Kalau begitu tidak ada masalah kita kembali ke UUD 1945 dengan dukungan penuh dari NU. Terima kasih atas jalan keluar yang diberikan oleh NU, jalan tengah yang penuh kearifan, penuh penghargaan pada sejarah dan jasa perumusnya, karena itu sekali lagi, terima kasih atas persetujuan NU, sebab kita ini sedang menyelamatkan negara dari keterpecahan."
Pertemuan Presiden Sukarno dengan Idham Chalid itu kemudian disampaikan Presiden kepada Wilopo dan Djuanda, ketiganaya puas dan merasa yakin gagasan kembali ke UUD 1945 akan berjalan lancar. Maka, dengan adanya dukungan dan solusi dari NU dengan hujjah yang sangat meyakinkan itu beberapa Faksi Islam, seperti PSII dan Perti termasuk sebagai fraksi Masyumi menyetujui pemikiran NU.
Mengetahui perkembangan itu  Presiden Sukarno semakin yakin  dan lebih percaya diri untuk  mengumumkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959. Dengan gagasan kembali ke UUD 1945 yang berarti kembali menempatkan  Pancasila sebagai dasar negara, itu menjadi wacana umum dalam bangsa ini.
Pada  saat Bung Karno menghadiri Seminar Pancasila di Universitas Gadjah Mahada Yogyakarta, sehabis membuka acara ditanya oleh para wartawan, bagaimana langkah teknis kembali ke UUD 1945 dan menempatkan Pancasila sebagai dasar negara. Dengan diplomatis Bung Karno menjawab, urusan Pancasila dan langkah teknis kembali ke UUD 1945 sudah bukan menjadi urusan saya, pelaksananya adalah di tangan NU dan PNI, kalau ingin tahu prosesnya tanyakan pada NU yang saat ini sedang mengatur langkah proses penerapannya.
Dengan demikian kendali politik Islam dipegang oleh NU, saat itu NU menjadi imamnya umat Islam. Dengan tidak melupakan usulan NU tentang jalan tengah itu, maka dalam Dekrit Presiden yang diumumkan Bung Karno itu ditegaskan bahwa Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945.
Langkah yang diambil NU itu dengan pertimbangan bahwa saat itu situasi politik di luar sangat gawat dengan terjadinya berbagai pemberontakan. Semnatar di gedung Konstitusnte sendiri juga pertentangan semakin memuncak. Maka, keluar dari kemelut demokrasi liberal yanag penuh pertikaian itu perlu dilakukan.
Ketika kelompok Islamis dan kelompok nasionalis sekuler bersitegang mengenai dasar negara, maka langkah mengambil Jalan tengah, yang diusulkan NU, merupakan solusi strategis. NU mengambil jalan tengah, yaitu agar Piagam Jakarta dijadikan jiwa UUD 1945.
Dengan menempuh jalan tengah itu, maka  kebuntuan Konstitusi itu bias diatasi. Karena itu Bung Karno segera mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Yang isinya secara tegas memasukkan usul NU, yaitu:
"Bahwa Kami berkejakinan bahwa Piagam Djakarta tertanggal 22 Djuni 1945 mendjiwai  Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan rangkaian/kesatuan dengan Konstitusi tersebut."
Dengan kembali ke UUD 1945 serta kembali menegaskan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, maka perdebatan mengenai Pancasila pada babak ini telah selesai, yang ditandai dengan kembalinya Kabinet Presidensil. Situasi menjadi relatif stabil karena kekuasan dipegang oleh orang kuat, yaitu Bung Karno, untuk membersihkan diri dari sisa-sisa demokrasi liberal parlementer, maka Bung Karno memperkenalkan Demokrasi Terpimpin.
NU menerima secara kritis gagasan itu dengan mengingatkan bahwa tekanannya pada demokrasi, agar kehidupan politik tetap dinamis, jangan pada ditekankan pada kepemimpinan, karena pemerintahan akan mandek dan otoriter.