Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Relawan - Fresh Graduate Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Negara Hukum Formal a la Julius Stahl: Apakah Solusi atau Ancaman bagi Hak Asasi?

3 Desember 2024   19:00 Diperbarui: 3 Desember 2024   19:05 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://www.xn--die-bilder-kommen-zurck-wpc.com/en/dresden/perspective-terrassenufer/10.08.1917/

Negara Hukum Formal

Konsep Negara Hukum Formal merupakan negara hukum yang mendapatkan pengesahan dari rakyat. Segala tindakan yang dilakukan oleh penguasa harus disertai dengan bentuk hukum tertentu dan harus berdasarkan pada undang-undang. Negara Hukum Formal ini kerap kali disebut sebagai “negara demokratis” yang berlandaskan pada hukum.

Dengan pengaruh paham liberalisme dari pemikiran Rousseau, Frederich Julius Stahl mulai menyusun kerangka dari Negara Hukum Formal, yang terdiri atas unsur-unsur utama, berupa:

1) Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia;
2) Penyelenggaraan kekuasaan berdasarkan prinsip trias politica atau pemisahan kekuasaan;
3) Pemerintahan harus didasarkan pada undang-undang; dan
4) Harus terdapat peradilan administrasi (tata usaha negara).

Dengan mengamati unsur-unsur utama di atas, Stahl menghendaki bahwa tujuan dari Negara Hukum Formal adalah untuk melindungi hak asasi warga negaranya melalui pembatasan dan pengawasan terhadap gerak langkah dan kekuasaan negara dengan undang-undang (hukum). Melalui pengarusutamaan pada aspek formalnya, maka hak asasi manusia dan kebebasan individu dapat terlindungi secara formal. Hasilnya pun akan membawa kepada persamaan dalam aspek hukum dan politik.

Konsep Stahl tersebut merupakan penyempurnaan dari konsep Negara Hukum Liberal. Karya ilmiah karya Stahl yang cukup terkenal berjudul Philosophie des Rechts.

Yang berbeda dengan konsep Kant adalah konsep pemikiran dari Robert von Mohl.  Dalam karya ilmiahnya bertajuk Polizei Wissenschaftslehre, dikemukakan bahwa negara hukum adalah negara yang segala halnya diperintah oleh hukum. Menurut Mohl, kekeliruan Kant terletak pada fokusnya yang hanya tertuju pada aspek formalnya saja, tanpa memperhatikan dengan saksama terkait siapa pembentuk hukum itu. Persoalannya adalah: 

Apakah negara totaliter dapat disebut sebagai negara hukum?

Bukankah negara totalitarianisme juga berlangsung dengan didasarkan pada hukum, meski hukum tersebut dibentuk atau disusun oleh diktator atau tiran yang berkuasa di negara tersebut?

Mohl juga menegaskan bahwa kelemahan Kant terletak pula pada dampak yang diakibatkan oleh pemikirannya. Pertama, dapat berdampak pada hukum yang membatasi kesewenang-wenangan kekuasaan raja, dan itu baik bagi rakyat. Namun, yang kedua, berdampak pada pemberangusan kebebasan individu dan hak asasi warga negara yang dilakukan oleh negara, sehingga dapat merugikan rakyat dan menguntungkan penguasa.

Mengapa hal itu bisa terjadi? Sebab hukum yang dibuat oleh penguasa, bisa saja menjadi senjata bagi mereka untuk membatasi hak-hak dan kebebasan yang melekat pada tiap-tiap warga negara. Oleh karena itu, menurut Mohl, jika kita menggunakan pemikiran Kant untuk mengklasifikasikan Negara Hukum Formal, kita dapat mengklasifikasikan Korea Utara sebagai Negara Hukum Formal, sebab negaranya berjalan atas konstitusi atau hukum/undang-undang yang disusun oleh diktator atau pendahulunya.

Dasar-Dasar Filosofi Hukum Stahl

Kontribusi Friedrich Julius Stahl terhadap filosofi hukum ditandai oleh perpaduan unik antara konservatisme dan prinsip metafisik yang mendalam. Berbeda dengan para teoretikus hukum alami pada zamannya yang menekankan alasan manusia universal, Stahl berpendapat bahwa hukum harus mencerminkan tatanan ilahi yang melampaui kehendak manusia dan perubahan sosial.

Inti filosofi Stahl adalah keyakinan bahwa hukum bukan sekadar konstruksi manusia, melainkan manifestasi dari kebenaran moral dan ilahi. Ia mendukung ide bahwa hukum historis—yang berakar pada tradisi dan otoritas yang telah ada—harus diutamakan dibandingkan dengan hukum alami, yang lebih terkait dengan alasan dan alam universal.

Dukungan Stahl terhadap monarki konstitusional merupakan bagian penting dari pemikiran hukumnya. Ia melihat bentuk pemerintahan ini sebagai keseimbangan antara stabilitas yang diberikan oleh seorang raja dan hak serta perwakilan rakyat. Perspektif ini menyoroti pandangannya tentang hukum dan negara sebagai entitas moral yang melekat, bukan semata produk dari kontrak sosial.

Kritik Stahl terhadap rasionalisme sangat terkait dengan etika Kristen dan teisme-nya. Ia percaya bahwa mengangkat kebijaksanaan manusia di atas tatanan ilahi dapat merongrong dasar moral objektif masyarakat. Sebaliknya, Stahl melihat wahyu agama dan kerangka hukum yang ada sebagai kunci untuk memahami dan menjaga nilai-nilai ini.

Meski mendapat berbagai kritik dan kontroversi, warisan Stahl dalam filosofi hukum tetap bertahan. Ide-idenya mendorong para ilmuwan hukum kontemporer untuk mempertimbangkan bobot tradisi, sistem hukum yang diwarisi, dan peran moralitas serta ketuhanan dalam hukum.

Konteks Historis yang Mempengaruhi Pemikiran Stahl

Filosofi hukum Stahl sangat dipengaruhi oleh iklim politik dan sosial pada abad ke-19. Di tengah gelombang ideologi revolusioner dan reaksi yang mengikutinya, Stahl berusaha untuk menyelaraskan perubahan yang penuh gejolak ini dengan komitmennya terhadap nilai-nilai tradisional dan prinsip ilahi.

Sebagai seorang juri berwatak konservatif, karya Stahl merupakan respons terhadap ideologi revolusioner dan ancaman yang ditimbulkannya terhadap institusi monarki dan agama yang sudah mapan. Filosofinya muncul dari ketegangan antara rasionalisme Pencerahan dan Romantisisme, yang menekankan tatanan hukum ilahi yang tidak berubah dibandingkan dengan gagasan liberal bahwa hukum dapat dibentuk hanya oleh alasan manusia.

Semangat revolusioner abad ke-1800-an, yang menyebabkan perubahan politik besar, menginspirasi Stahl untuk merumuskan filosofi hukum yang berakar pada kekekalan dan stabilitas. Penekanan Stahl pada otoritas, tradisi, dan monarki konstitusonal mencerminkan keinginannya untuk menempatkan hukum dalam tatanan ilahi dan tidak berubah.

Ide-ide Stahl menawarkan sudut pandang yang dipertimbangkan terhadap ideologi yang berlaku pada zamannya, mendukung sistem hukum yang mencerminkan prinsip-prinsip abadi daripada sentimen manusia yang sementara. Karya Stahl menekankan pentingnya berinteraksi dengan kekuatan sejarah dan ide yang membentuk pemahaman kita tentang pemikiran hukum.

