Manusia berubah, Islam tidak. Taat pada kebenaran dari Allah itulah menang, bukan membenarkan yang curang."
Caption itu disusul oleh ratusan komentar yang memperjelaskan konteks dari caption yang dia tulis. Itu merupakan bentuk kekecewaan atas kekalahan sang pro-khilafah karena merasa berada di pihak yang kalah. Tapi sebagai penegas, "kekalahan" yang di alaminya tidak dianggap sebagai kekalahan yang nyata.
Felix mengajak pendengar setia dakwahnya untuk berkaca bahwa dukungannya pada satu paslon adalah keliru. Ia secara tegas mengatakan dalam captionnya "perjuangan itu mesti semurni-murninya. Bukan ngarep pada manusia yang pasti bikin kecewa, bukan memperjuangkan manusia yang pasti berubah."
Dari apa yang ditulis Felix seharusnya bisa dijadikan pembelajaran bahwa tidak ada gunanya "menunggangi" Prabowo untuk kepentingan mereka sendiri. Toh kenyataanya Prabowo pun "menunggungi" mereka untuk kepentingannya meraup suara dari kalangan islam fundamental.Â
Kalau sudah begini, harusnya mereka sadar kalau banyak politisi-politisi saat ini yang dulu musuhan dan sekarang berkawan atau bahkan sebaliknya, dulu kawan, sekarang lawan, maka mereka mesti tahu kalau itu hal yang wajar-wajar saja dalam politik.
Dan ketika sekarang, mereka merasa Anies Baswedan ada di pihak fundamental, ya jangan senang dulu. Bisa jadi Anies pun "menunggangi" seperti halnya yang dilakukan Prabowo. Kemungkinan-kemungkinan itu bisa saja terjadi dalam politik praktis.
Kan ujung-ujungnya jadi repot kalau harus melihat kenyataan ini. Mereka yang bilang Surya Paloh dengan TV-nya sebagai Metrotipu. Lah, sekarang Surya Paloh yang sangat mereka benci malah mendukung panutan mereka Anies Baswedan. Kalau sudah begini, apakah masih berani bilang Metrotipu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H