Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Posisi Sulawesi Selatan dalam Gagasan Poros Maritim ala Jokowi-JK

25 Februari 2017   10:46 Diperbarui: 27 Februari 2017   02:01 2234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dimensi kelautan Indonesia (foto: Kamaruddin Azis)

ANDAI saja, Jokowi-JK diusung partai biru, mungkin istilah Poros Maritim tak ada, yang lahir adalah Revolusi Biru. Haha, jangan dianggap serius, hanya berandai. 

Oh ya, hari ini, Sabtu, 25/02, Raker Ikatan Sarjana Kelautan (ISLA) Unhas dihelat di Jakarta. Di Makassar Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO) Sulawesi Selatan menggelar diskusi Cetak Biru Pembangunan Kolaboratif Poros Maritim. Judul yang kuat sekaligus ambisius. Untuk itulah, saya menuliskan beberapa catatan ‘tak baru ini’ terkait dimensi kayuhan anak-anak Kelautan menuju pusaran Poros Maritim rezim Jokowi-JK yang masih terlihat samar itu.

***

Di Makassar, ISKINDO, organisasi yang ketua pusatnya di Jakarta disunting Susi Pudjiastuti sebagai pejabat terasnya, tergugah menyigi isu dan menyusun cetak biru pembangunan terkolaborasi terkait Poros Maritim di Sulsel. ISKINDO lahir tegak pada 2015 dan diusung oleh alumni-alumni Ilmu Kelautan dari berbagi universitas di Indonesia. Ketua ISKINDO Sulsel, DR. Abdul Gaffar memandang penting untuk segera menyiapkan cetak biru (blueprint) bagi para pihak di Sulawesi Selatan dalam membangun potensi sumber daya kelautannya.

Blueprint sejatinya adalah kerangka kerja terperinci sekaligus landasan dalam penyusunan kebijakan yang berisi deklarasi tujuan dan sasaran, menyigi tantangan dan menyusun strategi solutif. Tidak hanya itu, blueprint juga menawarkan program, arah, fokus kegiatan serta langkah-langkah implementatif. Bukan hanya bagi ISKINDO tetapi institusi lain yang punya perhatian pada isu kelautan nasional.Hal-hal substantif dan penting untuk dipahami pada konteks penciptaan blueprint adalah apakah hakikat dari pembangunan kolaboratif dan poros maritim itu sendiri.

Apa sesungguhnya motif dan visi dari diksi ‘Cetak Biru Pembangunan Kolaboratif Poros Maritim atau sebutlah, Revolusi Biru itu’?

***

Pembangunan adalah pilihan menjawab agenda perubahan yang terencana. Pada konteks itu adalah perubahan yang direncanakan dan bersinggungan dengan diksi Poros Maritim (Dunia) dengan memandang posisi Sulawesi Selatan sebagai bagian dari Indonesia. Di dalamnya, sebagai sebuah praksis, kata kolaboratif meniscayakan identifikasi peran multipihak dan berkaitan dengan bentuk dan kapasitas yang dipunyai, apa yang bisa dibagikan.

Di situasi Indonesia, Poros Maritim merupakan muara kehendak rezim Jokowi-JK yang melihat peluang membangun Indonesia dengan menggetarkan sumbu potensi, kekayaan, khazanah, ‘Naga Tidur’ bernama kelautan. Fungsional dimaksudkan bahwa laut, bahari, samudera adalah fungsi-fungsi sosiologis, kultural dan politis yang dapat menjadi perekat sekaligus penguat ekonomi dan politik Indonesia. Tetapi tentu saja ini tak cukup, elemen lainnya harus menjabarkan dan mengidentifikasinya sesuai realitas lokal. Inilah yang harus diidentifikasi untuk menemukan aktor, menyigi kapasitas, pengalaman, pengetahuan, dan daya juangnya dalam membangun potensi sumber daya kelautan tersebut. Inilah tantangannya.

Pemilihan diksi pembangunan secara kolaboratif yang dipilih ISKINDO Sulsel seolah ingin menjawab asumsi dan ekspektasi bahwa laut tak semata sebagai ‘ruang eksplorasi, eksploitasi, ruang pamer kuasa, wahana sampah dari daratan belaka’ tetapi manifestasi dari dinamika membangun cita-cita bangsa yang menyejarah, berdaulat, berkelanjutan dan menyejahterakan. Manifestasi yang memungkinkan semua pihak berkontribusi positif, bukan sebaliknya. Bukan apa-apa, 30 tahun terakhir, degradasi sosial ekonomi dan ekologi telah mengantar komunitas di pesisir dan pulau tetap terpasung dalam ketidakberdayaan.  Semua pihak membaca itu.

Posisi strategis Sulawesi Selatan

Sulawesi Selatan memboyong kekayaan historis pemanfaatan ruang laut dan daratan untuk kepentingan politik, ekonomi hingga kebudayaan. Catatan-catatan sejarah tentang tanah di selatan Sulawesi, keragaman suku dan budaya, entitas sosial yang mewujud kerajaan-kerajaan otonom di pesisir, menunjukkan betapa kawasan ini adalah juga simpul pertumbuhan kebudayaan sekaligus daya tarik bagi pihak lain dalam dimensi yang luas, kepentingan ekonomi, politik, kekuasaan hingga kebudayaan.

Salah satu otorita menarik itu adalah Kerajaan Gowa-Tallo di abad ke 17. Sebelum dan setelah jatuhnya Kerajaan Gowa di tahun 1669, Pelabuhan Makassar di Gowa adalah titik temu lalu lintas strategis pengelana dan penjelajah bumi.Kapal-kapal ekspedisi seperti Wallacea, pelaut dari Eropa hingga armada Jung dari Tiongkok dilaporkan menjadikan pantai Makassar di Sulawesi Selatan sebagai ruaya usaha, tempat transit sekaligus tempat loadinglogistik sebelum ke destinasi akhir di timur atau ke barat.

Pelabuhan Makassar adalah bukti timeline sejarah yang merupakan poros berdenyutnya kehidupan maritim sejak nun lampau. Catatan-catatan tentang relasi bisnis antara Makassar dan Singapura, dengan Eropa dengan Australia telah menggeliat sejak abad 17. Puncaknya di abad ke 18 dimana tarik menarik kepentingan kutub-kutub kekuasaan perdagangan dan hegemoni menjadikan Makassar sebagai episentrumnya.

Di pesisir Makassar, nun lampau, terdapat tata kelola maritim yang demokratis di Gowa-Tallo hingga menggoda datangnya atase-atase perdagangan Eropa di Pelabuhan Makassar di abad ke-17 dan 18. Ada bukti persinggungan dan pertautan ekonomis, sosiologis dan politis di situ, ada pembauran keilmuan dan transfer kapasitas di situ. Keberadaaan Karaeng Pattingngalloang yang cerdas dan peduli pendidikan adalah pengecualian atas kabar miris setelah lumpuhnya Gowa karena kekalahan telak Sultan Hasanuddin oleh Belanda yang disokong Arung Palakka.

Pelabuhan Makassar adalah simpul pelayaran dari Laut Banda ke tanah Jawa, ke barat. Merupakan titik perlintasan pengiriman kemenyan, barus, damar, kayu cendana, cengkeh, hingga teripang ke Tiongkok. Merupakan spot strategis di kancah relasi bisnis internasional.

Catatan-catatan dari Tome Pires dan Eredia tentang geliat di Asia Tenggara menyebutkan Makassar sebagai salah satu simpul penting itu sejak abda ke 16. Tuan Dalrymple dan Forrest yang tersohor, pengelana dan peneliti, menyebutkan antara abad 16 hingga 18  geliat ekonomi juga terpolarisasi dari sini. Tahun 1800, Makassar (atau Gowa-Tallo) menjadi domain kontrol Belanda yang memainkan VOC sebagai dirijennya. Cerita-cerita tentang sepak terjang Belanda di Makassar ini juga ditemukan di dalam karya novel Joseph Conrad dan Sommerset Maughn (Macknight, 2017).

Dalam bukunya The Voyage To Marege (2017), peneliti Asutralia C.C Macknight, menyebut bahwa meski telah diluluhlantakkan perannya sebagai bandar otonom sebelum tahun 1700-an, Belanda giat membangun bandar dan kota, mematikan pengaruh Raja Gowa-Tallo di pesisir barat laut Sulawesi Selatan (Makassar), membangun ikon Benteng Panynyua atau Fort Rotterdam dan Societet de Harmonie adalah dua hal yang membuktikan daya pikat bangsa lain di Makassar.

Saat itu, pelabuhan Makassar tetap memegang fungsi penting sebab alasan letak strategisnya itu, di sana berlangsung setidaknya tiga aspek atau dimensi denyut kehidupan yang mencirikan titik strategis ini.

Pertama, menurut Macknight, Pelabuhan Makassar adalah pintu masuk barang-barang dari luar neger (impor) yang dibutuhkan oleh Belanda sekaligus warga Gowa dan sekitarnya. Yang kedua, menjadi simpul pendistribusian barang-barang impor tersebut dan pada saat yang sama juga ada unit usaha yang mengumpulkan produk-produk atau hasil bumi dan lautan di Sulawesi. Yang ketiga, dinamika di pesisir, terutama di sekitar pelabuhan Makassar itu sendiri sebagai geliat maritim. Dengan kata lain, Pelabuhan Makassar tetap merupakan pelabuhan penting meski penguasaannya telah bergeser dari Gowa-Tallo ke Kompeni Belanda.

Sulsel dan Dimensi Poros Maritim

Pemerintah Jokowi-JK memandang bahwa Indonesia memiliki potensi besar sebagai poros maritim dunia. Poros maritim adalah gagasan strategis untuk menjamin konektivitas antar pulau, pengembangan industri perkapalan dan perikanan, perbaikan transportasi laut serta fokus pada keamanan maritim. Beberapa dimensinya adalah upaya penegakan kedaulatan wilayah laut NKRI, revitalisasi sektor-sektor ekonomi kelautan, penguatan dan pengembangan konektivitas maritim, rehabilitasi kerusakan lingkungan dan konservasi biodiversity, serta peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kelautan.

Hal-hal inilah yang merupakan program-program utama pemerintahan Jokowi-JK untuk mewujudkan Indonesia sebagai proros maritim dunia. Sebagai sebuah paket kehendak, ide Poros Maritim ini adalah pola lama Revolusi Biru yang dibarukan, yang harus dikontekskan pada situasi kontemporer dan masa depan Sulawesi Selatan, atau Indonesia secara umum. Bagi Sulawesi, ketika Indonesia menjadi poros maritim dunia maka pilarnya pasti terdapat di Sulawesi Selatan. Betapa tidak, posisi strategisnya sebagai pintu tengah timur-barat, selatan-utara seperti yang disebutkan di bagian di atas tulisan ini menjadikannya prioritas atau harus menjadi lomokotif utama.

Oleh sebab itu, ISKINDO harusnya memandang bahwa ke depan, dibutuhkan infrastrukur antar pulau dan sepanjang pesisir di setiap pulau besar dan kecil, di pedalaman atau tepian. Infrastruktur yang tak melulu untuk kepentingan ekonomi tetapi sosiologis. Maka terpujilah Kota Makassar yang tetap menjaga Kayu Bangkoa sebagai wahana warga pesisir dan pulau-pulau, yang tetap merawat Fort Rotterdam sebagai ikon kemaritiman itu. Bukan semata mengawal prasasti kuasa seperti reklamasi dan Center Point of Indonesia.

Untuk dapat menjadi poros utama pertumbuhan maritim di Nusantara, Sulawesi Selatan harus membangun dan meningkatkan daya dukung sistem pelayaran, menghidupkan pelabuhan-pelabuhan perikanan yang mangrak dari Selayar hingga Palopo, perbaikan tata kelola kepelabuhanan, dan memodernisasinya sesuai standar internasional, perbaikan pelayanan dan akses di seluruh pelabuhan yang ada.

Pelaut-pelaut Bugis-Makassar yang di dalam darahnya mengalir tradisi kebaharian memerlukan tempaan tambahan untuk sesuai dengan spirit zaman, tangguh dan berpendidikan kelautan merupakan salah satu prasyaratnya. Perkembangan teknologi dan komunikasi yang kian massif saat ini merupakan ruang yang bisa dimanfaatkan untuk mengakselerasi tradisi tersebut agak sesuai spirit zaman. Oleh sebab itu, kampus-kampus kelautan dan pusat pelatihan kebahariaan harus tampil beda dibanding masa-masa sebelumnya yang terlihat kusut dan mandul.

Fokus ISKINDO Sulsel

Bagi ISKINDO Sulawesi Selatan, sesuai dengan kehendak menyusun blueprint pembangunan kolaboratif terkait Poros Maritim itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, tidak banyak tetapi penting (daripada banyak tapi tak bisa dioperasionalkan), sebagai berikut:

Hal pertama yang harus menjadi perhatian bersama adalah bentuk kontribusi apa yang mesti diberikan pada upaya penguatan budaya maritim yang heterogen di pesisir, entitas sosial ekonomi khas Bugis-Makassar sebagai pilar sekaligus basis pemanfaatan. Revitalisasi kebudayaan maritim seperti apa yang relevan dan sesuai konteks Sulawesi Selatan saat ini? Menghidupkan Karaeng Pattingngalloang? Merevitalisasi spirit La Galigo? atau harus menghadirkan lagi figur seperti Prof Ahmad Amiruddin tetapi fokusnya ke Maritim?

Apakah tantangannya sehingga terjadi degradasi nilai pada upaya-upaya pemanfaatan hasil laut di tengah komunitas pesisir? Mengapa tradisi patron-client tak lagi kontributif pada daya tahan sosial-ekonomi di pesisir Sulawesi Selatan.

Yang kedua adalah, bagaimana memastikan pola upaya yang bisa mewarnai corak pengelolaan sumber daya pesisir dan laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan berbasis laut. Industri-industri perikanan dan kemaritiman domestik yang seperti apa yang dapat menjalankan pengolahan produk perikanan tangkap dan budidaya perikanan dan kelautan sebagai sumbu penggeraknya?

Nampaknya, hal demikian bukan hal sulit di tengah kapasitas yang tersedia yang telah lebih dari cukup, sebaran alumni Kelautan atau setidaknya setelah membaca dinamika kelautan dan perikanan Sulawesi Selatan sejak 50 tahun terakhir merupakan modal utamanya.

Lalu yang ketiga adalah pentingnya mengajak Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan untuk terus mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas antar pulau. Laporan bahwa Gini Ratio Sulsel yang lebih tinggi di atas rerata nasional menjadi bukti bahwa ada disparitas, ada ketimpangan perlakuan. Yang kota makin maju, yang desa pulau ketinggalan. Apaji?

Pemerintah Sulawesi Selatan yang mempunyai lebih dari 200 pulau kecil harus memastikan ketersediaan sarana prasarana transportasi memadai, di Teluk Bone, di Laut Flores sekitar Selayar dan Sinjai, bangunan penyedia logistik hingga industri perkapalan seperti di Bira dan sekitarnya.

Yang keempat, yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana mendorong tumbuh kembangnya kolaborasi pariwisata bahari seperti di Bira Bulukumba, Atol Taka Boneate, Kepulauan Sangkarang di Takalar, Makassar, hingga Pare-pare. Teluk Bone juga harus menjadi perhatian. Disebut kolaborasi untuk pengembangan pariwisata, sebab bidang ini sangat bergantung pada bidang perhubungan, tata ruang, perdagangan hingga pendidikan.

Hal-hal demikian itulah yang harus dimasukkan ke dalam cetak biru Poros Maritim atau Revolusi Biru, yang dapat mengisi kapasitas individu, perencana, pengambil kebijakan dan organisasi yang berada di garis depan.  Langkah konkretnya silakan dielaborasi dan didetailkan, bawa ke ruang diskusi perencanaan program masing-masing institusi, organisasi mahasiswa, organisasi alumni, Pemerintah, calon Bupati, calon Walikota, Gubernur atau ranah organisasi masyarakat sipil.

Silakan.

Gowa, 25/02/2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun