Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kepak Bangau dari Dermaga Untia

30 Juli 2016   11:09 Diperbarui: 31 Juli 2016   17:52 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana pesisir Untia (foto: Kamaruddin Azis)

“Butuh waktu 50 hari untuk menyelesaikan dermaga bantuan ini,” kata Abu bangga. Meski demikian, karena panjangnya pantai saat surut sehingga masih banyak perahu yang kesulitan untuk merapat ke dermaga.

“Harus menunggu saat air pasang,” kata Abu. Oleh sebab itu, menurut Abu, tahun ini kelompok Cendana Putra mengusulkan bantuan untuk perpanjangan dermaga sepanjang 80 meter.

“Kalau sudah ditambah 80 meter saya kita akan semakin banyak pappalimbang yang sering ke sini,” katanya. Pappalimbang yang dimaksudkan adalah perahu penumpang berkapasitas 8 orang yang melayani rute Kayu Bangkoa ke pulau-pulau kecil Makassar.

Abu bersama generasi Untia (foto: Kamaruddin Azis)
Abu bersama generasi Untia (foto: Kamaruddin Azis)
Apa yang disampaikan Abu ini dicermati sebagai peluang untuk pengembangan kawasan wisata mangrove Untia. Di mata Abd Rahman Bando, gagasan ini akan ditindaklanjuti untuk pengelolaan yang lebih baik dan terpadu. 

“Bantuan untuk masyarakat Untia menjadi bukti komitmen Pemkot dan KKP. Kita benahi kelompoknya dulu, kalau mereka bisa mengelola ini kita pasti berjuang untuk keberlanjutannya,” katanya. Tahun ini ada rencana menambah 80 meter melanjutkan 100 meter dan lebar 2 meter yang sudah ada. Dana yang dibutuhkan tidak kurang 200 juta.

***

Selain bukti kesungguhan warga melalui kelompok Cendana Putra, masyarakat Untia juga peduli dengan eksosistem mangrove yang menurutnya juga mengalami penyusutan karena pembukaan tambak dan permukiman.

Untuk urusan mangrove ini muncul sosok Hamzah. Meski bukan merupakan penduduk asli Pulau Lae-Lae yang migrasi ke Untia, namun Hamzah mengaku bersosialisasi dengan warga lainnya. Hamzah mengaku bangga bisa menjadi mitra bagi tenaga pendamping lapangan bernama Astaman. Dari Astaman dia mengatur rencana pelaksanaan rehabilitasi ekosistem mangrove di Untia, termasuk memilih bibit mangrove.

“Bantuan untuk kami sebesar 40 juta, ada delapan anggota kelompok dan kami siapkan bibit hingga 10 bibit perorang,” terang Hamzah. Selain membeli bibit dia juga dilengkapi peralatan-peralatan penanaman dan perawatan.

“Saya bukan asli Lae-Lae. Dapat kesempatan tinggal di sini karena diajak oleh tetangga di Soppeng,” kata Hamzah. Sebelum tinggal di Untia, Hamzah bekerja di peternakan manta Gubernur Sulsel Palaguna. Meski tak bisa menghitung secara rinci luas mangrove Untia namun Hamzah mengaku kawasan mangrove Untia sangat panjang.

Mangrove Untia (foto: Kamaruddin Azis)
Mangrove Untia (foto: Kamaruddin Azis)
“Tebalnya sekitar 100 sampai 200 meter. Kalau diperkirakan sekitar 5 hektar. Mungkin,” katanya terkekeh. Proses penanaman oleh kelompok Hamzah ini bermula dari penyediaan bibit oleh warga, sejak lama. Dengan masuknya CCDP, jumlah bibit diperbanyak oleh Hamzah dan kelompok Lestari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun