Akan tetapi, hal itu bias dipahami, pada dasarnya Demokrasi Pancasila memang demokrasi terpimpin, yaitu demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan.
Saat Reformasi 1998 di mana UUD 1945 diamandemen secara tidak prosedural, dan secara subtasi mengalami penyimpangan, maka Gus Dur yang merupakan Bapak Demokrasi Indonesia bersama elemen bangsa, yang lain yang tergabung dalam Front Pembela Proklamasi 1945, pada 30 Juli 2002, melakukan protes kepada MPR yang nyata-nyata telah merombak UUD 1945 dan mengganti dengan UUD 2002.
Langkah itu diulangi lagi oleh Gus Dur dengan menandatangani pernyataan pada 9 Agustus 2007 agar bangsa Indonesia  Kembali ke UUD 1945. Ketua Umum PBNU K. H. Hasyim Muzadi pada tahun 2004 mengingatkan bahwa kita telah mengalami kegagalan dan kekacauan menganut sistem demokrasi liberal pada tahun 1950-an. Namun, kegagalan itu diulangi lagi saat ini. Karena itu sebaiknya MPR memutuskan lagi kembali ke UUD 1945. Dan dia berharap agar rakyat memilih presiden yang berseddia melakukan dekrit kembali ke UUD 1945.
Rupanya NU terus konsisten dalam upaya menata kehidupan bernegara  sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, karena itu pada Munas Alim Ulama di Cirebon tahun 2012, NU mengaja agar bangsa Indonesia kembali ke Khittah Indonesia, yaitu Kembali pada Pancasila dan Kembali pada UUD 1945. Selain itu, NU juga mendesak agar Pemerintah dan Parlemen segera menghapus berbagai undang-undang karena tidak sesaui dengan Pancasila.
Usulan itu disampaikan pada Presiden SBY, tetapi Presiden tidak berani melakukan. Sebagai pendiri bangsa, serta perumus Pancasila dan UUD 1945 hingga saat ini, NU tetap istikamah dengan sikapnya itu.Â
Dalam Muktamar NU 1984, kembali ditegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila merupakan perjuangan final bangsa Indonesia dan khususnya warga NU, karena wajib hukumnya membela Pancasila dan NKRI dari musuh yang mengancam dari luar dan rongrongan dari dalam sendiri.
Referensi
Mun'im, Abdul. "Peran NU dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959." NU Online, 5 Juli 2018. https://www.nu.or.id/fragmen/peran-nu-dalam-dekrit-presiden-5-juli-1959-CF8va.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H