkan ketertiban yang lebi adil. Oleh karena itu, diperlukan keleluasaan lebih longgar lagi bagi pemerintah untuk bertindak, yakni melalui peningkatan pemberian freies ermessen kepada pemerintah untuk menyelenggarakan sebuah Negara Kesejahteraan.

Perkembangan dalam penerapan negara hukum di Barat telah mengubah pengertian asas legalitas yang semula diartikan sebagai pemerintahan berdasarkan undang-undang (wetmatigheid van het bestuur) menjadi pemerintahan berdasarkan hukum (rechtmatigheid van het bestuur). Perubahan dari wet menjadi recht mennjukkan adanya pergeseran nilai dalam struktur masyarakat, yaitu rakyat yang tidak lagi berkonfrontasi dengan pemerintahan, tetapi menjadi partner dalam mewujudkan kemakmuran. 

Seiring berjalannya waktu, kemakmuran dan kebahagiaan yang dicita-citakan oleh manusia---khususnya manusia di Eropa Barat pada masa perkembangannya pemikiran ini---pun semakin rumit dan kompleks. Hal ini pun mengakibatkan wetmatigheid van het bestuur tidak lagi efektif dalam usaha untuk mewujudkan kemakmuran dan kebahagiaan yang kian rumit itu. Oleh karena itu, usaha pergeseran kembali dilakukan. Kini, di Eropa Barat, dikenal dengan asas legalitas yang makin longgar, yaitu doelmatigheid van het bestuur.

Berkaitan dengan itu, kita akan berbicara tentang negara kemakmuran atau wohlfaartstaats, yaitu negara yang sepenuhnya mengabdi kepada kepentingan dan kebutuhan rakyat banyak (mayoritas). Dalam konteks ini, maka negara sebagai suatu organisasi kekuasaan adalah satu-satunya alat untuk menuju dan menyelenggarakan kemakmuran rakyat seluas-luasnya. Menurut alam pemikiran Negara Kesejahteraan atau negara kemakmuran ini, negara akan berperan aktif untuk menyelenggarakan kemakmuran bagi tiap-tiap warga negaranya. Maka dari itu, tugas negara hanyalah semata-mata untuk menyelenggarakan kemakmuran negara dan rakyatnya semaksimal mungkin.

Negara Hukum Materiel (Materile Rrechtsstaat) merujuk pada konsep negara hukum yang tidak hanya memperhatikan aspek formal atau proseduralnya saja, tetapi juga mengutamakan perlindungan hak-hak individu dan prinsip-prinsip etika yang lebih tinggi. Materile rechtsstaat menekankan bahwa hak-hak individu harus dilindungi dan dijamin oleh konstitusi. Negara harus bertindak sesuai dengan hak-hak ini dan tidak boleh melanggar hak-hak tersebut, bahkan jika ada keputusan mayoritas yang mungkin tidak sejalan dengan hak-hak individu.

Sementara "formele rechtsstaat" (Negara Hukum Formal) berfokus pada kepatuhan terhadap prosedur hukum dan pembagian kekuasaan, "materile rechtsstaat" juga memerlukan bahwa hasil dari proses hukum tersebut harus adil dan tidak menzalimi kelompok minoritas atau individu. Selain mematuhi hukum, "materile rechtsstaat" mengharuskan negara untuk bertindak sesuai dengan norma-norma etika dan moral yang lebih tinggi. Hal ini menegaskan bahwa negara tidak hanya harus mengikuti aturan hukum, tetapi juga harus memperhatikan keadilan substantif dalam tindakannya.

Materile rechtsstaat berfungsi sebagai pengawasan terhadap penyalahgunaan kekuasaan oleh negara. Konsep Negara Hukum Materiel ini memastikan bahwa kekuasaan negara tidak digunakan untuk melanggar hak-hak dasar individu dan bahwa keputusan pemerintah sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan dan hak asasi manusia.

Semua Tindakan Pemerintah Harus Memiliki Dasar Hukum

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun