Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu.

Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenang Konferensi Asia-Afrika: Gema Semangat Anti-Imperialisme dari Kota Bandung

21 Mei 2024   10:30 Diperbarui: 21 Mei 2024   10:42 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konferensi Asia-Afrika adalah suatu acara bersejarah yang pertama kali diadakan pada tahun 1955 di Bandung, Indonesia. Konferensi tersebut, juga dikenal sebagai Konferensi Asia-Afrika Bandung, dihadiri oleh perwakilan dari 29 negara Asia dan Afrika yang baru merdeka.

Pada tahun 1954, pertemuan informal yang diadakan oleh Perdana Menteri Ceylon (sekarang Sri Lanka) menjadi titik awal gagasan Konferensi Asia-Afrika. Selanjutnya, pada Konferensi Kolombo, Presiden Indonesia, Soekarno, meminta Perdana Menteri Indonesia, Ali Sastroamidjojo, untuk menyuarakan gagasan tersebut dan mengusulkan penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika yang lebih luas. Perkembangan usulan tersebut menjadi berkembang sebagaimana diuraikan di bawah ini.

Pertama, pertemuan informal yang diadakan oleh Perdana Menteri Ceylon, dihadiri oleh pemimpin dari beberapa negara termasuk India, Indonesia, Burma, dan Pakistan, menjadi fondasi untuk pembahasan lebih lanjut mengenai kerja sama Asia-Afrika pada tahun 1954.

Kedua, usulan Presiden Indonesia Soekarno yang meminta Perdana Menteri Indonesia, Ali Sastroamidjojo, untuk menyampaikan gagasan mengenai Konferensi Asia-Afrika dalam Konferensi Colombo. Gagasan ini muncul sebagai hasil refleksi 30 tahun dan didorong oleh semangat solidaritas Asia Afrika.

Ketiga, Pemerintah Indonesia melakukan persiapan dengan mengadakan pertemuan di Wisma Tugu, Puncak, Jawa Barat, pada Maret 1954. Pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan Indonesia di wilayah Asia, Afrika, dan Pasifik untuk membahas ide-ide yang akan dibawa ke Konferensi Kolombo.

Keempat, Pada April-Mei 1954, Konferensi Colombo membahas berbagai masalah, dan pada konferensi tersebut, Perdana Menteri Indonesia mengusulkan penyelenggaraan konferensi serupa untuk negara-negara Asia dan Afrika. Usulan ini mendapat dukungan dari seluruh anggota konferensi, meskipun beberapa masih meragukan.

Kelima, paragraf terakhir dari Komunike Terakhir Konferensi Colombo memberikan Indonesia kesempatan untuk mengeksplorasi kemungkinan penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika yang lebih luas.

Seluruh rangkaian peristiwa ini menciptakan landasan penting untuk Konferensi Asia-Afrika Bandung pada tahun 1955, yang menjadi titik puncak dalam upaya membangun solidaritas dan kerja sama antara negara-negara di Asia dan Afrika.


Sebelum Konferensi Asia-Afrika

Betapa pentingnya konferensi tersebut sehingga persiapan acara dipersiapkan dengan begitu masif. KAA pun membentuk Sekretariat Bersama, yang dibentuk oleh lima negara sponsor, termasuk Indonesia yang diwakili oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri, Roeslan Abdulgani, yang juga menjabat sebagai Kepala Sekretariat.

Empat negara lainnya juga berkontribusi melalui perwakilan mereka di Jakarta:

  • Burma (sekarang Myanmar), diwakili oleh Kuasa Usaha U Mya Sein.
  • Ceylon (sekarang Sri Lanka), diwakili oleh Duta Besar M. Saravanamuttu.
  • India, diwakili oleh Duta Besar BFHB Tyabji.
  • Pakistan, diwakili oleh Duta Besar Choudri Khaliquzzaman.

Ini mencerminkan komitmen dan kolaborasi dari berbagai negara untuk menghasilkan keberhasilan Konferensi Asia-Afrika Bandung. Konferensi ini memainkan peran penting dalam mempromosikan solidaritas antara negara-negara Asia dan Afrika, serta memperkuat Gerakan Non Blok dalam kancah Geopolitik pada masa itu.

Gambaran yang lebih komprehensif tentang persiapan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk Konferensi Asia-Afrika Bandung pada tahun 1955 adalah adanya inisiatif pembentukan Komite Antar Departemen dan Komite Lokal. Hal itu menunjukkan komitmen serius Indonesia dalam memastikan kelancaran acara tersebut.

Beberapa poin yang dapat diambil dari persiapan tersebut termasuk:

Pertama, Pembentukan Komite Antar Departemen, yaitu  dengan melibatkan berbagai departemen, pemerintah Indonesia menunjukkan pendekatan lintas sektoral untuk memastikan persiapan konferensi yang menyeluruh.

Kedua, Peran Komite Lokal, yaitu peran Gubernur Jawa Barat, Sanusi Hardjadinata, yang memimpin Komite Lokal dengan tugas untuk menyediakan segala kebutuhan praktis, seperti akomodasi, logistik, transportasi, keamanan, dan fasilitas lainnya untuk memastikan kenyamanan dan kelancaran konferensi.

Ketiga, Persiapan Fasilitas dan Akomodasi, yaitu menyediakan tempat seperti, Societeit Concordia dan Gedung Dana Pensiun untuk sesi konferensi, serta juga menyiapkan akomodasi untuk delegasi, wartawan, dan peserta lainnya.  Hal itu menunjukkan perhatian terhadap detail dan kenyamanan para peserta.

Keempat, Perubahan Nama Gedung. Presiden Soekarno secara resmi mengganti nama beberapa gedung, termasuk Societeit Concordia yang menjadi Gedung Merdeka dan Gedung Dana Pensiun menjadi Gedung Dwiwarna, sebagai bagian dari penyesuaian untuk mencerminkan semangat konferensi.

Kelima, Undangan dan Respons dengan mengundang 25 Kepala Pemerintahan Asia dan Afrika serta menerima respons positif dari sebagian besar negara menunjukkan pentingnya Konferensi Asia-Afrika sebagai wadah diplomasi yang signifikan pada waktu itu.

Konferensi Asia-Afrika Bandung pada tahun 1955 tidak hanya menjadi forum dialog politik, tetapi juga melambangkan semangat solidaritas di antara negara-negara yang baru merdeka atau masih berjuang untuk kemerdekaan mereka.

Upaya Mempersiapkan Konferensi Asia-Afrika

Pemerintah Indonesia secara aktif berkomunikasi dengan 18 Negara di Benua Asia dan Afrika untuk mendapatkan pandangan mereka tentang gagasan Konferensi Asia-Afrika. Sebagian besar negara memberikan dukungan kuat, meskipun beberapa memiliki pertimbangan mengenai waktu dan peserta.

Pada 18 Agustus 1954, Perdana Menteri India, Jawaharlal Nehru, mengirim surat untuk menunda konferensi karena kondisi dunia yang masih dalam ketidakpastian. Namun, kunjungan Perdana Menteri Indonesia ke India dan pertemuan dengan Nehru membantu meyakinkan pentingnya konferensi, dan keduanya menegaskan komitmen mereka dalam Pernyataan Bersama kedua pemimpin negara.

Selanjutnya, pada 28 September 1954, Perdana Menteri Burma, U Nu, juga menyatakan komitmennya terhadap ide konferensi tersebut. Dilanjtukan pada 28-29 Desember 1954, Perdana Menteri yang menghadiri Konferensi Colombo mengadakan pertemuan di Bogor. Peserta konferensi itu diundang oleh Perdana Menteri Indonesia. Pertemuan ini ditujukan merumuskan draf agenda, tujuan, dan negara-negara yang akan diundang dalam Konferensi Asia-Afrika.

Lima peserta Konferensi Bogor atau Konferensi Colombo (Burma, Ceylon/Sri Lanka, India, Indonesia, dan Pakistan) tersebut yang menjadi sponsor dan penggagas Konferensi Asia-Afrika, dengan Indonesia terpilih sebagai tuan rumah. Khususnya daerah Bandung dipilih sebagai tempat konferensi, dan tanggal penyelenggaraan diputuskan pada minggu terakhir bulan April 1955.

Pertemuan ini dan komitmen yang dihasilkan memainkan peran penting dalam menetapkan dasar bagi Konferensi Asia-Afrika Bandung yang akhirnya terjadi, yang kemudian dianggap sebagai tonggak sejarah dalam diplomasi dan kerjasama antara negara-negara Asia dan Afrika.

Gema Gagasan Asia-Afrika dari Bandung

Kegiatan persidangan Sidang Pembukaan Konferensi Asia-Afrika dimulai sejak subuh, dan sejak pukul 7:00 pagi, jalan-jalan di sepanjang rute dari Preanger Hotel ke kantor pos dipadati oleh rakyat yang menyambut delegasi dari berbagai negara. Antusiasme rakyat mencerminkan pentingnya acara tersebut dalam sejarah dan diplomasi.

Petugas keamanan, terdiri dari personel militer dan polisi, hadir untuk memastikan bahwa konferensi berlangsung dengan aman dan damai. Hal ini menunjukkan komitmen besar dalam menjaga keamanan acara tersebut.

Ajang yang menarik adalah ketika peserta delegasi dari berbagai negara berjalan kaki dari Homann Hotel dan Preanger Hotel ke Gedung Merdeka dengan yang dikenal sebagai "Jalan Bersejarah" atau "The Bandung Walks".

Pakaian nasional yang dikenakan oleh delegasi menambahkan warna dan keanekaragaman budaya pada acara tersebut. Pukul 8:30 pagi, delegasi tiba di Gedung Merdeka untuk menghadiri Sesi Pembukaan Konferensi Asia-Afrika. Kehadiran para delegasi yang mewakili berbagai negara menunjukkan tingginya tingkat partisipasi dan komitmen terhadap konferensi.

Seremoni dilanjutkan dengan kedatangan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, Soekarno dan Mohammad Hatta. Saat tiba di depan Gedung Merdeka, dwitunggal Bangsa disambut oleh kerumunan yang berteriak "merdeka!". Kedatangan mereka menandai momen penting dalam sejarah Indonesia dan konferensi tersebut.

Selanjutnya, lima perdana menteri dari negara-negara penggagas menyambut kedatangan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, menambahkan elemen seremonial pada acara tersebut. Pembukaan Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada tahun 1955 memainkan peran yang signifikan dalam mempromosikan solidaritas antara negara-negara Asia dan Afrika, serta dalam mengukuhkan posisi gerakan non-blok dalam politik global.

Acara dilanjutkan dengan menyanyikan lagu kebangsaan "Indonesia Raya". Setelah itu, Soekarno membacakan pidatonya yang berjudul "Biarkan Asia Baru dan Afrika Baru Lahir". Secara garis besar, pidato tersebut mencerminkan semangat persatuan dan keinginan untuk bekerja sama dalam upaya mempromosikan perdamaian dan kemakmuran di Asia dan Afrika.

Dalam pidato pembukanya, Presiden Soekarno menyoroti keragaman negara-negara peserta, baik dari segi budaya, agama, politik, maupun warna kulit. Namun, ia menekankan bahwa meskipun berbeda-beda, persatuan mereka berasal dari pengalaman pahit penjajahan dan tujuan bersama untuk memajukan perdamaian dunia.

Presiden Soekarno mengungkapkan juga keyakinan bahwa makmurnya Asia dan Afrika hanya dapat terwujud melalui persatuan. Ia juga menekankan bahwa keselamatan dunia secara keseluruhan bergantung pada persatuan Asia-Afrika. Presiden yang kerap disapa Bung Karno itu menyampaikan harapannya bahwa konferensi ini akan menjadi bukti bahwa Asia dan Afrika telah "dilahirkan kembali" atau mencapai pembaharuan yang positif. Ia menyuarakan aspirasi akan lahirnya "Asia Baru dan Afrika Baru."

“Saya berharap bahwa ini akan memberikan bukti fakta bahwa kita para Pemimpin Asia dan Afrika memahami bahwa Asia dan Afrika hanya bisa makmur hanya ketika mereka bersatu, dan bahkan keselamatan dunia pada umumnya tidak dapat dilindungi tanpa bersatu dengan Asia-Afrika. Saya berharap konferensi ini akan memberi petunjuk kepada umat manusia, akan menunjukkan kepada umat manusia cara yang harus diambil untuk mencapai keselamatan dan kedamaian. Saya berharap ini akan memberikan bukti bahwa Asia dan Afrika telah dilahirkan kembali, bahkan, bahwa Asia Baru dan Afrika Baru telah dilahirkan!"

Pidato Presiden Soekarno dalam Konferensi Asia-Afrika

Perdana Menteri India, Jawaharlal Nehru, memberikan respons positif dan adanya dukungan anggota konferensi yang menyatakan penghargaan terhadap pidato luar biasa oleh Presiden Soekarno. Selain itu, pemilihan Ali Sastroamidjojo sebagai Presiden Konferensi dan Roeslan Abdulgani sebagai Sekretaris Jenderal menandai langkah-langkah penting untuk memastikan kelancaran dan keberhasilan konferensi.

Dampak Konferensi Asia-Afrika

Dampak Konferensi Asia-Afrika Bandung sangat positif dan perannya signifikan dalam Geopolitik pada masa itu hingga sekarang.

Gambar diambil di situs resmi Sekretariat Kabinet

Beberapa poin utama dari dampak konferensi ini melibatkan:

Pertama, Revitalisasi Semangat Perjuangan Kemerdekaan dengan Konferensi Asia-Afrika di Bandung telah membangkitkan semangat dan moral pahlawan dari Asia dan Afrika yang memperjuangkan kemerdekaan mereka. Keberhasilan banyak negara merdeka di Asia dan Afrika turut memperkuat semangat perjuangan dan solidaritas di antara negara-negara tersebut.

Kedua, Pembentukan Forum-Fourm dan Konferensi Alternatif dalam bentuk Konferensi Asia-Afrika menjadi pijakan untuk pembentukan berbagai forum dan konferensi alternatif di berbagai sektor, seperti konferensi mahasiswa, konferensi solidaritas rakyat, konferensi jurnalis, dan konferensi Islam Afrika-Asia. Ini mencerminkan kesinambungan semangat kerjasama dan solidaritas setelah Konferensi Bandung.

Ketiga, Transformasi Pandangan Dunia tentang Hubungan Internasional, yaitu Semangat Bandung dan Sepuluh Prinsipnya membawa perubahan dalam pandangan dunia tentang hubungan internasional. Konsep dunia ketiga dan Negara-negara Non-Blok menjadi nyata, dan pandangan dunia yang lebih seimbang dan inklusif mulai berkembang.

Keempat, Perubahan Struktur Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan dipengaruhi oleh Konferensi Bandung membawa perubahan dalam struktur Perserikatan Bangsa-Bangsa. Forum ini tidak lagi terfokus secara eksklusif pada Barat atau Timur, melainkan menjadi platform inklusif untuk berbagai negara dan budaya.

Kelima, Penerimaan Internasional Sepuluh Prinsip Bandung, yang mencerminkan semangat solidaritas dan kerjasama, telah mendapat pengakuan dan penerimaan luas di tingkat internasional. Prinsip-prinsip ini menjadi pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah penting di forum-forum internasional, terutama setelah Gerakan Non-Blok mengadopsinya sebagai prinsip-prinsip dasar gerakan tersebut.

Pentingnya Konferensi Asia-Afrika Bandung bukan hanya dalam konteks sejarah regional, melainkan juga dalam membentuk dinamika hubungan internasional secara lebih luas.

"Dasa Sila Bandung telah bergaung jauh ke luar wilayah Asia Afrika dan menjadi suatu kenyataan yang hidup di dunia Internasional. Ia telah menjadi asas hubungan antar-Negara, tidak hanya di Negara-negara Asia Afrika, tetapi juga meluas diterima sebagai suatu pegangan dalam menyelesaikan masalah-masalah penting di forum-forum internasional, terutama setelah Gerakan Non-Blok mengambilnya sebagai prinsip-prinsip dari gerakan tersebut."

Roeslan Abdulgani, 1980

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun