David Solomon memberikan karakteristik dari negara federal dengan empat ciri-ciri, yaitu:
Pertama, pemerintah pusat mempunyai kekuasaan penuh atas nama negara bagian dalam berhubungan dengan negara-negara lain.
Kedua, pemerintahan dibagi di antara pemerintahan pusat dan sejumlah pemerintahan negara bagian. Kecuali ditentukan lain oleh konstitusi, masing-masing mempunyai kedaulatannya sendiri.
Ketiga, kekuasaan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan negara bagian diatur dengan konstitusi, sehingga masing-masing pemerintahan berpengaruh langsung terhadap warga negara. Pemerintahan negara bagian pun bukan sekadar sebagai pelaksana kebijakan pemerintahan pusat.
Keempat, umumnya terdapat kekuasaan peradilan yang menjadi penengah apabila terjadi perselisihan dalam administratif. Peradilan itu ditujukan untuk menjamin baik pemerintah pusat maupun pemerintah negara bagian tidak keluar dari jalur konstitusi yang telah berlaku.
Dalam negara federal berlaku pula otonomi konstitusional, yakni masing-masing organ legislatif di negara bagian dapat menentukan norma-norma yang dibutuhkan oleh negara bagian yang bersangkutan. Pembentukan norma konstitusional itu dapat dituangkan dalam konstitusi negara bagian tersebut, yang terikat dengan ketentuan-ketentuan tertentu dalam konstitusi federasi.
Ciri khusus lainnya dalam negara federal adanya Dewan Perwakilan Negara atau Senat. Komposisi Dewan Perwakilan Negara ini masing-masing negara bagian adalah sama jumlahnya. Hal ini berkaitan dengan fakta bahwa masing-masing negara bagian adalah negara merdeka dan masih tetap harus diperlakukan berdasarkan hukum internasional. Dewan Perwakilan Negara ini pun dimaksudkan sebagai perwakilan dari "negara bagian" untuk ikut terlibat aktif dalam menyusun undang-undang federal yang berlaku di seluruh negara bagian.
Perbedaan antara Negara Kesatuan dan Negara Federasi
Menurut Kranenburg, terdapat dua kriteria perbedaan berdasarkan hukum positif di kedua bentuk negara tersebut, yaitu:
Pertama, negara bagian sesuatu federasi memiliki "pouvoir constituant", yakni wewenang membentuk undang-undang dasar sendiri serta wewenang untuk mengatur bentuk organisasinya sendiri dalam rangka dan batas-batas yang ditentukan oleh konstitusi federal. Berbeda dengan negara federal, bentuk-bentuk dan urusan-urusan pemerintahan daerah sudah ditetapkan oleh pembentuk undang-undang di tingkat pemerintahan pusat.
Kedua, dalam negara federal, wewenang membentuk undang-undang pusat untuk mengatur hal-hal tertentu telah terperinci satu per satu dalam konstitusi federal. Berbeda paradigma, negara kesatuan menghendaki wewenang pembentukan undang-undang pusat ditetapkan dalam suatu rancangan umum dan wewenang pembentukan undang-undang lokal (daerah) harus tergantung dengan isi dan muatan undang-undang yang dibentuk oleh badan pembentuk undang-undang pusat.
Menurut F. Isjwara, perbedaan kedua bentuk negara tersebut dapat dibedakan dengan kewenangan legislatif. Dalam negara federal, kewenangan legislatif terbagi dalam dua bagian, yakni badan legislatif pusat (federal) dan badan legislatif dari negara-negara bagian, sedangkan dalam negara kesatuan, kewenangan dari badan legislatif lokal (rendahan) adalah ditentukan oleh badan legislatif pusat itu dalam bentuk undang-undang organik.
Model negara kesatuan pun, asumsi dasarnya adalah berbeda sekali secara diametral dengan negara federal. Formasi dari negara kesatuan dideklarasikan sejak proklamasi kemerdekaan dan perumusan negara pertama kali oleh para pendiri bangsa, ketika pendiri bangsa menyatakan seluruh wilayah bekas jajahan adalah satu negara. Dalam hal ini, tidak ada kesepakatan yang dilakukan dengan penguasa-penguasa daerah, apalagi negara-negara, sebab seluruh wilayah yang termasuk di dalamnya dianggap tidak independen.