Kritik Stahl terhadap Rasionalisme dan Hukum Alam

Kontribusi Friedrich Julius Stahl dalam filsafat hukum, khususnya melalui Philosophy of Law-nya, adalah memberikan kritik tajam terhadap rasionalisme dan hukum alam. Stahl berpendapat bahwa ketergantungan rasionalisme pada akal manusia sebagai dasar hukum adalah cacat dan tidak sempurna, karena bilamana demikian, maka akan terjadi pengabaian terhadap kompleksitas serta tatanan moral yang penting bagi harmoni sosial.

Stahl secara sistematis membongkar gagasan rasionalis bahwa logika manusia saja dapat menciptakan sistem hukum yang adil, dengan menyatakan bahwa hukum harus didasarkan pada prinsip moral dan ketuhanan yang universal, yang melampaui subjektivitas rasionalitas. Kritiknya terhadap teori hukum alam juga tidak kalah tajam, di mana Stahl menentang klaim bahwa kebenaran hukum dapat sepenuhnya dipahami melalui akal dan pengalaman bersama manusia.

Inti dari filsafat Stahl adalah keyakinan bahwa teori hukum alam gagal mengakui supremasi hukum ketuhanan, yang ia pandang sebagai dasar sejati dari falsafah keadilan. Menurutnya, hukum harus mencerminkan tatanan moral yang transenden, bukan sekadar hasil dari deliberasi manusia. Pandangan ini menempatkannya berseberangan dengan filsafat hukum yang dominan pada masanya, yang sering kali mengutamakan akal di atas tradisi.

Dengan menekankan pentingnya tradisi dan prinsip hukum yang diwariskan, Stahl membela sistem hukum yang dibentuk oleh kebijaksanaan kolektif dari generasi sebelumnya. Ia mengkritik pemikiran rasionalis karena mengabaikan ikatan sosial yang diciptakan oleh kesinambungan sejarah, yang ia yakini sangat penting bagi tatanan hukum yang stabil.

Kritik Stahl terus memengaruhi perdebatan hukum modern, terutama terkait keseimbangan antara akal, tradisi, dan peran otoritas ketuhanan dalam hukum. Philosophy of Law-nya tetap menjadi tantangan penting terhadap rasionalisme dan hukum alam, dengan mengusulkan kerangka hukum di mana moralitas, ketuhanan, dan pengalaman manusia saling terkait erat.

Kritik dan Kontroversi Seputar Gagasan Hukum Stahl

Dalam sejarah filsafat hukum, gagasan Friedrich Julius Stahl tidak luput dari kritik. Para pengkritiknya telah lama mempermasalahkan kuatnya unsur-unsur religius dalam Philosophy of Law-nya, yang mempertanyakan relevansi dari tatanan ilahi dalam ranah hukum yang semakin sekuler. Keyakinan teguh Stahl akan adanya struktur yang ditetapkan Tuhan dalam hukum manusia memang mencerminkan perpaduan antara keimanan dan yurisprudensi. Namun demikian, para kritikus berpendapat bahwa pendekatan ini bisa mereduksi otonomi dan rasionalitas manusia dengan menempatkan otoritas ilahi di atas akal budi. 

Kontroversi juga muncul dari advokasi tegas Stahl terhadap monarki dalam kerangka pemerintahan konstitusional. Pandangannya, yang sering kali dianggap reaksioner, menegaskan pentingnya penguasa yang berdaulat untuk menjaga tatanan moral dan spiritual di wilayahnya. Meskipun perspektif ini didasarkan pada kerinduan terhadap konservatif akan terwujudnya stabilitas sosial, pandangan tersebut memicu kekhawatiran tentang ketidakseimbangan kekuasaan serta tantangan terhadap egalitarianisme demokratis. Pertentangan antara prinsip-prinsip otoritarian dan nilai-nilai demokrasi modern yang menjunjung hak individu, menjadi lahan subur bagi perdebatan dan perlawanan.

