Sepertinya ada dendam sejarah yang berakar dari status sebagai bangsa terjajah selama ratusan tahun yang membutuhkan penyaluran. Kita hendak membalas perlakuan kaum imperialis dengan balik menjajah anak bangsa sendiri. Perpeloncoan –dan terutama kekerasan fisik– memang harus diakhiri.
Saya mengapresiasi beberapa adik-adik saya di Universitas Halu Oleo, Kendari, yang berstatus mahasiswa senior, yang tidak nyaman dengan aksi-aksi perpeloncoan yang dilakukan oleh rekannya ataupun civitas akademika lain di kampus itu.
Kritikan mereka terhadap organisasi kemahasiswaan tempat mereka berhimpun –dalam memberikan rasa nyaman dan perlindungan kepada mahasiswa baru yunior mereka– merupakan pertanda bahwa telah muncul generasi-generasi baru yang memaknai kaderisasi dengan perangkat tafsir yang berbeda.
Memang, sejak opspek dihapus dan orientasi pengenalan kampus sepenuhnya diselenggarakan perguruan tinggi, kualitas etika yang diperlihatkan mahasiswa cenderung menurun. Rasa hormat dan penghargaaan terhadap dosen dan tatakrama terhadap orang lebih tua kian tergerus.
Tetapi penghormatan dan sopan santun, kendatipun berhasil tercipta melalui pemaksaan, tidaklah sejati. Sikap sopan bisa hadir dengan keteladanan yang ditampilkan. Rasa hormat yang diharapkan dari para yunior akan hadir dengan sendirinya ketika kualitas intelektualitas dan kecendekiaan para senior bisa dicerminkan.
Ketika Universitas Halu Oleo menyambut mahasiswa barunya dengan “menu” Pendidikan Karakter, seyogyanya tak ada lagi yang disuruh bernyanyi-nyanyi tak jelas juntrungannya. Jika masih ada, mereka adalah orang-orang lelah yang kurang hiburan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H