Matahari belum nampak di Balige saat puluhan tentara bersorak. Mereka lari beriringan menyusuri Jalan Tarutung di persisian Danau Toba. Matahari di timur terhalang awan, di barat, bulan masih nangkring di atas bukit. Saya menyapu pandangan dari puncak Hotel Mutiara ke timur, ke barat dan membaca suasana sendu di atas Danau Toba, (19/08).
Sebulan sebelumnya, atau pada 18 Juli 2016, Jokowi mengingatkan Kementerian terkait untuk peduli masa depan pariwisata Toba sebagai satu dari 10 Destinasi Wisata Nasional bersama Morotai, Wakatobi, Mandalika, Labuan Bajo, Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Kepulauan Seribu, Borobudur dan Bromo-Tengger-Semeru.
Masuknya Toba, kawasan wisata seluas 500 Ha ini sebagai jawaban atas belum optimalnya pengembangan kawasan strategis dan eksotik ini. Ada deklinasi kunjungan. Menurut Kementerian Pariwisata, data kunjungan wisatawan di tahun 2011 dan 2012 cukup tinggi, mencapai 15.000 kunjungan, tetapi turun menjadi 11.000 kunjungan di tahun 2013. Total angka kunjungan di tahun 2014, termasuk wisatawan mancanegara dan nusantara, hanya 180.000 kunjungan.
Program percepatan pembangunan Destinasi Pariwisata Danau Toba menjadi agenda Pemerintahan Jokowi. Dengan membangun Toba maka target menghadirkan kunjungan wisatawan mancanegara sebesar 1.000.000 kunjungan pada 2019 mulai digeber.
Sesungguhnya, dengan segala atribut yang melekat, Danau Toba memiliki peluang besar untuk disambangi wisatawan. Dengan panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer, Toba adalah danau vulkanik terbesar di dunia. Toba adalah danau terbesar kedua di dunia setelah Victoria di Afrika. Belum lagi kedalamannya yang mencapai 500 meter. Merupakan 10 danau terdalam di jagad raya. Belum lagi keberadaan Pulau Samosir di tengah danau yang mempunyai luas tak kurang dari 600 kilometer persegi.
Potensi itu menjadi alas kehendak Jokowi untuk mengakselerasi pengembangan Toba itu. Ini kemudian direspon oleh Kementerian Koordinator Maritim dan Sumber Daya, oleh Luhut dengan cepat.
Sejak dilantik sebagai Kemenkomaritim dan Sumber Daya pada 27 Juli 2016, Luhut melakukan konsolidasi supercepat. Luhut tahu bahwa isu pengelolaan Toba bukanlah hal mudah untuk ditekuk, meski telah ada proyeksi dana hingga 21 triliun demi mendukung misi Presiden.
Luhut sadar bahwa bahwa sejak lama Toba dan sekitarnya adalah ruang pamer pengelolaan yang komplekts dan rentan konflik yang melibatkan banyak pihak. Sebutlah kehadiran PT Toba Pulp Lestari (TPL), PT Alegrindo Nusantara, PT Merek Indah Lestari, Simalem Resort, PT Gorga Duma hingga usaha budidaya perikanan air tawar PT Aquafarm Nusantara, belum lagi akseptasi dan benang kusut koordinasi lintas Kabupaten. Toba adalah dana yang menjadi aset sekurangnya 7 kabupaten.
Pun, keterbatasan layanan sarana prasarana seperti perhotelan, transportasi, kapasitas bandara Bandara Silangit sebagai bandara terdekat ke jantung Toba. Demikian pula penerimaan para pihak di sekitar Danau Toba baik sebagai pelaku pariwisata maupun non-pariwisata seperti pembudidaya dan operator transportasi Balige ke Samosir atau Parapat ke Samosir.
Maka dua hari setelah perayaan kemerdekaan RI, Kemenkomaritim menggelar lokakarya penguatan kapasitas masyarakat di sekitar Dana Toba, 19/08, dimana penulis diminta membawakan materi ‘pengalaman dan hakikat pemberdayaan masyarakat di Indonesia’. Acara ini adalah bagian dari agenda pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dimana Danau Toba adalah di dalamnya bersama 7 lokasi lainnya.
Satu jam sebelum acara dimulai, sebelum Menteri Luhut B. Pandjaitan memasuki ruangan, Anjas Nainggolan, yang mengaku sebagai musikus sekaligus penyanyi dari hotel ke hotel di Balige sejak tahun 1988 berbagi perspektif. Sosok gondrong sebahu hadir karena merasa bagian dari entitas di sekitar Danau Toba. Bagi Anjas lokakarya ini merupakan kesempatan baginya untuk mendengar apa yang diingnkan Pemerintah melalui skema KSPN khusus Dana Toba ini.
“Kami ada organisasi bernama Karbatsu, kerukunan artis musik Sumatera Utara untuk wilayah Tapanuli Utara. Bolehlah kami tahu apa pula yang mau dilakukan di sekitar Danau Toba ini,” katanya bersemangat.
Pikiran Luhut
“Kita mendorong upaya sinergi antar pihak. Kita benahi satu-satu, pengelolaan sumberdaya air, mengkaji kerusakan yang ditimbulkan jika memang kita ingin membangun Toba ke depan. Kita nggak mau jangan sampai orang tidak mau ke Toba. Ini yang ingin kita lakukan supaya semua pihak membantu ini, makanya saya hadirkan Bupati,” katanya di depan tidak kurang 100 peserta lokakarya. Lokakarya ini diselenggarakan di Kampus Teknologi Del Balige yang megah dan asri, persis di tepian Toba.
Luhut melanjutkan. “Rancangan UU Migas kita sudah 6 tahun, kita harus selesaikan. Kita perlu merevisi UUM Minerba itu. Hal-hal semacam ini yang kita harus bereskan. Pada rapat Kementerian terbatas, itu yang akan kita tempuh, kita tetap perhatikan lingkungan hidup, kelembagaan, jalanan dan sebagainya untuk mendukung pengembangan Danau Toba,” janjinya.
Menurut Luhut, apa yang dilakukan di Danau Toba ini adalah cerminan pentingnya fokus terutama pada implementasi Poros Maritim. Perlunya menyusun program yang punya time table, siapa berbuat apa, organisasinya apa.
“Kita punya kekayaan alam yang luar biasa besar. KIta punya potensi sea bed mining, berpotensi di laut dan kita perlu energi baru,” katanya. Dia ingin agar pengembangan Poros Maritim ditempuh dengan mencari sumber-sumber energi baru.
“Presiden bilang ke saya, rupanya kita potensi energi di laut, sea bed, yang sangat besar,”ungkapnya. Untuk mendukung langkah-langkah tersebut, menurut Luhut, Negara harus memanggil putra-putri terbaik bangsa untuk membangun Indonesia, kembali ke Indonesia.
Dalam sambutannya Luhut memperkenalkan seorang pria yang disebutnya Professor dari Barkeley yang merupakan putra Batak. Selain itu dia juga menyebutkan bahwa Universitas Teknologi Del di Balige juga telah mengajak professor dari Universitas luar negeri untuk bekerjasama dalam pengembangan universitas.
“Kita juga perlu orang-orang baru, yang belum terlibat korupsi. Yang penting dia ingin membangun Indonesia,” katanya sembari menunjuk Professor George asal Barkeley.
Kehadiran Luhut di Kampus Del seperti sebuah misi sistematis dari apa yang dicita-citakannya, membangun generasi Toba sebagai pilar nasional. Sebagai putra terbaik Tanah Samosir, posisinya di Kementerian memberikan kemudahan baginya untuk benar-benar bisa mengakselerasi cita-citanya itu.
Harapan itu mulai terkuak sejak adanya keinginan membentuk Badan Otorita Danau Toba, gagasan 10 lokasi KSPN, hingga iming-iming 21 triliun dana untuk memperbaiki infrastruktur, sarana prasarana pariwisata hingga tata kelola kawasan yang kondusif pada agenda nasional.
Pria kelahiran Simargala, Toba Samosir, Sumatera Utara, 28 September 1947 lalu itu mengatakan bahwa Presiden ingin lingkungan yang baik, infrastrukturnya bagus, harus ada investasi yang berasal dari swasta, dan kapasitas masyarakat yang sesuai dengan tema pariwisata.
“Masalah lingkungan yang ditimbulkan keramba harus dibereskan. Kemudian masalah lingkungan Toba Pulp Lestari (TPL) yang mengambil kayu dengan menggunakan truk tronton juga harus dibereskan, karena infrastruktur yang dibuat Kemenpupera yang sudah bagus akan rusak kala tronton yang berbobot 16 ton terus lewat sana,” katanya tenang.
Di sambutan yang tak lebih 15 menit itu, Luhut mengingatkan para peserta untuk peduli lingkungan Dana Toba, “Jangan sampai lingkungan hidup tidak baik, hingga orang tidak mau datang kemari,” katanya.
Begitulah, jika kemudian muncul banyak pro-kontra, silang sengketa atas inisiatif Pemerintah atas Dana Toba ini maka itu karena risiko-risiko sosial, lingkungan dan ekonomi baru yang akan muncul. Bisa jadi, Jika dengan dana tidak kurang 21 triliun yang disebutkan sebelumnya benar-benar digelontorkan untuk membangun convention center, lapangan golf, hingga hotel bintang lima.
Luhut buru-buru mengingatkan bahwa pembangunan tersebut akan didukung oleh homestay di sekeliling danau Toba yang jumlahnya mencapai 1000 buah termasuk mengerek dukungan dan peran serta gereja dan tokoh agama.
Kekhawatiran di atas mungkin saja ada. Akankah warga yang bermukim di sekitar Danau Toba bisa merasakan kesenduan suasana, semburat cahaya pagi, sikap alamiah, atau riak danau yang menepuk-menepuk bahu kanak-kanak yang bermain di tepi danau saat dana dan pembangunan kian masif.
Bisa ya, bisa tidak, ini tergantung konsistensi gairah dan kesungguhan Pemerintah melalui unit kerja Luhut untuk mengkoordinasi dan mengkonsolidasi program-program yang telah disusun tersebut.
Tebet, 09/09/2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H