Sukarno seringkali menjadikan sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi sebagai sinonim dari paham Marhaenisme. Mengenai sosio-nasionalisme sendiri, Sukarno pernah menulis, sebagai berikut:
“Sosio-nasionalisme adalah nasionalisme marhaen, dan menolak tiap tindak borjuisme yang menjadi sebabnya kepincangan masyarakat itu. Jadi, sosio-nasionalisme adalah nasionalisme politik dan ekonomi - suatu nasionalisme yang bermaksud mencari keberesan politik dan keberesan ekonomi, keberesen negeri dan rezeki. Sosio-demokrasi adalah timbul karena sosio nasionalisme.”
Konsep sosio-demokrasi membedakan demokrasi dengan demokrasi versi negara barat, yang hanya menitikberatkan pada sendi politiknya saja, tidak dengan sendi ekonomi. Dalam demokrasi negara barat, Sukarno berpendapat bahwa dalam segi ekonomi rakyat tetap melarat. Memang, dalam segi politik, rakyat layaknya dipertuankan, dijadikan raja, tetapi pada waktu bersamaan, rakyat tetap menjadi budak dalam segi ekonomi.
Ide sentral mengenai marhaenisme adalah ide yang mencakup demokrasi politik dan ekonomi. Sama seperti ide sentral dari demokrasi, yaitu partisipasi rakyat. Partisipasi rakyat yang diinginkan Sukarno ini tidak hanya pada aspek politik saja, aspek parlemen-parlemenan saja, tetapi rakyat harus dilibatkan dan berpartisipasi secara aktif dalam sistem perekonomian. Yang nantinya partisipasi rakyat Indonesia dalam segi ekonomi akan mengantarkan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan pengelolaan melalui sistem padat karya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H