Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Keterbatasan Kapal Menghambat Distribusi Ikan yang Berlimpah di Anambas

30 September 2017   10:46 Diperbarui: 30 September 2017   18:40 3831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nelayan mendaratkan ikan di Tarempa (foto: Kamaruddin Azis)

Ihwal kebijakan dan perizinan kapal angkut ikan jadi persoalan pelik bagi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten Kepulauan Anambas. Meski telah disosialisasikan dan diberikan kelonggaran melengkapi izin sejak awal tahun ini, namun banyak pelaku usaha belum puas. Padahal, ikan di laut Anambas sedang melimpah, nelayan dan pengusaha bisa tersandung jika kendala ini tak segera dibereskan.

***

PAGI menggeliat di Kota Tarempa. Pemandangan begitu indah terlihat dari lantai dua pasar. Di bahu Pasar Ikan, Adi, nelayan asal Desa Tebang, bergegas menurunkan ratusan ekor ikan kerisi dari lambung pongpong. Adi mengembang senyum. Kerisi-kerisi-nya akan berpindah ke toke pengekspor ikan.

"Kerisi ini ikan-ikan ekspor," katanya sebelum pamit mengangkat ikannya, (27/09). Ikan kerisi serupa ikan merah tetapi lebih besar, bisa 10 kali lipat ikan merah biasa.

Tidak jauh dari Adi, di dermaga lainnya, muncul Hendrik (24) yang memboyong satu persatu ember berisi ikan tongkol atau simbok tangkapannya. Pemuda ini harus menggunakan sampan kecil untuk menampung ikan tongkol dari pongpong-nya yang ditambatkan di laut kemudian mengayuh ke tepian pasar.

"Semuanya 167 kilogram," kata Aai sambil menghisap rokoknya, ayah Hendrik yang menerima uang dari Wahyuddin, toke langganannya. Harga simbok di Tarempa dijual 25 ribu perekor. Aai mengaku dari sekian berat ikan yang dia bawa, dia dapat sekitar 2 juta pagi itu.

Sepagi itu, Wahyuddin mengaku telah membeli ikan tongkol hingga 3 ton dan siap diberangkatkan ke Pemangkat, Kalbar. "Mungkin saya akan ikut juga ke Pemangkat," ujar Udin.

Jika Adi menjual ikannya ke Kim Fung, maka Hendrik dan Aai melegonya ke Udin alias Wahyuddin. Kedua pembeli ini bersebelahan di Kompleks Pasar Ikan Tarempa. Hendrik dan Adi adalah pemancing khas Tarempa. Hendrik menggunakan pancing berumpan cumi palsu, sementara Adi pancing khusus ikan karang.

"Dengan alat-alat seperti fish finder dan GPS, saya sekarang tahu titik di mana banyak ikan manyung (kuweh). Tapi karena harga murah, saya fokus di ikan kerisi saja. Berat di ongkos," ujar Adi yang mengaku melaut di titik sekira 120-180 mil dari pantai Tarempa.

"Ikan manyung harganya cuma 10 sampai 13 ribu per kilo, ditangkap pun menuh-menuhin kes ikan saja," imbuh nelayan pemilik pongpong berbobot tidak kurang 3 groston ini di salah satu kedai kopi samping pasar.

Di lantai Pasar Ikan Tarempa, ikan-ikan tongkol, cakalang, udang, teri, layang terhampar. Hanya ada satu-dua kerapu dipajang. Ikan kakap dan kerapu rupanya masuk pula target pengiriman ke Tanjung Pinang atau Batam lalu diekspor, karenanya tak banyak ditemukan di sini.

"Kalaupun ada paling satu dua saja, lebih banyak diekspor atau dikirim ke Tanjung Pinang," kata Affan, warga Tarempa yang tinggal di sisi pasar.

Ikan di tempat Kim Fung (foto: Kamaruddin Azis)
Ikan di tempat Kim Fung (foto: Kamaruddin Azis)
***

Cerita Kim

KIM Fung (52), duduk di atas cold box. Jemarinya membilang lembaran uang 50 ribu lalu diserahkan ke pria yang berdiri di depannya. Transaksi baru saja selesai.

