Negara +62 sedang diributkan dengan masalah kinerja gubernur DKI Anies Jakarta karena banjir pada awal 2020 dan sengketa hak klaim perairan Natuna dengan China pasca bu Susi tidak lagi menjabat sebagai menteri KKP, justru kasus gagal bayar Jiwasraya yang sempat hangat namun tak menemukan titik terang malahan hanya mencari kambing hitam sekarang sudah tertular pada ASABRI padahal kasus tersebut diselidiki mulai Oktober 2018.
Kasus gagal bayar pada Jiwasraya membuat nasabahnya was-was terhadap uang klaimnya bahkan pimpinan perusahaan seperti wakil direkrur Samsung Indonesia pun terkena imbasnya, apalagi menambah rapor merah badan usaha yang menjadi penghasilan negara seperti dialami Garuda Indonesia dalam kasus penyelundupan Harley, dan dugaan adanya skandal seks terhadap beberapa pramugarinya.
Kasus Jiwasraya secara tak langsung mengancam keberlangsungan industri asuransi di Indonesia karena kita menjadi ragu dalam menggunakan asuransi walau dibutuhkan untuk dana pensiun, penanggungan biaya rumah sakit, dan santunan kematian, tapi bila perusahaan tersebut dalam kondisi tidak sehat alias nyaris kolaps pemegang polis pun pasti kena getahnya karena tidak jelasnya pengembalian uang.
Kasus gagal bayar Jiwasraya, apa kaitannya terhadap kasus Century sampai disebut jilid duannya?
Skandal keuangan terjadi pada asuransi sebelumnya bernama Nederlandsch-Indische Levensverzekerings en Lijfrente Maatschappij terjadi sejak tahun 2006 Â jumlah laba semu sekitar Rp 3,29 triliyun, namun pada tahun 2018 asuransi yang mensponsori klub Manchaster City dari Indonesia dilaporkan tidak mampu membayar klaim polis JS saving plan sebesar Rp 802 miliyar, juga BPK mencurigai bahwa Jiwasraya melakukan kesalahan dalam mengelola investasi sehingga disebutkan terdapat saham yang gorengan.
Hal tersebut diingatkan apa yang dialami pada bank Century 2008 lalu, adanya dugaan penyelewengan dana berjumlah Rp 678 miliyar, tetapi diluar dugaan hasil yang ditemukan berjumlah Rp 6,7 triliyun disebut merugikan negara, namun BPK memastikan kasus Jiwasraya bukan menjadi Century jilid dua karena disebut belum sistemik.
Pada kasus terjadi pada kedua lembaga keuangan, yang satu bank kepemilikan swasta, dan satu lagi asuransi milik negara sama-sama menyebabkan kerugian negara akibat salahnya pengelolahaan manajemen dalam investasi, sehingga jika kesalahan dalam laporan sekali saja berdampak luar biasa bagi negara, direksi harus bertanggung jawab pada persidangan tata usaha negara, dan nasabah disebut costumer mengalami kerugian hingga layak menerima ganti rugi.
Kasus yang dialami Jiwasraya disebut kasus Century jilid dua kemungkinan bisa terjadi, apalagi diduga adanya campur tangan pemerintah menyebabkan kasus yang merugikan ribuan nasabah dan kejamnya kapitalisme berorientasi terhadap keuntungan, apalagi BUMN disebut-sebut sebagai sapi perah keuangan negara.Â
Bukan hanya Jiwasraya bakal ditenggelamkan, kasus serupa juga dialami oleh AJB Bumiputera namun seolah-olah tenggelam kabar tersebut dan nasib nasabah pemegang polis tak tahu arah kemana.
Asuransi yang bermasalah sudah puncak gunung es, masih simpangsiur.
Pemerintah sedang sibuk dalam hak klaim perairan Natuna dengan China, kasus tersebut bersamaan dengan kasus Jiwasraya, benarkah disebut tumpang tindih atau disebut pengalihan karena ada isu praktek korupsi didalam BUMN tersebut?
Pada koalisi istana sibuk memperjuangkan perairan Natuna, seharusnya jangan lupakan adanya kerugian negara diakibatkan skandal Jiwasraya kalau disebut tumpang tindih.
Usut punya usut skandal Jiwasraya bukan hanya karena salah pengolahan laporan keuangan atau saham yang dijadikan gorengan melainkan terindikasi praktik korupsi oleh lima tersangka yang ditangani langsung oleh Kejaksaan Agung, bahkan Menko Mahfud menyebut praktek korupsi juga terjadi pada Asabri dengan total Rp 10 Triliyun.
Saya belum bisa menyebut tumpang tindih, namun jika dilihat peran pemerintah lebih terlihat dalam masalah sengketa Natuna dengan China daripada skandal Jiwasraya.
Untuk disebut pengalihan karena adanya praktek korupsi, sebenarnya sudah terlihat penangkapan tersangka, dan masalah tersebut menular pada Asabri, boleh disebut iya atau tidak hanya saja perbandingan peran bagai bumi langit.
Bisa saja dana seharusnya untuk memulih Jiwasraya yang terlihat sakit dari tahun 2018, justru digunakan untuk dana kampanye.
Terutama pada Jiwasraya sendiri membakar uangnya sendiri hanya demi menjadi sponsor klub Manchester City.
Bagaimana bisa skandal tersebut berdampak pada asuransi BUMN yang lain seperti Asabri?
Tak bisa terbantahkan penyakit yang dialami oleh Jiwasraya bukan hanya berdampak buruk pada perusahaan berplat merah saja tetapi juga industri asuransi di Indonesia, seperti yang sudah terlihat dugaan praktik korupsi pada Asabri.
Asuransi diperuntukan pada pensiunan TNI dan Polri mengalami kerugian tidak kalah fantasis dengan Jiwasraya, apalagi adanya keterkaitan yaitu sama-sama pengelolahaan dan adanya saham gorengan, salah satunya saham perusahaan penjualan ikan arawana yang tercatat di pasar modal.
Karena Asabri merupakan asuransi sosial untuk pensiunan angkatan bersenjata, maka berdampak pula pada kehidupan TNI dan Polri terutama santunan untuk pensiunan nanti, bahkan demi penyelamatan adanya usulan Asabri bersama Taspen bergabung dengan BPJS TK.
Bagaimana juga nasib klaim polis nasabah terhadap asuransi yang bermasalah seperti Jiwasraya, dan apakah benar hal itu sebagai risiko bagi nasabah pemegang polis?
Walau Erick Thoir sedang melakukan pembersihan perusahaan penghasil pendapatan negara salah satunya mengungkap penyelundupan Harley dilakukan oleh Ari Akshara selaku dirut Garuda Indonesia, tetapi masih dipertanyakan kinerjanya apalagi beliau berlatar belakang konglomerat sekaligus sempat menjadi timses Jokowi-Ma’ruf pada 2019 lalu.
Salah satunya korban gagal bayar mengaku sempat mendatangi kantor kementerian BUMN, tapi belum mendapat kepastian dari jaman bu Rini sampai pak Ericko, karena dipertaruhkan negara adalah rakyat sendiri.
Well, terlepas dari itu nasib korban gagal bayar Jiwasraya berdampak pula pada kita dalam menggunakan terutama asuransi jiwa sebagai investasi atau penanggung keuangan keluarga agar lebih kritis lagi dalam memilih, begitu pula risiko terjadinya hal serupa terutama asuransi yang sudah diketahui bermaslah.
So, belum dipastikan risiko tersebut menimpa juga pada kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H