Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Relawan - Fresh Graduate Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Negara Hukum Formal a la Julius Stahl: Apakah Solusi atau Ancaman bagi Hak Asasi?

3 Desember 2024   19:00 Diperbarui: 3 Desember 2024   19:05 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kontribusi Friedrich Julius Stahl terhadap filosofi hukum ditandai oleh perpaduan unik antara konservatisme dan prinsip metafisik yang mendalam. Berbeda dengan para teoretikus hukum alami pada zamannya yang menekankan alasan manusia universal, Stahl berpendapat bahwa hukum harus mencerminkan tatanan ilahi yang melampaui kehendak manusia dan perubahan sosial.

Inti filosofi Stahl adalah keyakinan bahwa hukum bukan sekadar konstruksi manusia, melainkan manifestasi dari kebenaran moral dan ilahi. Ia mendukung ide bahwa hukum historis—yang berakar pada tradisi dan otoritas yang telah ada—harus diutamakan dibandingkan dengan hukum alami, yang lebih terkait dengan alasan dan alam universal.

Dukungan Stahl terhadap monarki konstitusional merupakan bagian penting dari pemikiran hukumnya. Ia melihat bentuk pemerintahan ini sebagai keseimbangan antara stabilitas yang diberikan oleh seorang raja dan hak serta perwakilan rakyat. Perspektif ini menyoroti pandangannya tentang hukum dan negara sebagai entitas moral yang melekat, bukan semata produk dari kontrak sosial.

Kritik Stahl terhadap rasionalisme sangat terkait dengan etika Kristen dan teisme-nya. Ia percaya bahwa mengangkat kebijaksanaan manusia di atas tatanan ilahi dapat merongrong dasar moral objektif masyarakat. Sebaliknya, Stahl melihat wahyu agama dan kerangka hukum yang ada sebagai kunci untuk memahami dan menjaga nilai-nilai ini.

Meski mendapat berbagai kritik dan kontroversi, warisan Stahl dalam filosofi hukum tetap bertahan. Ide-idenya mendorong para ilmuwan hukum kontemporer untuk mempertimbangkan bobot tradisi, sistem hukum yang diwarisi, dan peran moralitas serta ketuhanan dalam hukum.

Konteks Historis yang Mempengaruhi Pemikiran Stahl

Filosofi hukum Stahl sangat dipengaruhi oleh iklim politik dan sosial pada abad ke-19. Di tengah gelombang ideologi revolusioner dan reaksi yang mengikutinya, Stahl berusaha untuk menyelaraskan perubahan yang penuh gejolak ini dengan komitmennya terhadap nilai-nilai tradisional dan prinsip ilahi.

Sebagai seorang juri berwatak konservatif, karya Stahl merupakan respons terhadap ideologi revolusioner dan ancaman yang ditimbulkannya terhadap institusi monarki dan agama yang sudah mapan. Filosofinya muncul dari ketegangan antara rasionalisme Pencerahan dan Romantisisme, yang menekankan tatanan hukum ilahi yang tidak berubah dibandingkan dengan gagasan liberal bahwa hukum dapat dibentuk hanya oleh alasan manusia.

Semangat revolusioner abad ke-1800-an, yang menyebabkan perubahan politik besar, menginspirasi Stahl untuk merumuskan filosofi hukum yang berakar pada kekekalan dan stabilitas. Penekanan Stahl pada otoritas, tradisi, dan monarki konstitusonal mencerminkan keinginannya untuk menempatkan hukum dalam tatanan ilahi dan tidak berubah.

Ide-ide Stahl menawarkan sudut pandang yang dipertimbangkan terhadap ideologi yang berlaku pada zamannya, mendukung sistem hukum yang mencerminkan prinsip-prinsip abadi daripada sentimen manusia yang sementara. Karya Stahl menekankan pentingnya berinteraksi dengan kekuatan sejarah dan ide yang membentuk pemahaman kita tentang pemikiran hukum.

Kritik Stahl terhadap Rasionalisme dan Hukum Alam

Kontribusi Friedrich Julius Stahl dalam filsafat hukum, khususnya melalui Philosophy of Law-nya, adalah memberikan kritik tajam terhadap rasionalisme dan hukum alam. Stahl berpendapat bahwa ketergantungan rasionalisme pada akal manusia sebagai dasar hukum adalah cacat dan tidak sempurna, karena bilamana demikian, maka akan terjadi pengabaian terhadap kompleksitas serta tatanan moral yang penting bagi harmoni sosial.

Stahl secara sistematis membongkar gagasan rasionalis bahwa logika manusia saja dapat menciptakan sistem hukum yang adil, dengan menyatakan bahwa hukum harus didasarkan pada prinsip moral dan ketuhanan yang universal, yang melampaui subjektivitas rasionalitas. Kritiknya terhadap teori hukum alam juga tidak kalah tajam, di mana Stahl menentang klaim bahwa kebenaran hukum dapat sepenuhnya dipahami melalui akal dan pengalaman bersama manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun