Pada koalisi istana sibuk memperjuangkan perairan Natuna, seharusnya jangan lupakan adanya kerugian negara diakibatkan skandal Jiwasraya kalau disebut tumpang tindih.
Usut punya usut skandal Jiwasraya bukan hanya karena salah pengolahan laporan keuangan atau saham yang dijadikan gorengan melainkan terindikasi praktik korupsi oleh lima tersangka yang ditangani langsung oleh Kejaksaan Agung, bahkan Menko Mahfud menyebut praktek korupsi juga terjadi pada Asabri dengan total Rp 10 Triliyun.
Saya belum bisa menyebut tumpang tindih, namun jika dilihat peran pemerintah lebih terlihat dalam masalah sengketa Natuna dengan China daripada skandal Jiwasraya.
Untuk disebut pengalihan karena adanya praktek korupsi, sebenarnya sudah terlihat penangkapan tersangka, dan masalah tersebut menular pada Asabri, boleh disebut iya atau tidak hanya saja perbandingan peran bagai bumi langit.
Bisa saja dana seharusnya untuk memulih Jiwasraya yang terlihat sakit dari tahun 2018, justru digunakan untuk dana kampanye.
Terutama pada Jiwasraya sendiri membakar uangnya sendiri hanya demi menjadi sponsor klub Manchester City.
Bagaimana bisa skandal tersebut berdampak pada asuransi BUMN yang lain seperti Asabri?
Tak bisa terbantahkan penyakit yang dialami oleh Jiwasraya bukan hanya berdampak buruk pada perusahaan berplat merah saja tetapi juga industri asuransi di Indonesia, seperti yang sudah terlihat dugaan praktik korupsi pada Asabri.
Asuransi diperuntukan pada pensiunan TNI dan Polri mengalami kerugian tidak kalah fantasis dengan Jiwasraya, apalagi adanya keterkaitan yaitu sama-sama pengelolahaan dan adanya saham gorengan, salah satunya saham perusahaan penjualan ikan arawana yang tercatat di pasar modal.
Karena Asabri merupakan asuransi sosial untuk pensiunan angkatan bersenjata, maka berdampak pula pada kehidupan TNI dan Polri terutama santunan untuk pensiunan nanti, bahkan demi penyelamatan adanya usulan Asabri bersama Taspen bergabung dengan BPJS TK.
Bagaimana juga nasib klaim polis nasabah terhadap asuransi yang bermasalah seperti Jiwasraya, dan apakah benar hal itu sebagai risiko bagi nasabah pemegang polis?