Di ruangan seluas 3 x 4 meter itu, Kim memulai pagi seperti biasa. Dia dibantu dua anak muda. Keduanya menimbang ikan, mengatur dan mengisi es peti yang siap dikirim ke Tanjung Pinang. Pagi itu, satu persatu nelayan membawa ikan ke lapak Kim. Salah satunya Adi itu.

Di lantai kayu berserak ikan-ikan ekor kuning, ekor hijau. Ada pula kakap dan kerapu. Kim menyebut bahwa ini pertanda bahwa Anambas punya banyak ikan karang. Seorang pria menggendong anak kecil datang dan mencari ikan tenggiri. Kim berdalih bahwa saat ini ikan tenggiri tidak ada di tempatnya.

"Tidak ada, bulan ini belum ada, belum musim," katanya dengan akses Melayu nan khas. Menurut Kim, ikan tenggiri memang merupakan ikan khas Anambas dan bisa mencapai Rp 70 ribu/kilo. Pria yang mencari tenggiri itu berlalu dan meraih ikan kerapu merah terang di lantai pasar di depan lapak Kim.

Kim adalah salah satu toke pembeli ikan di sekitar Pasar Ikan Tarempa. Ada pula Wahyuddin, Jufri, dan Muslim.

Jika Kim membeli beragam ikan, pelagis maupun ikan dasar, Wahyudin khusus pada ikan tongkol. Jika Kim membawa ikannya ke Tanjung Pinang, Udin mengirimnya ke Pemangkat, Kalimantan Barat. Kim menyewa tempat usahanya itu dari Pak Titi. Nilainya belasan juta. Dia punya puluhan coldbox.

"Harus banyak sebab sebab perputarannya hingga 20 hari pak," katanya kepada penulis.

"Kita masih terkendala proses pengiriman ikan keluar Tarempa," aku Kim. Menurutnya, selama ini, dia mengirim ikan melalui kapal kargo, atau kapal barang yang sering hilir mudik, Tarempa - Tanjung Pinang. Namun belakangan ini tak semudah dulu.

"Harus ada surat izin pengangkutan ikan dari sini. 'Kan kapal kargo perlu kelayakan, kalau kirim ikan harus pakai SIKPI," kata pria yang mengaku telah menggeluti usaha perikanan sejak 10 tahun lalu ini.

SIKPI yang dimaksudkan Kim adalah Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan, surat izin yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan kegiatan pengangkutan ikan dari pelabuhan ke pelabuhan di wilayah Republik Indonesia atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di negara tujuan, seperti Singapura atau Hongkong.

Ikan tongkol di Pasar Ikan Tarempa (foto: Kamaruddin Azis)
Ikan tongkol di Pasar Ikan Tarempa (foto: Kamaruddin Azis)
Karena belum punya kapal sendiri, Kim mengirimnya lewat kargo asal Tarempa namun belakangan ini merasa usahanya penuh kekhawatiran sebab bisa saja terhadang, ketika kapal tak lagi bisa mengangkut ikan sepenuhnya sesuai ketentuan Pemerintah.

Jika Kim Fung tak punya kapal angkut, maka Udin punya kapal angkut asal Pemangkat, Kalimantan Barat.

"Kita ada bos di Kalimantan Barat, kita pakai kapalnya. Hari ini ada 3 ton ikan tongkol yang siap dibawa ke sana," kata pria keturunan Selayar, Sulawesi Selatan ini.

Belum terselesaikan
Ditemui di tempat terpisah, Kepala Dinas Perikanan, Pertanian dan Pangan Kabupaten Kepulauan Anambas, Ir, Chatarina E.D Winarsih mengakui bahwa permasalahan perikanan di Tarempa terletak pada ketersediaan kapal pengangkutan ikan.

"Masalah kita belum terselesaikan, pada kapal pengangKut ikan segar. Selama ini banyak pengusaha kita masih sembunyi-sembunyi gitu," katanya.

Menurut Chatarina, selama ini pengusaha ikan menggunakan kapal kargo, kapal besi atau kayu tujuan Tanjung Pinang. Sejak adanya pengaturan baru, beberapa pengusaha merasa ragu-ragu juga, ikan banyak, ekonomis namun ketika hendak dikirim ke pasar, terkendala di perizinan kapal angkut.

Kepala bidang pemberdayaan nelayan, Syamsuherman Amin menambahkan bahwa selama ini urusan pengangkutan ini lancar saja, pengusaha bawa ikan ke Tanjung Pinang, pulangnya, kapal diisi barang kelontong atau apa saja yang menguntungkan.

"Jadi kemarin kita menggesa mereka untuk mengurus perizinan kapal angkut," kata Syamsuherman Amin, Kabid Pemberdayaan Nelayan.

Menurut Syamsu, urusan cargo adalah urusan Kementerian Perhubungan sementara urusan perikanan adalah urusan KKP, harusnya memang ada koordinasi dan kemudahan untuk nelayan dan pengusaha perikanan di Anambas.

"Di peraturan kita, pengangkut ikan ndak bisa kapal kargo. Sampai sekarang kita belum clear, sedikit-sedikit nelayan, pengusaha, nelpon soal kapal angkut ini," kata Syamsu.

"Poinnya perlu kapal angkut, ikan kita banyak yang busuk, kalau tak segera diangkut. Kalau ikan asal Anamabas tertahan ikan akan mahal," ucap Chatarina.

"Ini sudah beberapa kali kita sampaikan ke pihak terkait, terakhir dengan DPD RI dan pak Bupati pun telah menyampaikan masalah ini termasuk Napoleon. Ke Kementerian Perdagangan, dengan KKP. Jadi yang di KKP sampai bosen, tetapi karena ini kebijakan kita ikuti saja meski kita belum bisa penuhi semuanya," tutur Chatarina.

Hendrik dan ikan tangkapannya (foto: Kamaruddin Azis)
Hendrik dan ikan tangkapannya (foto: Kamaruddin Azis)
Chatarina tahu bahwa di Natuna, KKP punya program Sentra Kelautan dan Perikanan (SKPT) di Selat Lampa namun karena jarak kurang lebih sama dengan Tanjung Pinang atau Batam jadi menurutnya bukan solusi yang tepat.

"Orang malah nggak mau ke Natuna, kelamaan," katanya.

"Jika pun nanti ada kapal angkut ikan, persoalannya adalah pada apa isinya ke sana, bawa ikan, kalau ke sini bawa apa? Jadi kalau kita adakan kapal angkut, ongkos akan bisa lebih mahal, ke sini dari Tajung PinAng sebab ndak boleh bawa barang dan dari sana kan?" sambung Syamsu.

Menurut Syamsuherman, persoalan pengangkutan kapal ini harus dilihat secara bijak juga.

"Ikan-ikan yang diangkut bukan hanya melibatkan pengusaha besar tetapi pengusaha kecil. Mereka ada 30, 50 atau 10 fiber dengan ongkos angkut 120 ribu per-fiber untuk berat hingga 200 kilo. Kalau dengan SIKPI, ongkosnya bisa 300ribu, harus bolak balk dan kosong dari Tanjung Pinang, jadi repot juga," terang Syamsu yang juga alumni Ilmu Kelautan Universitas Riau ini.

Bagi Chatarina dan Syamsu, pengangkutan ikan dari Tarempa keluar daerah menggunakan kotak fiber, ada juga yang termasuk kargo. Bagi keduanya, pengangkutan ikan sebelumnnya tidak bermasalah sebab dimasukkan ke fiber-fiber, beberapa instansi vertikal juga melakukan hal sama. Mereka mengaku ini perlakuan khusus untuk ikan saja.

Upaya yang ditempuh dinas yang dipimpin oleh Chatarina ini cukup nyata untuk pengembangan perikanan di Anambas. Ada ide unit pengolahan ikan seperti kerupuk ikan, budidaya rumput laut, pengadaan sampan kecil 35 unit, bagan ikan, ada pula pengadaan perahu 3 GT sebanyak 10 unit.

"Pabrik es masih di pribadi-pribadi, lokasi pelabuhan ikan khusus di Tarempa (TPI) belum ada jadi bersifat bebas gitu," kata Syamsu.

"Harapannya tahun depan ada TPI. Harapannya pengumpul-pengumpul bisa lebih tertata dan mendapat bantuan dari Pemerintah seperti pengecekan karantina, Kapal-kapal kargo yang selama ini bawa ikan nelayan sekitar 10 unit," tambahnya.

"Terkait urusan kapal pengangkut ini memang ada aturannya, jadi wajar juga jika otoritas seperti Polairud bertindak tegas," katanya Syamsu.

Syamsu juga membaca bahwa meskipun sudah ada Kapal Tol Laut melayani rute Tarempa, Natuna (Selat Lampa) dan Jakarta secara berkala namun masih perlu dioptimalkan. Selama ini kebutuhan nelayan dan pengusaha ikan masih pada pengangkutan ke Tanjung Pinang, Tanjung Balai Karimun atau Batam.

***

Tol Laut perlu dioptimalkan (foto: Kamaruddin Azis)
Tol Laut perlu dioptimalkan (foto: Kamaruddin Azis)
Buah simalakama
SAAT dikonfirmasi perihal isu alat kapal angkut ikan ini, Bupati Kepulauan Anambas Abdul Haris mengakui bahwa isu kapal angkut ini merupakan persoalan pelik, bagi nelayan, bagi pengusaha, dan bagi Pemerintah Anambas.

Di awal tahun ini ada ketentuan untuk memberi kelonggaraan bagi pengusaha ikan untuk menyiapkan Surat Izin Kapal Angkut Ikan (SIKPI) namun sampai sekarang keluhan ketersediaan alat angkut ini masih dirasakan.

"Sama dengan Napoleon, sejak ada regulasi bahwa kapal Hongkong tidak boleh mengangkut ikan, pendapatan masyarakat nelayan akan berkurang. Dari sisi ekonomi, jauh menurun," kata Abdul Haris, (27/09) saat ditemui di kantornya.

Menurut Haris, ada mata rantai antara nelayan dan pengumpul ikan termasuk pengumpul ikan Napoleon.

"Kalau bawa ikan kemudian ditangkap, karena izin angkut ikan tidak ada, tidak boleh bawa sembako. Rugi kan? Akhirnya tidak ada yang mau. Ini buah simalakama. Harus ada kebijakan yang berpihak ke masyarakat namun tetap tidak mengabaikan negara," imbuhnya.

Menurut Haris, potensi ikan di Anambas sangat besar dan perlu perhatian serius pemerintah pusat.

"Sekarang akan masuk lagi musim tenggiri, di musim utara. Itu kadang-kadang penghasilan 2-3 juta, permalam. Data Dinas Perikanan disebutkan tiap 5 hari dapat mengumpulkan 41 ribu ton ikan mati, itu yang terdaftar, belum yang tidak terdaftar, melalui tangkahan, pasar ikan," katanya.

"Kendalanya memang di harga dan transportasi, karena tidak ada pengusaha yang berani. Mereka menunggu, para nelayan pengumpul ini, berpikir, 'kan ada bantuan Kapal Inkamina. Masih ada, mereka sampai berpikir, itu saja dialihfungsikan tapi nggak boleh," kata Haris.

"Bisnis ini rentan tapi kalau ada kapal pengangkut, akan bagus. Waswas juga ini kalau kapal kargo yang bawa ikan nelayan dan pengusaha ditangkap dan disita ikannya," pungkas Bupati yang mengaku sudah pernah bersua Sekjen KKP, Rifky Effendi Hardijanto dan berharap bisa menyampaikan perihal isu perikanan Anambas ke Menteri Susi Pudjiastuti.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun