"Harapannya tahun depan ada TPI. Harapannya pengumpul-pengumpul bisa lebih tertata dan mendapat bantuan dari Pemerintah seperti pengecekan karantina, Kapal-kapal kargo yang selama ini bawa ikan nelayan sekitar 10 unit," tambahnya.
"Terkait urusan kapal pengangkut ini memang ada aturannya, jadi wajar juga jika otoritas seperti Polairud bertindak tegas," katanya Syamsu.
Syamsu juga membaca bahwa meskipun sudah ada Kapal Tol Laut melayani rute Tarempa, Natuna (Selat Lampa) dan Jakarta secara berkala namun masih perlu dioptimalkan. Selama ini kebutuhan nelayan dan pengusaha ikan masih pada pengangkutan ke Tanjung Pinang, Tanjung Balai Karimun atau Batam.
***
SAAT dikonfirmasi perihal isu alat kapal angkut ikan ini, Bupati Kepulauan Anambas Abdul Haris mengakui bahwa isu kapal angkut ini merupakan persoalan pelik, bagi nelayan, bagi pengusaha, dan bagi Pemerintah Anambas.
Di awal tahun ini ada ketentuan untuk memberi kelonggaraan bagi pengusaha ikan untuk menyiapkan Surat Izin Kapal Angkut Ikan (SIKPI) namun sampai sekarang keluhan ketersediaan alat angkut ini masih dirasakan.
"Sama dengan Napoleon, sejak ada regulasi bahwa kapal Hongkong tidak boleh mengangkut ikan, pendapatan masyarakat nelayan akan berkurang. Dari sisi ekonomi, jauh menurun," kata Abdul Haris, (27/09) saat ditemui di kantornya.
Menurut Haris, ada mata rantai antara nelayan dan pengumpul ikan termasuk pengumpul ikan Napoleon.
"Kalau bawa ikan kemudian ditangkap, karena izin angkut ikan tidak ada, tidak boleh bawa sembako. Rugi kan? Akhirnya tidak ada yang mau. Ini buah simalakama. Harus ada kebijakan yang berpihak ke masyarakat namun tetap tidak mengabaikan negara," imbuhnya.
Menurut Haris, potensi ikan di Anambas sangat besar dan perlu perhatian serius pemerintah pusat.
"Sekarang akan masuk lagi musim tenggiri, di musim utara. Itu kadang-kadang penghasilan 2-3 juta, permalam. Data Dinas Perikanan disebutkan tiap 5 hari dapat mengumpulkan 41 ribu ton ikan mati, itu yang terdaftar, belum yang tidak terdaftar, melalui tangkahan, pasar ikan," katanya.