Kelompok Hamzah berdiri pada tahun 2014 dan sejak berdirinya itu dia dan anggotanya telah ikut pelatihan-pelatihan penguatan kelompok termasuk peningkatan kapasitasnya mengenai eksosistem mangrove, ekologi dan biologinya.
“Saya juga pernah dilatih oleh Pak Yusran Nurdin dan Prof Amran Saru dari Unhas,” kenangnya.
Sementara itu menurut Dr. Andi Tamsil, konsultan untuk pemberdayaan dan pengelolaan sumber daya pesisir mengatakan bahwa capaian di Untia sangat menggembirakan setidaknya jika membaca fakta-fakta dan geliat partisipasi warga dalam setiap program yang datang maupun yang direncakanan sendiri oleh warga sejak awal.
“Mereka sangat kooperatif. Secara lembaga sudah ada, yang kedua lahan juga sudah tersedia, akses juga sudah dibuka dengan adanya dermaga, dekat dari bandara jadi dapat menjadi lokasi wisata pesisir,” katanya. Selain pertimbangan potensi sumber daya alam mangrove, Untia mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai lokasi pariwisata, basisnya pada mangrove dan view sunset dari sisi barat kampung.
Menurut Tamsil, selain pulihnya ekosistem, upaya pelestarian mangrove di Untia menggembirakan sebab sudah mampu merealisasikan penanaman meski anggaran minimum.
“Kelompok pelestari pesisir seperti Pak Hamzah ini bisa menjadi mitra siapa saja dengan bersedia menyiapkan bibit mangrove meski hanya dihargai seribu rupiah perpohon. Sudah banyak pihak yang berdatangan ke sini seperti unit Kementerian Sosial dan Balai Karantina Makassar. Mereka terkesan dengan masa depan mangrove Untia,” pungkas Tamsil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H