Kritik Stahl terhadap rasionalisme dan hukum kodrat juga digambarkan oleh para penentangnya sebagai langkah mundur yang berpotensi menghambat sifat kritis dan evolusioner pemikiran hukum. Para kritikus ini berpendapat bahwa rasionalitas dan pemahaman yang terus berkembang tentang keadilan sangat penting agar hukum dapat mencerminkan kebutuhan masyarakat yang selalu berubah, bukan terikat pada ketentuan ilahi yang tidak berubah. Dengan membatasi kapasitas manusia untuk beradaptasi melalui nalar, filosofi Stahl dianggap dapat menghambat kemajuan hukum dan adaptasi terhadap perubahan sosial.

Lebih lanjut, penekanan Stahl pada otoritas dan tradisi juga menuai kritik karena potensinya untuk melanggengkan struktur yang menindas. Para penentang berpendapat bahwa penerimaan Stahl yang tidak kritis terhadap konstruksi hukum historis gagal mempertimbangkan ketidakadilan yang mungkin tertanam dalam tradisi tersebut. Dengan demikian, beban yang Stahl berikan pada pelestarian tatanan yang ada mengabaikan potensi hukum sebagai alat transformasi untuk keadilan sosial dan perannya dalam perjuangan terus-menerus melawan ketidakadilan sejarah.

Singkatnya, meskipun warisan Stahl dalam filsafat hukum mencakup kontribusi penting dan sintesis unik antara teologi dan yurisprudensi, kritik terhadap karyanya mencerminkan ketegangan yang terus berlanjut antara tradisi dan kemajuan, perintah ilahi dan akal manusia. Diskursus tentang Philosophy of Law Stahl menjadi bukti dinamika dan kontroversi dalam teori hukum, di mana setiap gagasan harus mampu bertahan dari pengujian ketat serta perubahan masyarakat yang tak terhindarkan.

Warisan Stahl dalam Filsafat Hukum Modern

Warisan Friedrich Julius Stahl dalam filsafat hukum modern tetap signifikan, terutama dalam yurisprudensi konservatif dan metafisik. Integrasinya antara ketuhanan, moralitas, dan pemerintahan manusia dalam kajian hukum telah meninggalkan kerangka intelektual yang masih membentuk diskusi hukum kontemporer.

Stahl memandang hukum sebagai perpanjangan dari kehendak ilahi, sebuah perspektif yang tidak banyak diadopsi dalam praktik hukum pragmatis saat ini, tetapi tetap memengaruhi perdebatan seputar hukum alam. Pendekatannya menekankan keselarasan moral dalam sistem hukum, sebuah tema yang bergema melalui diskursus hak asasi manusia modern dan debat hukum konstitusional. Pembelaan Stahl terhadap tradisi dan otoritas dalam menghadapi bangkitnya rasionalisme beresonansi dengan para kritikus kontemporer yang khawatir akan destabilisasi struktur sosial. Gagasannya menjadi titik acuan bagi mereka yang menganjurkan pendekatan konservatif terhadap evolusi hukum, terutama mengenai keseimbangan antara perubahan dan stabilitas dalam institusi hukum.

Dalam hukum konstitusi, terutama dalam sistem monarki, karya Stahl mengenai integrasi imperatif moral dengan pemerintahan hukum tetap relevan. Teorinya memengaruhi generasi pemimpin yang berusaha menggabungkan pemerintahan kekaisaran dengan sistem hukum yang etis. Kerangka hukum konstitusional modern dalam konteks monarki terus mencerminkan aspek pemikiran Stahl.

Secara keseluruhan, Filsafat Hukum Friedrich Julius Stahl terus menginspirasi keterlibatan akademis dan perdebatan, memperkuat pengaruhnya dalam filsafat hukum modern. Gagasannya tentang hukum sebagai entitas moral dan visinya untuk tatanan yang lebih tinggi dalam masyarakat memastikan pemikirannya tetap menjadi landasan dalam diskursus teori hukum.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun