Oleh: Mochamad Daffa Akmal
Siapa manusia yang memiliki predikat terbaik di dunia dan di akhirat?
Mari kita telaah akal pemikiran kita lebih mendalam melalui tulisan ini.
Allah SWT merupakan Tuhan Semesta Alam yang menciptakan segala sesuatu atas kudrat dan iradat-Nya. Adanya kudrat dan iradat Allah SWT dibuktikan dengan adanya alam semesta dan seisinya, seperti halnya manusia. Manusia diciptakan oleh Allah SWT pada hakikatnya tidak lain dan tidak bukan untuk menyembah kepada-Nya.Â
Bentuk kemuliaan dalam ibadah pada dasarnya, yakni kita sebagai orang yang terlahir dalam keadaan muslim senantiasa merasa takut kepada-Nya dan selalu menjunjung tinggi dan menegakkan nilai-nilai ajaran Islam dan mengedepankan ketakwaan. Ketakwaan yang selalu diimplementasikan akan menciptakan kemuliaan dan keagungan di hadapan Allah SWT, sebab nilai-nilai atau energi positif  yang ada di al-Quran, kita senyawakan di dalam kehidupan sehari-hari.Â
Dengan demikian, akan terwujudnya sikap toleransi yang tinggi antar sesama, dengan sikap toleransi yang tinggi akan melahirkan kerukunan, dengan kerukunan akan melahirkan kebersamaan, dengan kebersamaan akan melahirkan kekuatan, dan dengan kekuatan akan melahirkan kemenangan demi kemenangan.
Kemenangan adalah suatu hal yang sifatnya membawa kabar gembira (ke arah surga-Nya). Kabar gembira hal yang ditunggu-tunggu oleh tiap manusia, akan tetapi berdasarkan realita saat ini banyak ditemukan adanya dekadensi moral/akhlak sebagaimana yang dilakukan manusia saat ini atau bahkan umat-umat terdahulu. Kejadian-kejadian tersebut akan memberikan suatu cerminan terhadap diri kita masing-masing, sejauh manakah kita sudah menempuh menjadi pribadi yang bertakwa kepada Tuhan Semesta Alam.Â
Tentu, mewujudkan hal yang berkaitan dengan kebaikan pasti akan berat mengimplementasikannya, tetapi tatkala menginginkan suatu keburukan akan mudah dalam merealisasikannya. Semua itu merupakan tantangan untuk manusia yang beriman dan tidak bisa ditelan mentah-mentah oleh manusia dalam tindakannya.
Manusia diberikan bekal potensi oleh Allah SWT berupa akalnya untuk hidup di duniaa. Akal merupakan penciptaan yang paling istimewa sebagaimana Allah berikan kepada manusia.Â
Oleh karena itu, dengan akal kita bisa berpikir mana baik dan mana buruk, mana jalan yang lurus dan mana jalan yang menyimpang. Hal ini sebagaimana diperkuat di dalam kitab Nashoihul Ibad karya Imam Nawawi, ia mengemukakan bahwa sebaik-baik ciptaan adalah akal dan seburuk-buruknya ciptaan adalah kebodohan. Selain itu juga diperkuat oleh pendapat Imam Ali Karamallahu Wajha, bahwa ibadah yang paling tinggi adalah menggunakan akal dengan sebaik mungkin. Dengan demikian, betapa luar biasanya derajat akal dalam kehidupan manusia, sebab dapat menghantarkan kita kepada surga-Nya.
Berbicara mengenai ibadah, berdasarkan kaidah ushul fikih, "asal daripada ibadah adalah haram sampai ada dalil yang menunjukkan untuk melaksanakannya." Ibadah merupakan bentuk mendekatkan diri kepada Allah, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dan melakukan sesuai yang diperintahkan dan diizinkan oleh syariat. Syariat tertuang dalam isi agama Islam.Â
Agama Islam adalah apa yang telah disyariatkan Allah dengan perantara Nabi-Nabi-Nya berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan hamba-hamba-Nya di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, dalam ibadah syaratnya adalah memiliki akal, sebab ia mampu membedakan segala sesuatu sehingga terkena hukum taklif dalam agama guna melaksanakan ibadah sebagai perintah dari Allah SWT.
Hal ini sejalan dengan Q.S. Adz-Zariyat ayat 56, "tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada-Ku." Maka apapun bentuk ibadah yang kita lakukan semata-mata merupakan suatu bentuk penghambaan kita kepada-Nya.Â
Pertanyaannya: sudahkah kita memahami makna hakiki dari tujuan kita diciptakan kedunia ini, bagaimana tingkat ibadah kita atau justru sebaliknya kemudian kita abaikan sebagai makhluk-makhluk Allah yang selayaknya mengabdi kepada Allah SWT. Allah SWT sudah mengingatkan kepada kita dalam Q.S. Al-Hijr ayat 99, "sembahlah Allah sampai datang kematian menghampirimu." Maka tugas kita hanya satu, yakni ibadah. Apapun bentuknya dan apapun dimensinya, ibadah kepada Allah sampai Allah menginginkan kita pulang, sampai kita menyandang gelar alm, dan sampai masjid-masjid mengumandangkan innalillahi wa innailahi roji'un.
Tatkala meninggal maka manusia telah putus dari segala sesuatu, kecuali tiga perkara: sedekah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang saleh. Investasi jangka panjang tersebut hal semuanya tertuang dalam bentuk ibadah. Manusia yang bisa menyandang sebagai predikat terbaik di dunia dan di akhirat, yaitu adalah manusia yang senantiasa takut kepada Allah SWT dalam segala hal, bukan kepada makhluk. Dengan demikian, takut dapat dikategorikan sebagai bentuk takwa karena sudah termasuk bagian dari ketakwaan, yaitu menjalani perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya.Â
Semua itu ia sadari dari rasa takutnya akan pengawasan 24 jam dari Allah SWT dari setiap gerakan demi gerakan yang ia lakukan pada tingkah lakunya. Oleh karena itu, jangan sampai kita tukarkan kebahagiaan sesaat dengan kesengsaraan abadi, seperti menikmati maksiat (minum-minuman keras yang sifatnya sesaat) Â dan akan diminta pertanggung jawaban di akhirat kelak sehingga kita akan menyesal selama-lamanya.Â
Ulama mengajarkan agar setiap aktivitas ibadah, diiringi sifat raja' (pengharapan), yakni sebuah pengharapan agar setiap ibadah kita Allah terima dan khauf (takut/khawatir), yakni jangan sampai tingkat ibadah kita tidak terima. Maka dari itu kenali potensi-potensi dari ibadah kita, misalkan ada seseorang yang salatnya rajin sedangkan sedekahnya tidak, dan lain sebagainya. Ada hal-hal yang dapat merusak ibadah kita, yakni sebagai berikut:
1. Salah niat, niat sangat berpengaruh dalam ibadah kita, setinggi-tingginya niat adalah persembahan untuk Allah inna sholati wa nusuki...
2. Males mencari illmu sehingga kita memiliki ilmu dimensi ibadah yang kita lakukan
3. Riya
4. Sum'ah/perkataan
5. Ujub
6. Takabbur
Berdasarkan paparan di atas, dapat ditarik benang merahnya, yaitu predikat orang yang bisa menyandang gelar terbaik dari sebaik-baik manusia di dunia dan akhirat adalah orang yang senantiasa takut kepada-Nya dan penuh berharap kepada-Nya serta dapat menjadikannya sebagai orang yang saleh. Â Jadikanlah ibadah itu sebagai tanda kita cinta kepada Allah, bukan mengharapkan surga semata.
Sekian terima kasih, semoga dapat bermanfaat dari tulisan alfaqir.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H