"Iya sih, Pak. Banyak rakyat yang suka ya, Pak, dengan Presiden yang sekarang," jawabku. "Termasuk, bapak juga ya, Pak?"
"Iya, mas. Pak Mulyono, presiden kita itu baik banget. Beliau nggak mungkin melakukan hal-hal itu. Pak Mulyono ini rela nama baiknya tercoreng, anak-anaknya maju, demi bangsa Indonesia. Biar pembangunannya makin merata, mas. Apalagi kalau yang banteng-banteng itu sama yang Anies itu, punya niat jahat sama presiden, mas. Saya sih, benar-benar percaya, mas, sama presiden. Nggak mungkin lah, mas, presiden itu kan sudah sering ngomong, 'saya tidak ikut campur.' Mas kan mahasiswa, mosok percaya sama banteng dan Anies, mas."
Percakapan itu nyata adanya. Senyata Pasangan Calon Prabowo-Gibran menang satu putaran.
Aku pun berdiskusi---atau bercakap-cakap saja---dengan menyesuaikan diri kepada bapak driver ini. Agar aku tak menghakimi pemikirannya dan tidak merasa lebih pintar dari beliau, aku mengiyakan segala kepositifan thinking-nya.
Mungkin ini PR kita yang ingin bangsa Indonesia benar-benar demokratis, demokrasi politik sekaligus demokrasi ekonomi. Agar setiap aspek keilmuan yang tinggi di kalangan mahasiswa, kalangan intelegensia, kalangan dosen-akademisi, kalangan mereka yang tercerdaskan, kalangan kamu menengah, untuk menyentuh lapisan kaum marhaen ini. Mereka perlu dicerdaskan betapa berbahayanya "kekuasaan yang terpusat pada satu keluarga", mereka perlu diberitahu bahwa "bansos yang diberikan hanya untuk jangka pendek hidupmu, sehingga tidak baik pula untuk jangka panjang kehidupanmu", mereka perlu dicerdaskan juga bahwa "pemimpin itu harus dikritisi, harus dilihat keburukannya, harus dicurigai".
Mereka perlu dicerdaskan semangat Pancasila, Republikanisme, dan demokrasi. Pancasila jelas sebagai dasar negara menolak "pemusatan kekuasaan" kepada satu orang, bahkan satu keluarga. Paham republik mengesampingkan feodalisme jauh di pojokan, tak dipergunakan. Demokrasi pun demikian, kedaulatan ada di tangan rakyat, baik kedaulatan sosial-politik maupun kedaulatan ekonomi bukan berada di bawah dinasti satu orang, keluarganya, atau kroni-kroninya. Hal seperti ini perlu dicerdaskan kepada rakyat marhaen, seperti driver tersebut.
"Tapi, mas, saya nggak mau berat-berat juga. Mahasiswa, timses yang sini, sama timses yang sana, itu terlalu serius banget. Saya kan butuh hiburan. Males banget dengerin, mending saya joget-joget. Iya, kan, mas?"
Iya, betul. Untuk melakukan upaya ini kita tidak perlu terlalu serius. Yang kita perlu menjelaskannya dengan riang-gembira, dengan gimmick, dengan segala hal yang fun-fun. Rakyat marhaen ini perlu sekali kegembiraan yang lucu dan ngguyon. Maka dari itu, perlu sekali kita menjejaring public figure yang mencintai demokrasi untuk membawa narasi demokrasi ini dengan penuh hiburan tapi full esensi. Kita perlu lebih banyak menggaet influencer yang tercerdaskan dalam pikiran dan mampu menarasikan sesuatu satire yang ringan untuk menyadarkan rakyat marhaen ini.
Jangan sampai Republik yang didirikan oleh para intelegensia dari Sabang sampai Merauke ini jatuh ke tangan dinasti! Hambat sebisa mungkin!
Jangan sampai Republiknya Sukarno-Hatta-Sjahrir-Natsir-Yamin-Subardjo dan semua yang terlibat dalam penyusunannya, jatuh kepada tangan "dia" dan kroninya yang tamak-rakus-serakah!
Jangan sampai falsafah Pancasila yang penuh "kesaktian" sebagai bintang penuntun dan leistar dinamis ini diperkosa semaunya oleh orang-orang serakah di kekuasaan!