Mirisnya, itu yang sedang terjadi saat ini. Media akan mengangkat topik yang paling panas, biasanya mengangkat isu dua kubu bersebrangan yang kemudian di ekspolitasi sebagai bahan berita.
Dalam kasus ini, media tidak salah. Dalam arti, ini tidak menyalah kode etik jurnalisme. Tetapi, celakanya media mengabaikan dampak sosial yang akan terjadi di masyarakat. Dengan secara terus-menerus menabrakan isu-isu panas, masyarakat akan ikut panas juga.
Ini sama seperti mempertarungkan antara satu petinju dengan petinju lainnnya. Media tidak berpihak pada satu petinju, tapi dibuatnya pertarungan tinju itu akan membuat penonton semakin agresif untuk memenangkan satu pihak.
Masyarakat menganggap bahwa semua yang ada di berita adalah pertarungan sengit yang mempertaruhkan antara hidup dan mati.Â
Kenyataannya, tanpa kita mendukung salah satu pihak pun, kehidupan kita masih tetap berjalan. Artinya, permasalahan berat yang dimuat oleh media sama sekali tidak berdampak langsung pada nasib kita.
Kita boleh saja mengikuti jalannya kasus yang ada di media dan ikut serta menyatakan pendapat. Namun, kita juga mesti sadar bahwa apa yang terjadi sebenarnya tidak berkaitan erat dengan kehidupan kita.
Ibaratnya, kalau dalam politik, siapapun yang menang dalam kontestasi politik, Jokowi versus Prabowo dan seterusnya, tidak akan mengubah hidup kita secara langsung.
Jadi, apa yang selama ini membuat kita panas dengan berita di media sesungguhnya bukan pertarungan hidup dan mati. Tetapi, sebatas berita adu kepentingan di kalangan elit-elit saja.Â
Selebihnya, media jadi pihak yang paling di untungkan dari segi profit. Sedangkan kita sebagai masyarakat biasa hanya jadi penonton saja.
Jadi penting bagi kita untuk bisa cerdas melihat keberpihakan media yang begitu kompleks. Kita mesti cermat memilah dan memilih informasi yang kita terima lewat media.
Kita tidak tahu "ideologi" apa yang dibawa satu media. Apa mereka membawa satu ideologi tertentu atau hanya berorientasi pada profit saja.