Dua jam lagi, ia akan pergi ke masjid untuk suatu acara penting dalam hidupnya.
Ia tak tahu bahwa tiga jam dari sekarang, sekumpulan orang datang untuknya.
Saat ini, Ghulam tengah merapikan jasnya untuk menemui calon istrinya, Aminah.
Sementara itu, Aminah sedang berhias diri hanya dengan tata rias sederhana. Ia memiliki alasan sendiri untuk tampil apa adanya.
Begitu pula dengan Ghulam, ia memiliki alasan sendiri untuk menikahi teman sekolah masa lalunya. Dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, Ghulam dan Aminah berteman akrab.
Di sekolah dasar, Aminah adalah seorang penderita autisme dan Ghulam seorang tunawicara. Mereka bertemu dalam ekstrakurikuler kelompok penulis puisi dan acapkali merekalah pahlawan yang mengumpulkan piala di sekolah mereka.
Di sekolah menengah pertama, Aminah baru menyadari bahwa ia bertemu Ghulam lagi setelah memasuki kelas 2. Tak hanya itu, ia baru tahu bahwa temannya ini adalah anak bungsu dari Keluarga Imran yang terkenal dengan jasa sewa mobil di Delhi. Ah, sayangnya Aminah adalah seorang yatim piatu tanpa ada satu anggota keluarga yang hidup dan mampu mengurusnya.
“Aminah, setelah pulang, maukah kau ikut dengan Bapakku?” Suatu hari, Ghulam memberikan kertas itu pada Aminah saat istirahat. Aminah tersenyum, namun masih bingung mengapa Ghulam mengajaknya ikut dengan ayahnya, “Ada apa, Ghulam?”
Ghulam mengambil buku catatannya, merobek salah satu kertasnya, dan menulis lagi pada Aminah, “Bapakku tahu kau yatim piatu,”
“Lalu?”
“Bapakku bilang salah satu tetangga di komplek rumahku adalah seorang pengurus yatim piatu dan tetanggaku ingin membantu lebih banyak anak yatim piatu dengan cara meminta tolong Bapak mencarinya.”